Simulasi power stage flyback converter

[ [ images & links ] ]

 

Artikel ini adalah artikel keempat dari seri artikel mengenai flyback converter. Telah dicoba secara sistematis untuk membangun pemahaman tentang dasar operasi flyback topology di bagian power stage dimulai dari memaparkan tentang peran magnetizing inductance. Kemudian disampaikan mengenai bagaimana suatu flyback converter bekerja, berdasarkan operasi penyakelaran. Bahasan kedua ini bisa disampaikan karena diasumsukan mahasiswa telah membaca bagian pertama tentang kekhususan flyback transformer. Kemudian berbekal pemahaman tentang peran flyback transformer sebagai penyimpan energi sementara dan cara penyakelaran flyback converter, bahasan dilanjutkan ke tahapan persamaan dan perhitungan yang menggambarkan lebih detail tentang operasi suatu flyback converter power stage. Di artikel ketiga dipaparkan berbagai sumber yang memberi contoh perhitungan perancangan dan perhitungan yang memberi deskripsi operasi suatu flyback converter.

Maka di artikel ini akan disampaikan contoh-contoh simulasi flyback converter. Baik yang berupa power stage/open loop maupun simulasi satu flyback converter yang utuh dengan IC regulatornya.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Di bagian pertama ini saya menyampaikan contoh simulasi yang masih termasuk relatif paling mudah ditemui tetapi juga sudah termasuk sistem yang utuh. Contoh diambil dari simulator LTspice dengan produk IC regulator dari Linear Technology (perusahaan itu telah dibeli oleh perusahaan Analog Devices). 

Gambar 1. Pencarian IC LTC3873 untuk perbandingan.

Gambar 2. Perbandingan varian LTC3873.

Gambar 3. Website LTC3873-5.

Untuk mahasiswa sangat disarankan mengunjungi langsung halaman produk di website perusahaan produsen untuk keperluan desain akhir, seperti di Gambar 3. Biasanya di halaman seperti itu ada beberapa dokumen yang dapat dipakai untuk membantu proses belajar/memahami. Juga ada beberapa software/model yang bisa dipakai untuk melakukan simulasi. Juga sebaiknya mengunduh langsung datasheet dari situs produsen, terkecuali untuk komponen legacy. Di Gambar 4, adalah contoh datasheet yang bisa dipakai.

Gambar 4.  Datasheet / Data sheet LTC3873-5.

Simulasi untuk IC LTC3873 maupun untuk IC LTC3873-5 telah disedikan oleh produsen di LTspice. Kita hanya perlu membukanya, tetapi ada sedikit masalah… 

Gambar 5. Simulasi default untk LTC3873-5.

Jika anda buka simulasi seperti di Gambar 5, maka nanti yang akan tampil adalah simulasi IC tersebut untuk topoogi boost converter. Karena sebagaimana telah disebut di datasheet, IC ini bisa dipakai untuk beberapa topologi yang berbeda. Sebagai solusi cepat untuk melihat simulasi kerja suatu flyback converter, anda pilih IC LTC3873 (3873.asc), yang berada tepat di atasnya di contoh Gambar 5.

Gambar 6. Simulasi flyback converter dengan IC LTC3873.

Komponen LTC3837 dapat diganti dengan LTC3837-5 untuk rangkaian yang hampir identik. Tetapi perlu diperhatikan bahwa susunan pin di model simulasi untuk kedua komponen tidak sama, seperti terlihat di Gambar 7.

Gambar 7. Model komponen LTC3873 dan LTC3873-5.

Gambar 8. Pergantian komponen IC regulator.

Gambar 8 memperlihatkan bagaimana saya mengganti komponen LTC3873 dengan LTC3873-5. Kemudian yang ditunjukkan dengan panah merah di rangkaian adalah posisi RSENSE (untuk current sense) yang saya hilangkan. Begitu juga MOSFET telah diganti dengan yang lebih mampu mengalirkan arus yang lebih besar, bandingkan dengan rangkaian di Gambar 7. Cara ini adalah cara quick-and-dirty, sekadar untuk membuktikan bahwa IC LTC3837-5 itu dapat dipergunakan sebagai pengganti di rangkaian flyback converter itu. Untuk penerapan yang lebih baik, silakan membaca dengan lebih seksama datasheet. Cara ini saya tempuh karena sudah ada contoh yang lebih baik dan lebih lengkap yang bisa ditemukan di Internet, lihat Gambar 9.

Gambar 9. Contoh penerapan LTC3837-5 dalam simulasi [sumber].

Gambar 9 adalah screenshot dari simulasi yang dirancang oleh Simon Bramble. Modifikasi di Gambar 8 pun sebenarnya terinspirasi dari artikel Flyback Converter Design (oleh Simon Bramble). Di sana telah disajikan dengan sangat baik mengenai salah satu komponen IC regulator yang dipakai di sebuah sistem flyback converter. Silakan membaca langsung di website penulisnya.

Sebagai catatan penting, rancangan ini adalah contoh nonisolated flyback converter (Simon Bramble menyebutnya sebagai pseudo-isolated). Mengapa demikian? Karena kalau diperhatikan dengan baik, sisi primer dan sisi sekunder tidak benar-benar terpisah secara absolut. Ada R1 dan R2 yang berfungsi sebagai sensor pembagi tegangan yang ‘menghubungkan’ sisi sekunder ke primer, meskipun ‘hanya’ terhubung ke komponen IC regulator. Di beberapa desain lain, cara ini digantikan dengan menggunakan optocoupler. Ada juga rancangan yang melakukan pengendalian hanya dari sisi primer, menggunakan gejala di flyback transformer sebagai (umpan balik) penanda kondisi di sisi sekunder. 

 

Setelah contoh dari Analog Devices (Linear Technology) dengan simulasi di LTspice, di bagian ini akan dipaparkan contoh kalkulasi/simulasi dengan PSD. Dimulai dengan rancangan yang secara default akan muncul saat topologi flyback converter dipilih. Nilai parameter rancangan yang dipergunakan berasal dari dokumen PMP4626 RevE – test report (Industrial Flyback with TPS40210 and universal transformer).

Di sini tidak akan dipelajari perancangan lengkap untuk sistem, meteri itu di luar jangkauan peruntukan materi belajar. Tetapi bukan berarti mahasiswa tidak bisa mempelajari bagaimana suatu power stage dari flyback converter dirancang. Pilihan lingkup materi belajar ini juga bisa dipakai untuk ‘menyambungkan cerita’ agar pelajaran yang sedang ditekuni memiliki konteks ke penggunaan yang lebih nyata di dunia luar kampus.

Gambar 10. Document header.

Gambar 11. PMP4626 web page.

File pdf di Gambar 10 didapat di halaman web di Gambar 11. Penanda 1 menunjukkan bahwa design reference yang hendak dipakai adalah PMP4626.1, jangan sampai salah memilih. Di Penanda 2 diperlihatan dokumen-dokumen utama yang bisa diunduh untuk dipelajari. Di Penanda 3, adalah file-file rancangan yang sesuai untuk mempelajari perhitungan/simulasi atau bahkan untuk membuatnya dalam bentuk konverter fisik.

Gambar 12. Perancangan awal secara default.

Gambar 13. Skema, slur281 PMP4626.1 REVE Simplified Schematic.

Dari Gambar 13, bisa dilihat bahwa power stage dari sebuah konverter seperti flyback converter ‘hanyalah’ salah satu bagian (penting). Ada bagian-bagian lain yang diperlukan agar suatu closed-loop flyback converter dapat bekerja sesuai sasaran rancangan. Misalnya komponen optocoupler yang diberi penanda komponen U2. Keberadaan komponen inilah yang membuat suatu flyback converter menjadi konverter yang benar-benar memiliki isolasi antara sisi primer dan sisi sekunder trafo.

Gambar 14. Flyback transformer.

Di Gambar 14, Penanda 1 dan Penanda 2 adalah screenshot dari rancangan awal PSD. Penanda 3, Penanda 4, dan Penanda 5 adalah gambar dari skema rancangan rangkaian. Penanda 6 adalah screenshot dari datasheet jenis trafo yang direncanakan akan dipergunakan. Jika diperlukan untuk mengingat kembali hubungan nilai induktansi dan rasio gulungan (juga tegangan dan arus), silakan lihat artikel sebelumnya (link).

Sebagaimana yang sering diungkap di beberapa application note, pemilihan flyback transformer bukanlah hal yang gampang. Berbagai aspek perlu diperhitungkan agar sasaran perancangan sistem tercapai. Tidak jarang satu parameter/faktor akan bertentangan dengan faktor lain sehubungan dengan ketersediaan komponen. Tidak semua designer memiliki kemewahan untuk dapat menggunakan trafo yang khusus dibuat untuk rancangannya (custom). Kecuali ada justifikasi ekonomi dan memiliki pembenaran yang kuat. Untungnya dengan dipergunakannya IC regulator komersial, penggunaan trafo yang tidak persis sesuai rancangan masih bisa diakomodasi. Misalnya tentang penentuan nilai tegangan keluaran, di beberapa IC nilai ini ditentukan dengan rasio resistor pembagi tegangan yang berfungsi sebagai sensor bagi regulator. Ada juga yang menggunakan umpan balik yang di dalamnya terdapat isolasi optik seperti di Gambar 13. Sehingga tidak lagi murni bergantung pada nilai rasio gulungan primer dan sekunder dari flyback transformer.

Gambar 15. Simulasi flyback converter power stage.

Simulasi di Gambar 15 adalah simulasi perwujudan dari perhitungan / simulasi di Gambar 12. Tegangan yang dipakai untuk simulasi adalah tegangan minimum, yaitu 9 V.

Di bagian berikut ini masih merupakan sambungan di bagian sebelumnya untuk rancangan yang sama. Sebelum melakukan simulasi baru dengan simulator SPICE, kita akan melihat contoh bagian dari dokumen pengujian (alat yang sudah diwujudkan secara fisik) yang dilakukan oleh engineer di perusahaan Texas Instruments. 

Gambar 16. Pengujian riak tegangan keluaran.

Gambar 17. Simulasi Vout dengan Vin=9 V dan Iout=4 A.

Kurva di Gambar 17 adalah hasil zoom-in simulasi dari Gambar 15. Perlu diketahui bahwa sampai saat ini sulit diharapkan bahwa dc-dc converter komersial (sekalipun) yang merupakan SMPS dapat memberikan tegangan dan arus yang benar-benar rata seperti layaknya sebuah cell/battery baru dengan beban proporsional. Melalui proses belajar dengan melihat dan membaca dokumen pengujian sistem fisik seperti di Gambar 16, kita bisa memperoleh keyakinan terhadap pola dasar yang diberikan oleh simulator seperti di Gambar 17. Riak tegangan/arus di output itu selalu ada, hanya saja nilainya yang bisa diusahakan semakin rendah. 

Untuk keterangan lebih lengkap mengenai salah satu contoh bagaimana sebuah laporan pengujian sistem power management dilakukan, silakan membaca dokuman aslinya di link ini. Misalnya, di dokumen itu diperlihatkan bagaimana suatu sistem catu daya saat startup dan shutdown.  Tidak ada overshoot tegangan seperti yang ditemui di sistem open-loop (hanya terdiri dari power stage), lihatlah kembali Gambar 15.

 

Di bagian ini akan dilakukan penyederhanaan rancangan PSD di Gambar 12 dengan hanya menggunakan satu nilai input, yaitu 9 V.

Gambar 18. Desain dasar flyback converter power stage.

Gambar 19. Simulasi dengan LTspice.

Di LTspice terdapat fasilitas yang memungkinkan satu gelombang dapat ditampilkan lebih dari satu kali di pane yang berbeda. Kemudian jika Sync. Horiz. Axes dinonaktifkan, maka seperti di Gambar 19 masing-masing pane bisa diatur untuk memiliki rentang sumbu horizontal yang berbeda. Bagian atas adalah bagian saat dilakukan zoom-in terhadap batas sumbu-X yang menandai waktu.

Gambar 20. Simulasi dengan MC-12.

Dengan simulasi, meski masih tanpa perhitungan, sudah bisa dilihat adanya risiko di rangkaian. Misalnya, di Gambar 20 ada risiko arus IL2 akan mendekati 15 A. Padahal rating IFRM untuk diode Schottky MBR735 adalah 7.5 A. Untuk itu akan dicoba menggunakan model diode Schottky yang lain (yang juga telah tersedia di simulator tetapi) dengan rating arus yang lebih tinggi, MBRB2545CT dari Onsemi. 

Gambar 21. Simulasi dengan MC-12 (w/MBRB2545CT_ON).

Penggantian diode tidak banyak mengubah hasil simulasi, terlihat di Gambar 21. Kasus simulasi dengan diode ini menjadi salah satu contoh bahwa simulasi selalu perlu dilakukan dengan hati-hati. Simulator tidak selalu memberi peringatan tentang potensi bahaya. Pengguna dan designer wajib untuk selalu menggunakan pengetahuan dan akal sehat terutama saat simulasi dilakukan pada tahapan menjelang pembuatan prototipe. Di saat inilah komponen-komponen yang akan dibeli ditetapkan. Perubahan komponen tidak hanya akan mengubah BOM (Bill of Materials), tetapi juga berisiko mengubah rancangan jalur PCB. Sebab bukan tidak mungkin pengubahan komponen juga disertai dengan perubahan bentuk fisik komponen. Itulah sebabnya datasheet harus selalu dijadikan salah satu bahan acuan. 

Gambar 22. Simulasi dengan LTspice (w/MBRB2545CT_ON).

Di Gambar 22 dapat dilihat adanya sumber tegangan V3 dan V4, keduanya bernilai 0 volt. Bagi ‘generasi lama’ yang sudah terbiasa dengan era MicroSim PSpice akan segera teringat akan kegunaannya. Kedua sumber tegangan itu hanya dummy/bogus, tidak memberikan kontribusi apa pun untuk tegangan di rangkaian. Fungsinya adalah sebagai instrumen pengukuran arus di node di mana ia ditempatkan. Cara ini sepertinya sudah jarang dipakai, karena ada cara-cara lain yang lebih mudah atau lebih kecil kemungkinannya untuk membingungkan pengguna.

Di LTspice model komponen L, C, dan bahkan R seolah-olah memiliki polaritas. Hal ini tentu tidak nyata secara fisik, tetapi cara ini diperlukan untuk menentukan referensi arah. Masih ingat dengan passive sign convention? Jika arah bersesuaian maka nilainya positif, jika berlawanan maka nilainya akan ditandai negatif meskipun nilai absolutnya sendiri tidak berubah. Maka setiap komponen L seperti di Gambar 22 memiliki arah referensi arus yang sudah ditetapkan. Karena itu jika hendak mengambil referensi arah sebaliknya, variabel dikalikan dengan -1. Misalnya untuk arus di L2, arah referensi arus yang ditetapkan oleh LTspice adalah keluar dari tanda titik (dot), di Gambar 22 ke arah bawah. Maka jika hendak menetapkan arah arus ke atas sebagai arah arus positif, pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan -I(L2) dan bukan I(L2). Nilai arus sebenarnya sama saja, hanya tandanya saja yang diubah.

Cara di paragraf di atas sebenarnya tidak ada masalah untuk dipergunakan. Saya hanya menunjukkan cara di Gambar 22 terutama bagi mahasiswa sebagai wawasan dan menunjukkan pengaturan yang khas dari LTspice (keluarga SPICE).

Gambar 23. Simulasi dengan SIMetrix (w/MBRB2545CT_ON).

Gambar 24. Simulasi dengan SIMPLIS (w/MBRB2545CT_ON).

Penandaan coupling untuk induktor di Gambar 24 (SIMPLIS) berbeda cara dengan yang di Gambar 23 (SIMetrix). Persamaan untuk mengisi nilai mutual inductor di SIMPLIS dapat dilihat di link ini.

Sebagai catatan, semua simulasi dengan simulator yang berbeda-beda di atas menghasilkan nilai tegangan keluaran yang berbeda dengan yang dihasilkan oleh PSD. Ini karena model komponen SPICE yang dipergunakan jelas berbeda dengan model ideal, belum lagi kemungkinan engine silmulasi diatur dengan parameter yang berbeda pula. Maka nilai duty cycle harus disesuaikan ulang agar simulasi bisa menghasilkan nilai tegangan keluaran yang sesuai rancangan. Bahkan jika power stage ini diwujudkan menjadi suatu open-loop flyback converter secara fisik, maka nilai duty cycle pun akan perlu diubah kembali. Jika menggunakan IC regulator, maka pengaturan duty cycle akan diatur secara otomatis oleh regulator.

 

Setelah mencoba melakukan simulasi untuk mendapatkan gambaran umum operasi sistem rangkaian yang sedang dirancang, berikut ini akan dilakukan perhitungan manual sebagai pembanding dari nilai yang dihasilkan oleh PSD. Persamaan-persamaan dan perhitungan yang akan dilakukan di sini akan mengacu ke artikel sebelumnya. Simulasi LTspice juga diubah untuk dapat mendekati kondisi simulasi PSD, lihat Gambar 25.

Gambar 25. Simulasi LTspice dengan model komponen mendekati ideal.

Gambar 26 berikut adalah kutipan dari parameter-parameter desain di Gambar 18 yang diatur ulang untuk memudahkan pembacaan. Nilai tegangan input hanya dipakai satu, tidak menggunakan rentang nilai. Ini untuk memudahkan contoh/pembuktian perhitungan saja. Begitu sudah familiar dengan versi satu nilai, bisa dicoba untuk penggunaan dengan rentang nilai masukan. 

Penanda 1 menunjukkan nilai-nilai variabel yang dimasukkan oleh pengguna sebagai bahan perhitungan oleh PSD. Nilai ini adalah nilai yang ditetapkan atau ingin dicapai sebagai hasil dari perancangan. Nilai maximum duty cycle di rancangan aslinya memang sebesar 56%, umumnya untuk flyback converter disarankan untuk mencoba mencapai batas maksimum di bawah 50%. Kemungkinan nilai ini dinaikkan menjadi 56% agar rekomendasi untuk Turns Ratio dapat mendekati 2 dibanding 1. Berikutnya dari pilihan empat mode operasi, perancang memilih untuk menggunakan mode CCM.

Penanda 2 menunjukkan nilai yang direkomendasikan oleh PSD untuk dipakai. Nilai ini didapat sebagai hasil perhitungan dari parameter yang dimasukkan oleh pengguna (perancang) di bagian Penanda 1. Nilai ini tidak selalu harus dipatuhi, apalagi dianggap mutlak persis sama. Tetapi semakin dekat nilai yang dipakai dengan nilai rekomendasi ini maka akan semakin dekat nilai parameter operasi dengan nilai yang diinginkan untuk dicapai.

Salah satu penyebab mengapa nilai-nilai rekomendasi tidak selalu dapat diikuti adalah karena kenyataan ketersediaan komponen. Ini adalah kenyataan yang harus dikompromikan. Kadang-kadang seorang desainer memang memiliki ‘kemewahan’ untuk dapat menentukan apa saja komponen yang akan dipakai. Meskipun untuk itu sering kali harus menggunakan komponen yang dipesan khusus (custom). Terutama kalau rancangan memiliki nilai strategis yang sangat tinggi dari berbagai aspek. Tetapi yang jauh lebuh sering terjadi di kehidupan nyata adalah bahwa perancang lah yang harus menyesuaikan rancanganannya dengan komponen yang lebih mudah didapat (dan lebih murah). Untuk itu, proses desain sering sekali bukanlah suatu proses yang ‘sekali jalan’ atau ‘sekali jadi’. Bukan seperti waterfall, tetapi suatu proses iteratif yang berulang-kali secara cyclic. Untuk bagian trial-and-error, proses coba-cobanya kadang-kadang bahkan dilakukan dengan melompat-lompat. 

Penanda 3 menunjukkan nilai yang dipilih oleh perancang. Lagi, nilai ini didapat dari kompromi berbagai aspek perancangan dan produksi.

Penanda 4 dan Penanda 5 merupakan hasil perhitungan sebagai respon dari masukan di bagian Penanda 1 dan Penanda 3. Nilai ini tentu dapat berubah / diatur ulang jika pengguna mengubah nilai yang diisi. Di sini dapat dilihat bahwa dalam bentuk perhitungan ini pun nilai Diode Losses: 2.80 W. Karena itu sering dikatakan bahwa disipasi daya terbesar untuk flyback converter power stage ada pada diode.

Gambar 26. Kutipan parameter dari rancangan di PSD.

Perhitungan (1): Nilai duty cycle, alternatif 1

Nilai duty cycle bisa diperoleh dari beberapa cara, antara lain dengan modifikasi persamaan. Tetapi mari mulai dengan cara yang lebih sederhana, lihat persamaan di Gambar 16 di artikel ini. Kita mulai perhitungan dari sudut pandang pemeriksaan rancangan rangkaian.

\(\LARGE D_{CCM}=\frac{V_o}{n_2 \times V_i + V_o}\)

Yang bisa dimodifikasi untuk memasukkan nilai jatuh tegangan diode sebesar 0.7 V, bisa dibandingkan dengan perhitungan (4) di Gambar 10 di artikel ini. Sehingga persamaan menjadi seperti berikut:

\(\LARGE D_{CCM}=\frac{V_o + V_D}{(n_2 \times V_i) + (V_o + V_D)}\)

Sehigga didapat perhitungan:

\(\LARGE D_{CCM}=\frac{5 + 0.7}{(\frac{1}{2} \times 9) + (5 + 0.7)}\) \(\LARGE D_{CCM}=\frac{5.7}{10.2}\) \(\LARGE D_{CCM}= 0.55882353\)

Hasil perhitungan ini sebanding dengan nilai D = 55.88% dari PSD.

Untuk memeriksa balik nilai perhitungan itu dapat dilakukan dengan cepat juga, Gambar 17 di artikel ini. Hasilnya, dengan nilai duty cycle sebesar itu jika nilai masukan sebesar 9 V maka keluaran akan didapat sebesar 5 V. Bisa dilihat di Gambar 26, hasil perhitungan ini sama dengan hasil simulasi PSD, yang juga sama dengan target rancangan rangkaian oleh perancangnya (Gambar 10 dan Gambar 11).

Perhitungan (2): Nilai tON dan tOFF, alternatif 1

Nilai periode dapat diperoleh dari nilai frekuensi penyakelaran yang ditetapkan:

\(\LARGE T=\frac{1}{f} = \frac{1}{200\textrm{E}3} = 5 \;\mu\)

Jika nilai frekuensi adalah 200 kHz maka nilai periode adalah 5 μS. Jika nilai duty cycle diketahui maka nilai tON dapat dicari:

\(\LARGE D = \frac{t_{ON}}{T}\) \(\LARGE t_{ON} = {D}\times{T} = \frac{5.7}{10.2}\times\frac{1}{200\textrm{E}3}=2.79411765 \mu\)

Maka diperoleh nilai tON sebesar 2.79 μS, yang sesuai dengan perhitungan PSD.

\(\LARGE t_{OFF} = T-({D}\times{T}) \) \(\LARGE t_{OFF} = 1-\left( \frac{5.7}{10.2}\times\frac{1}{200\textrm{E}3} \right)\) \(\LARGE t_{OFF} = 5 \mu -2.79411765 \mu = 2.20588235 \mu\)

Maka diperoleh nilai tOFF sebesar 2.21 μS, sesuai dengan perhitungan PSD.

Perhitungan (3): Nilai duty cycle, alternatif 2

Di Perhitungan (1) terdapat variabel n2 yang merupakan rasio nilai gulungan sekunder terhadap nilai gulungan primer yang dinormalisasi (menjadi 1). Ini berarti nilai rasio harus diketahui atau ditetapkan terlebih dahulu. Bagaimana jika kita masih dalam tahap proses perancangan yang belum mengetahui nilai rasio dari flyback transformer?

Dengan bersedia belajar dari ‘pengalaman orang lain’ kita bisa temukan solusi cepatnya, ada di Gambar 10 artikel ini (link). Dokumen yang diacu adalah dokumen contoh tahapan proses desain, sehingga alur pikirnya berbeda dengan alur berpikir untuk proses penjelasan atau verifikasi / pemeriksaan / pembuktian rancangan.

Gambar 27. Simulasi PSD untuk perhitungan cara alternatif 2.

Perhatikan bahwa di Gambar 26 dan di Gambar 27, perancang telah memasukkan nilai parameter Maximum Duty Cycle sebesar 56%. Nilai ini adalah engineering judgement yang berasal dari datasheet, application note, maupun pengalaman / knowledge base dari sang perancang. Dalam kasus ini, kemungkinan perancang sudah melakukan penyesuaian ulang rancangan agar sesuai dengan trafo yang tersedia. Nilai 56% ini akan dipergunakan sebagai bahan perhitungan awal.  

\(\LARGE \textrm{Np2s} = \frac{V_{IN} \times D_{limit}}{(V_{out}+V_D) \times (1-D_{limit})}\) \(\LARGE \textrm{Np2s} = \frac{9 \times 0.56}{(5+0.7) \times (1-0.56)} = 2.00956938\)

Hasil perhitungan sesuai dengan rekomendasi rasio sisi primer terhadap sisi sekunder PSD, yaitu 2.01. Dari nilai ini yang kemudian oleh perancangnya diambil pembulatan 2:1 sebagaimana di Gambar 26.

Selanjutnya masih dengan menggunakan contoh di Gambar 10 artikel ini (link), bisa dicari nilai D yang direkomendasikan seandainya menggunakan rasio 2.01:1 untuk flyback transformer. Persamaan berikut ini sebenarnya adalah penyusunan ulang dari persamaan sebelumnya. Dalam praktik perancangan, dipakai untuk menentukan nilai D jika nilai rasio gulungan trafo yang akan dipakai tidak sama hasil perhitungan sebelumnya. Tetapi kali ini dipakai hanya sebagai konfirmasi simulasi. 

\(\LARGE D_{CCM} = \frac{(V_{out}+V_D) \times \textrm{Np2s}}{V_{IN}+((V_{out}+V_D) \times \textrm{Np2s})}\) \(\LARGE D_{CCM} = \frac{(5+0.7) \times 2.01}{9+((5+0.7) \times 2.01)} = 0.56005279\)

Maka nilai duty cycle yang dihitung oleh PSD adalah 56.01 % jika menggunakan rasio 2.01:1 untuk flyback transformer. Nilai perhitungan balik ini melebihi 56% karena adanya pembulatan. 

Perhitungan (4): Nilai tON dan tOFF, alternatif 2

Dengan menggunakan nilai duty cycle 56.01% (sebagai akibat dari penggunaan rasio 2.01:1) maka dapat dicari waktu ON sakelar:

\(\LARGE t_{ON} = {D}\times{T} = 0.5601 \times\frac{1}{200\textrm{E}3}=2.80 \,\mu\) \(\LARGE t_{OFF} = T-({D}\times{T})= 5 \,\mu-({0.5601}\times{5 \,\mu}) = 2.1995 \,\mu \approx 2.20 \,\mu\)

Waktu ON=2.80 μS. Waktu OFF=2.20 μS, sesuai dengan hasil simulasi di Gambar 27.

Perhitungan (5): Induktansi sisi primer transformer (konfigurasi alternatif 2)

Di artikel di link ini telah disampaikan mengenai magnetizing inductance dan peran pentingnya untuk sistem flyback converter. Di saat diode di sisi sekunder off maka aliran arus dari sumber tegangan di sisi primer mengalir melalui magnetizing inductance ini sebagai induktor tunggal (virtual). Energi disimpan sementara waktu sampai dapat disalurkan ke beban di saat sakelar (MOSFET) off.

Masih dengan menggunakan alur pikir desain (alternatif 2), dicari beberapa parameter penting dari operasi power stage dari flyback converter.

Nilai riak arus induktor dapat dicari dengan:

\(\LARGE I_{RIPPLE}=\textrm{RIP%} \times \frac{V_{OUT} \times I_{OUT}}{V_{IN}\,max \times D_{min}}\) \(\LARGE I_{RIPPLE}=\textrm{RIP%} \times \frac{(V_{OUT}\,+\,V_D) \times I_{OUT}}{V_{IN}\,max \times Dmin}\) \(\LARGE I_{RIPPLE}= 0.22 \times \frac{(5+0.7) \times 4}{9 \times 0.5061} = 0.9950604\)

Riak arus, IRIPPLE, sebesar 0.995 A ≈ 1 A. Nilai ini bersesuaian dengan perhitungan PSD yang menunjukkan selisih 0.99 A atau tampilan ripple 1 A.

Nilai induktansi sisi primer trafo yang juga menjadi nilai induktor sisi primer (magnetizing inductance, LM) dapat dihitung:

\(\LARGE L_{PRI} = \frac {V_{IN}\,max \times Dmin}{I_{RIPPLE} \times f_{SW}}\) \(\LARGE L_{PRI} = \frac {9 \times 0.5061}{0.9950604 \times 200\textrm{E}3} = 25.32961818 \approx 25.32\,\mu\)

Maka nilai rekomendasi untuk LPRIM = LM = Lm ≈ 25.32 μH, ini sama dengan hasil simulasi dari PSD.

Perhitungan (6): Perhitungan komponen sakelar (konfigurasi alternatif 2)

Suatu catu daya tersakelar dapat disimulasikan dengan sakelar ideal, tetapi tetap harus diwujudkan dengan komponen fisik yang tidak ideal. Misalnya dengan komponen diskrit BJT, MOSFET, atau IGBT. Bisa juga dengan komponen transistor yang sudah terintegrasi ke dalam IC regulator (internal switching). Kita dapat mengantisipasi kisaran batasan kemampuan minimal yang perlu dimiliki oleh transistor untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai sakelar agar rangkaian yang dirancang berhasil mencapai target.

Pertama, suatu sakelar perlu memiliki kemampuan untuk bekerja dengan level tegangan maksimal tertentu di antara kaki-kakinya, termasuk saat overshoot. Jika kemampuan sakelar lebih rendah dari tegangan yang mungkin muncul, maka sakelar akan rentan rusak. Misalnya, sebuah MOSFET harus memiliki rating drain-source voltage yang mencukupi, sesuai dengan kebutuhan desain (lebih baik di atas batas dengan margin pengaman). 

\(\LARGE V_{FET} = \frac {V_{IN}\,max + ((V_{OUT}+V_D)\times \textrm{Np2s})}{\textrm{inverse margin value}}\)

Nilai margin yang disarankan misalnya adalah 20%, maka nilai pembagi menjadi 0.8, sebaliknya untuk perhitungan ideal 100% maka nilai yang dipakai sebagai pembagi adalah 1.

\(\LARGE V_{FET} = \frac {9 + ((5+0.7)\times 2.01)}{1} = 20.457 \approx 20.46\)

Dapat dilihat di Gambar 28 bahwa hasil perhitungan manual bersesuaian dengan hasil simulasi PSD.

Gambar 28. Simulasi nilai tegangan antara drain-source di MOSFET.

Namun disarankan agar perhitungan memberi margin, karena terdapat beberapa kondisi yang tidak ideal saat perwujudan prototipe nantinya. Misalnya ada leakage inductance atau ringing yang disebabkan oleh unsur parasitic termasuk dari jalur di PCB. Berikut ini contoh perhitungan jika memasukkan margin sebesar 20%. 

\(\LARGE V_{FET} = \frac {9 + ((5+0.7)\times 2.01)}{0.8} = 25.57125\)

Nilai baru dari perhitungan sepadan dengan 25.57 V. Cara yang lebih mudah jika kita sudah memiliki baseline adalah dengan menghitung langsung dari kondisi ideal sebagai baseline.

\(\LARGE V_{FET} = \frac {20.46}{\frac{80}{100}} = 25.575\)

Dengan asumsi margin 20% sudah cukup, maka perancang bisa mencari sakelar yang mampu menangani beda potensial sebesar 25.57 Volt. Jika masih ada ruang dari sisi ekonomi, nilai ini masih bisa ditingkatkan lagi untuk menambah faktor keamanan (meskipun harganya bisa jadi lebih mahal). Bandingkan hasil perhitungan dengan simulasi di Gambar 29 berikut ini, di bagian berikutnya nanti saya tampilkan yang sudah menggunakan model komponen MOSFET.

Gambar 29. Simulasi tegangan di kaki-kaki sakelar.

 

Untuk contoh di simulasi di Gambar 29, seandainya nilai ini ingin diantisipasi maka margin dinaikkan dari 20% ke 30%, sehingga:

\(\LARGE V_{FET} = \frac {20.46 \,\textrm{V}}{\frac{70}{100}} = 29.23 \,\textrm{V}\)

Komponen MOSFET dengan kemampuan VDSS (drain-source voltage) 40 V bisa diharapkan untuk menangani level tegangan ini. Dengan catatan bisanya parameter di datasheet diukur dalam kondisi operasi 25 °C. 

Yang kedua, sebagai berikut adalah perhitungan nilai arus yang harus mampu ditangani oleh sakelar. Persamaan yang dipakai adalah persamaan yang dimodifikasi dari persamaan untuk mencari nilai IOUTmax yang dikutip di artikel ini.

\(\LARGE I_{OUT}\,max = \left( I_{LIM}\,min – \frac{I_{RIPPLE}}{2} \right) \times \frac{V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}}{V_{OUT}}\)

Sebagai contoh, persamaan di atas dapat disusun ulang dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah dengan menggunakan penyusunan per blok. Perubahan pertama adalah sebagai berikut:

\(\LARGE \frac {I_{OUT}\,max }{ \left( \frac{ V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}}{V_{OUT}} \right) } = \left( I_{LIM}\,min – \frac{I_{RIPPLE}}{2} \right)\)

Perubahan kedua:

\(\LARGE \frac {I_{OUT}\,max }{ \left( \frac{ V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}}{V_{OUT}} \right) } + \frac{I_{RIPPLE}}{2} = I_{LIM}\,min\)

Perubahan ketiga:

\(\LARGE I_{LIM}\,min = \left( I_{OUT}\,max \times \frac {V_{OUT}} {V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}} \right) + \frac{I_{RIPPLE}}{2}\)

Perubahan terakhir untuk mengakomodasi VD:

\(\LARGE I_{LIM}\,min = \left( I_{OUT}\,max \times \frac {V_{OUT} + V_D} {V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}} \right) + \frac{I_{RIPPLE}}{2}\)

Perhitungan dengan VD:

\(\LARGE I_{LIM}\,min = \left( 4 \times \frac {5 + 0.7} {9 \times 0.5601 \times 1} \right)+ \frac{0.9950604}{2}\) \(\LARGE I_{LIM}\,min = 4.52300184 + 0.4975302 = 5.02053204\)

Berdasarkan perhitungan di atas, sakelar yang akan dipakai harus mampu menangani arus setidaknya sebesar 5.02 A.

Gambar 30. Simulasi arus di MOSFET menggunakan PSD.

Hasil perhitungan manual (dengan efisiensi 100%) di atas cocok dengan simulasi PSD yang menggunakan model ideal. Tetapi perhatikan Gambar 31 berikut ini. Lebih sering daripada tidak, nilai efisiensi ηEST tidak cocok diisi 100%, umumnya diisi setidaknya dengan 80%.

Gambar 31. Simulasi arus MOSFET di flyback converter power stage.

Gambar 31 adalah hasil simulasi arus penyakelaran di model sakelar ideal dengan rangkaian yang sama seperti di Gambar 29. Di Penanda 1 terbaca arus di posisi kursor bernilai 4.82 A. Sekalipun ini belum tentu adalah arus maksimum setelah lewat masa startup transient, nilainya tidak akan jauh berbeda. Tetapi lihatlah Penanda 2, di power stage yang tentu saja open-loop untuk sebuah flyback converter, kemungkinan adanya overshoot seperti ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Hal yang berbeda untuk flyback converter yang di dalamnya telah terdapat IC regulator. IC komersial yang baik akan mengatur agar saat startup dan shutdown, tegangan dan arus di sistem tetap terkendali dalam batas aman.

Jika kurva di Penanda 2 diperbesar seperti di pane di atasnya, maka bentuk gelombang akan lebih jelas, berikut batas-batasnya. Agar proporsional, tetap perlu diingat bahwa overshoot di Gambar 31 terjadi dalam rentang waktu yang sangat singkat. Meskipun begitu untuk meminimalkan risiko, lebih baik mencari transistor yang mampu mengendalikan nilai arus yang cukup besar. Misalnya MOSFET IRLB3034pbf memiliki rating ID / Continuous Drain Current (arus drain) sebesar 195 A saat bekerja dengan suhu case 25 °C.

Sebagai pembanding, berikut adalah test report untuk sistem fisik konverter yang telah dilengkapi dengan IC regulator. Dapat dilihat bahwa meskipun tegangan input masuk dalam bentuk step (diukur dalam 2 ms/div) tetapi tegangan output tidak mengalami overshoot. Bandingkan dengan rangkaian power stage yang overshoot-nya terdeteksi sampai ke output.

Gambar 32. Contoh laporan pengujian startup dari flyback converter.

Gambar 33. Contoh laporan pengujian MOSFET dari flyback converter.

 

Perhitungan (7): Perhitungan rating flyback transformer (konfigurasi alternatif 2)

Nilai RMS untuk komponen flyback transformer juga perlu diperhatikan, karena akan berkaitan dengan nilai disipasi daya (link).

Sebelum menghitung arus RMS, akan dihitung terlebih dahulu nilai arus puncak pada sisi primer. Persamaan yang dipergunakan sama seperti salah satu persamaan sebelumnya, hanya saja peruntukan dan notasinya yang berbeda. Persamaan sebelumnya:

\(\LARGE I_{LIM}\,min = \left( I_{OUT}\,max \times \frac {V_{OUT} + V_D} {V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}} \right) + \frac{I_{RIPPLE}}{2}\)

Nilai yang dicari saat ini adalah IPRI peak:

\(\LARGE I_{PRI}\,peak = I_{LIM}\,min\)

Sehingga:

\(\LARGE I_{PRI}\,peak = \left( I_{OUT}\,max \times \frac {V_{OUT} + V_D} {V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}} \right) + \frac{I_{RIPPLE}}{2}\)

Jika nilai efisiensi  ηEST yang dipakai adalah 100%:

\(\LARGE I_{PRI}\,peak = \left( 4 \times \frac {5 + 0.7} {9 \times 0.5601 \times 1} \right)+ \frac{0.9950604}{2}\approx 5.02\)

Arus yang sama yang melewati drain di MOSFET juga melewati kumparan fisik sisi primer dari flyback transformer (yang sebenarnya magnetizing inductance), yaitu 5.02 A (jika dianggap 100% efisien).

Gambar 34. Positive triangular waveforms with offset [sumber].

 

\(\LARGE I_{PRI}\,min = I_{PRI}\,max – I_{RIPPLE} = I_{PRI}\,peak – I_{RIPPLE}\) \(\LARGE I_{PRI}\,min = 5.02 – 0.9950604 = 4.0249396\)

IPRI min ≈ 4.03 A

Terdapat beberapa turunan persamaan yang berbeda untuk menghitung nilai RMS, sekalipun intinya akan sama saja. Dimulai dari persamaan seperti di Gambar 34, nilai IPRIrms dapat dihitung sebagai berikut:

\(\LARGE I_{PRI}\,rms = \sqrt{ \frac { (0.5601 \times 5\,\mu)+0}{5\,\mu} \cdot \left( (4.03 \times 5.02) + \frac{(5.02-4.03)^{2}}{3} \right ) }\)

IPRI rms ≈ 3.39 A

\(\LARGE I_{PRI}\,avg= \left( \frac{4.03+5.02}{2}\right) \cdot \left(\frac{(0.5601\times5\,\mu)+0}{5\,\mu} \right )\) \(\LARGE I_{PRI}\,avg= 2.5344525 \;\textrm A\)

IPRI avg ≈ 2.53 A

\(\LARGE I_{PRI}\,ac= \sqrt{3.39^2 – 2.53^2} = 2.25636876\)

IPRI ac ≈ 2.26 A

 

Persamaan lain yang bisa dipakai untuk mencari nilai arus RMS didapat dari sumber di link ini, contoh:

\(\LARGE I_{PRI}\,rms = \sqrt{D \times \left(\left( \frac{V_{OUT}\times I_{OUT}}{V_{IN}\times D} \right )^2+\frac{(I_{RIPPLE})^2}{3} \right ) }\) \(\LARGE I_{PRI}\,rms = \sqrt{0.56005279 \times \left(\left( \frac{5\times 4}{9\times 0.56005279 } \right )^2+\frac{(0.9950604)^2}{3} \right ) }\)

IPRI rms = 3.41234256 ≈ 3.41 A

Nilai hasil perhitungan ini berbeda bila dibandingkan dengan hasil perhitungan sebelumnya dengan persamaan lain. Ini adalah contoh kasus adanya selisih perhitungan untuk persamaan yang diatur ulang, dikarenakan pembulatan. Jika nilai IOUT diubah menjadi 3.97741585 A, maka hasil perhitungan arus primer rms akan menjadi:

\(\LARGE I_{PRI}\,rms = \sqrt{0.56005279 \times \left(\left( \frac{5\times 3.97741585}{9\times 0.56005279 } \right )^2+\frac{(0.9950604)^2}{3} \right ) }\)

IPRI rms = 3.39338304 ≈ 3.39 A

Di perancangan elektronika selisih 1 mV atau 1 mA memang bisa menjadi masalah. Tetapi secara proporsional kita perlu tetap melihat ‘kasus-per-kasus’, karena kadang-kadang selisih nilai masih masuk dalam toleransi. Juga karena pendekatan ‘good enough’ sering sudah cukup untuk menyelesaikan masalah. Semua hasil perhitungan di atas dapat dibandingkan dengan perhitungan oleh PSD di Gambar 35.

Gambar 35. Hasil simulasi sisi primer trafo.

Untuk sisi sekunder, nilai-nilai untuk arus juga bisa didapat dihitung sebagai berikut.

Karena power stage ini dirancang untuk mode operasi CCM, maka persamaan untuk perbandingan arus dan tegangan sisi primer dengan sisi sekunder masih berlaku. 

\(\LARGE I_{SEC}\,min= I_{PRI}\,min \times \frac{n_p}{n_s}\) \(\LARGE I_{SEC}\,min= 4.0249396 \,\textrm A \times \frac{2.01}{1} = 8.0901286 \,\textrm A\)

ISEC min ≈ 8.09 A

\(\LARGE I_{SEC}\,max= (I_{PRI}\,max + I_{RIPPLE}) \times \frac{n_p}{n_s}\) \(\LARGE I_{SEC}\,max= (4.0249396 \,\textrm A + 0.9950604 \,\textrm A) \times \frac{2.01}{1}=10.0902 \,\textrm A\)

ISEC max ≈ 10.09 A

Ada persamaan lain yang juga bisa dipakai untuk menghitung parameter yang sama. Untuk mempersingkat penulisan, variabel VO di dua persamaan berikut sebenarnya adalah VO+VD , sehingga ditulis sebagai berikut :

\(\LARGE I_{L}\,min=\left( I_O \times \left(1+\frac{n \times V_o}{V_{IN}} \right ) \right )- \left(\left(\frac{V_{IN}\times T}{2 \times n \times L} \right) \times \left( \frac{ n \times V_o}{V_{IN}+(n \times V_O)} \right) \right )\)

ISEC min ≈ 8.09 A

\(\LARGE I_{L}\,max=\left( I_O \times \left(1+\frac{n \times V_o}{V_{IN}} \right ) \right )+ \left(\left(\frac{V_{IN}\times T}{2 \times n \times L} \right) \times \left( \frac{ n \times V_o}{V_{IN}+(n \times V_O)} \right) \right )\)

ISEC max ≈ 10.09 A

\(\LARGE I_{SEC}\,rms = \sqrt{ \frac { ((1-0.5601) \times 5\,\mu)+0}{5\,\mu} \cdot \left( (8.09 \times 10.09) + \frac{(10.09-8.09)^{2}}{3} \right ) }\) \(\LARGE I_{SEC}\,rms = 6.0410872\)

ISEC rms ≈ 6.04 A

Persamaan lain yang bisa dipakai untuk mencari nilai arus RMS trafo sisi sekunder didapat dari sumber di link ini, contoh:

\(\LARGE I_{SEC}\,rms= \sqrt{\frac{(1-D)}{3} \times \left( \left( 3\cdot \left(\frac{I_{OUT}}{1-D}\right)^2\right)+ \frac{(I_{RIPPLE} \times \textrm {Np2s})^2}{4} \right )}\) \(\LARGE I_{SEC}\,rms= \sqrt{\frac{(1-0.5601)}{3} \times \left( \left( 3\cdot \left(\frac{4}{1-0.5601}\right)^2\right)+ \frac{(0.9950604 \times \textrm {2.01})^2}{4} \right )}\)

ISEC rms = 6.04305771 A ≈ 6.04 A

Perhitungan untuk average dan ac sisi sekunder dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan sisi primer.

Saya tidak menyarankan untuk melakukan perhitungan ISEC rms dengan menggunakan Persamaan (13) di Gambar 12 di halaman (link), sampai nanti didapatkan penjelasan yang memadai. Jika dikehendki silakan dicoba dan dibandingkan hasilnya.

Kesemua hasil perhitungan manual untuk sisi sekunder trafo bisa dibandingkan dengan perhitungan oleh PSD. Ada banyak contoh serupa ini di berbagai dokumen sejenis application note, dapat coba dicari dengan tambahan kata-kata kunci ‘transformer design’

Gambar 36. Hasil simulasi LTspice.

Detail hasil simulasi di Gambar 36, bisa dibandingkan dengan hasil perhitungan manual dan hasil perhitungan / simulasi PSD.

Perhitungan (8): Nilai kritis CCM ke DCM, (konfigurasi alternatif 2)

Contoh rangkaian power stage yang dihitung di halaman ini dirancang untuk bekerja di mode CCM. Namun demikian seperti banyak hal lain dalam rancangan, selalu ada prasyarat agar kondisi terpenuhi. Berdasarkan definisi, jika arus induktor (yang untuk flyback transformer ada di sisi primer) sempat turun sampai 0 A maka kondisi berubah dari mode CCM ke DCM. Untuk flyback converter topology, ini sedikit pelik  dan perlu tambahan penjelasan. Yang dimaksud sebenarnya bukanlah arus sisi primer trafo yang disakelar oleh switch (seperti MOSFET). Tetapi adalah magnetizing current yang kadang-kadang istilahnya memang dipertukarkan dengan arus sisi primer trafo

\(\LARGE I_{OUT}\,crit = \frac{V_{IN}^2 \times D_{CCM}^2}{2 \times L_{PRI} \times f_{SW} \times V_{OUT}}\) \(\LARGE I_{OUT}\,crit = \frac{V_{IN}^2 \times D_{CCM}^2}{2 \times L_{PRI} \times f_{SW} \times (V_{OUT}+V_D)}\)

LPRI = LM

\(\LARGE I_{OUT}\,crit = \frac{9^2 \times 0.5601^2}{2 \times 25.32\,\mu \times 200000 \times (5+0.7)}=0.44016\)

IOUT critical = 0.44016 A ≈ 0.44 A

Arus yang lebih mudah untuk diukur dan dilihat, adalah arus trafo sisi primer yang juga arus sakelar (MOSFET)  seperti di Gambar 37. Dalam bahasa informal kurva arus ini dapat digambarkan memiliki tiga sisi; sisi sebelah kiri, sisi sebelah kanan, dan sisi bagian atas yang berbentuk diagonal (slope/ramp).  Ini bisa disebut sebagai positive triangular waveform with offset, sebagaimana di Texas Instruments literature. Sisi sebelah kiri disebut minimum primary current, sisi sebelah kanan disebut maximum primary current. Sisi sebelah atas yang berupa positive slope / positive ramp, disebut sebagai increasing current (kebalikannya adalah decreasing current seperti di sisi sekunder trafo). 

Dalam mode operasi CCM, nilai minimum primary current di trafo sisi primer ini tidak pernah turun sampai nol ampere. Untuk pembandingan visual, lihat Gambar 37.  Gelombang dengan warna kuning adalah arus sisi primer trafo yang merupakan arus saat arus keluaran merupakan arus terbesar dari ketiga arus uji.

\(\LARGE I_{PRI}\,min=\left( \frac{(V_{OUT}+V_D)\cdot I_{OUT}} {V_{IN}\cdot f_{SW}\cdot t_{ON}} \right)-\left(\frac{1}{2}\cdot I_{RIPPLE} \right )\)

Persamaan ini serupa dengan persamaan sebelumnya, 

\(\LARGE I_{PRI}\,peak = \left( I_{OUT}\,max \times \frac {V_{OUT} + V_D} {V_{IN}\,min\times D\,max \times \eta _{EST}} \right) + \frac{I_{RIPPLE}}{2}\)

Contoh perhitungan:

\(\LARGE I_{PRI}\,min=\left( \frac{(5+0.7)\cdot 4} {9\cdot 200E3 \cdot 2.80E-6} \right)-\left(\frac{1}{2}\cdot 0.9950604 \right )\) \(\LARGE I_{PRI}\,min= 4.02627932 \approx 4.03 \,\textrm A\)

Penyusunan ulang persamaan:

\(\LARGE I_{OUT}\,crit=\frac{(I_{PRI}+(\frac{1}{2}\cdot I_{RIPPLE}))\cdot V_{IN}\cdot D} {V_{OUT}+V_D}\) \(\LARGE I_{OUT}\,crit=\frac{(I_{PRI}+(\frac{1}{2}\cdot I_{RIPPLE}))\cdot V_{IN}\cdot f_{SW}\cdot t_{ON}} {V_{OUT}+V_D}\) \(\LARGE I_{OUT}\,crit=\frac{(4.02627932+(\frac{1}{2}\cdot 0.9950604))\cdot 9\cdot 200E3\cdot 2.80E-6} {5+0.7}=4\)

Jika nilai IPRI turun sampai 0 A, dapat dicari nilai IOUT critical:

\(\LARGE I_{OUT}\,crit=\frac{(0.00+(\frac{1}{2}\cdot 0.9950604))\cdot 9\cdot 200E3\cdot 2.80E-6} {5+0.7}=0.43992144\)

Nilai yang didapat akan sama dengan nilai perhitungan sebelumnya dengan persamaan lain

IOUT critical = 0.439921446 A ≈ 0.44 A

Jadi Gambar 37 dan Gambar 38 menunjukkan ciri perbedaan secara visual antara gelombang arus sisi primer trafo saat beroperasi dalam mode CCM dengan saat beroperasi dalam mode DCM. Perbedaan itu berasal dari fenomena yang dapat ditunjukkan dengan operasi perhitungan seperti yang telah dilakukan. Suatu flyback converter akan berubah dari mode operasi CCM ke DCM bila nilai minimum primary current = IPRI = 0 A. Jika parameter operasi lain diketahui maka nilai arus keluaran (IOUTcrit) saat minimum primary current = 0 A juga dapat dihitung. Dengan begitu jika nilai tegangan masukan, IRIPPLEduty cycle (frekuensi operasi dan tON), VOUT tidak berubah, operasi dalam mode DCM bisa dihindari dengan mencegah penurunan arus beban sampai mendekatan IOUTcrit.

Gambar 37. Simulasi stepping nilai arus keluaran.

Gambar 37 adalah hasil simulasi pengaruh nilai arus output terhadap arus induktor di sisi primer flyback transformer. Ini adalah salah satu contoh hubungan korelasi dan kausalitas yang menjadi dasar dari engineering & technology. Perubahan besaran arus keluaran (misalnya karena perubaham impedansi beban) berpengaruh terhadap nilai arus di sisi primer trafo (yang dimaksud sebenarnya adalah induktor LM) yang bisa mengakibatkan perubahan mode operasi suatu flyback converter. Konverter ini dirancang untuk mengalirkan arus sebesar 4 A dengan tegangan 5 V ke beban.

Di Gambar 37 nilai arus keluaran yang turun sampai 0.6 A masih dapat menunjukkan kurva arus sisi primer trafo (juga arus MOSFET) dengan ciri mode operasi CCM. Tetapi untuk nilai batas arus kritis, diperlukan zoom-in agar ciri gelombang arus CCM dan DCM dapat lebih terlihat jelas seperti di Gambar 38.

Gambar 38. Batas arus keluaran kritis, peralihan CCM ke DCM.

Gambar 39. CCM-kritis-DCM.

The average current through a capacitor is zero and, likewise, the average voltage across an inductor is zero.

9: Capacitors and Inductors

Perhatikan persamaan-persamaan berikut, dan lihat polanya:

\(\LARGE L_{crit}=\frac{n^2 \cdot (1-D)^2 \cdot R \cdot T}{2}\) \(\LARGE L_{crit}=\frac{(1-D)^2 \cdot R}{2 \cdot f} \times \left(\frac{Np}{Ns} \right)^2\)

Dua persamaan di atas adalah persamaan yang memfasilitasi pencarian nilai L kritis sisi primer trafo untuk menjamin bahwa dengan variabel parameter yang dimasukkan, konverter akan tetap berada di mode operasi CCM. Jika nilai L di sisi primer (yang juga adalah LM) yang dipakai ternyata di bawah nilai yang direkomendasikan, maka akan berisiko untuk masuk ke mode DCM.

\(\LARGE L_{PRI} = \frac {V_{IN}\,max \times Dmin}{I_{RIPPLE} \times f_{SW}}\) \(\LARGE L_{PRI} = L_M=\frac{V_{IN}\cdot D \cdot T}{\Delta i_{L_m}} = \frac {V_{IN}\,max \times Dmin}{I_{RIPPLE} \times f_{SW}}\)

Di beberapa sumber, kita juga akan menemui persamaan seperti dua persamaan di atas yang dipergunakan untuk mencari nilai induktansi. Keempatnya sebenarnya sebanding, sesuai peruntukan.

Dari keempat persamaan di atas, bisa disusun ulang untuk mencari nilai beban R kritis. Berdasarkan Hukum Ohm, dengan pengetahuan tentang nilai tegangan dan arus, dapat dicari nilai resistansi. Begitu pun nilai batas arus dapat diperkirakan berdasarkan tegangan dan nilai resistor.

\(\LARGE R = \frac{2 \times V_{IN} \times D}{n^2 \times (1-D)^2}\) \(\LARGE R = \frac{2 \times 9 \times 0.5601}{2.01^2 \times (1-0.5601)^2} \approx 12.90\)

Sebagai contoh, untuk D=56.01% maka nilai resistansi kritis adalah 12.9 Ω, jika lebih besar dari itu maka nilai arus keluaran akan mengecil dan berisiko menyebabkan berpindahnya dari mode operasi CCM ke mode DCM. Tetapi perlu diingat ini hanyalah estimasi saja, untuk simulasi, nilai R bisa berselisih antara 2 Ω sampai 3 Ω dari hasil perhitungan.

Keempat persamaan itu juga bisa dipilah dan dipilih untuk diatur ulang dalam upaya mencoba mencari estimasi nilai Dkritis dengan tahapan sebagai berikut:

\(\LARGE \frac {(1-D)^2}{D}= \frac {2 \times V_{IN}}{n^2 \times R}\) \(\LARGE k = \frac {2 \times V_{IN}}{n^2 \times R}\) \(\LARGE D= \frac {2+k- \sqrt{k^2+(4\cdot k)}}{2}\)

Sebagai contoh, rangkaian flyback converter ini dibuat dengan target sasaran nilai keluaran 5 V dengan arus 4 A. Dari kedua parameter itu dapat dihitung beban resistif sebagai uji coba, yaitu 1.25 Ω. Pertanyaannya dengan beban resistif sebesar ini, berapakah nilai duty cycle kritisnya? Dengan perhitungan berikut yang menggunakan persamaan di atas didapat hasil sekitar 18.59%. Sebagaimana disebutkan di banyak application note, nilai semacam ini hanyalah estimasi saja. Bahkan untuk simulasi, anda perlu memberi toleransi antara 2% sampai 3% dari D hasil perhitungan.

Untuk mencegah potensi kebingunan, berikut ini ada satu contoh yang menunjukkan perbedaan filosofi dua simulator dan dampaknya bagi pengguna. Yang pertama PSD, ini biasanya dipakai sebagai go-to simulator untuk power stage karena mudah dan cepat. Tetapi perlu diwaspadai cara kerjanya karena akan berbeda jika dilakukan simulasi yang menggunakan model SPICE komponen fisik, atau terlebih lagi saat nantinya benar-benar menggunakan komponen fisik.

Gambar 40. Perhitungan nilai resistor beban.

Level tegangan keluaran di simulasi PSD diatur konstan meskipun nilai duty cycle dan arus keluaran berubah, seperti di Gambar 40. Cara ini berbeda dengan simulator rangkaian yang lain. Mengikuti hasil dari PSD kalau dipergunakan nilai tegangan sebesar 5 V dan arus sebesar 0.71 A, maka akan diperoleh nilai R beban sebesar 7.04 Ohm.

Gambar 41. Pengaruh kenaikan nilai resistansi.

Gambar 41 menunjukkan pengaruh perubahan nilai resistansi pada hasil simulasi dengan LTspice. Sebagaimana sebuah power stage yang open-loop, nilai tegangan keluaran V(out) tentu tidak dapat dipertahankan konstan jika parameter rangkaian berubah.

Gambar 42. Percobaan simulasi D kritis.

Gambar 42 adalah contoh hasil simulasi untuk mencoba persamaan yang telah diturunkan sebelumnya. Nilai R tetap memakai 7.04 Ohm, tetapi nilai D diturunkan mendekati nilai kritisnya. Sengaja masih saya beri nilai 47% agar ciri peralihan masih dapat terlihat jika dilakukan pembesaran gambar, seperti di Gambar 42.

Persamaan berikut ini juga dapat dipakai untuk melihat korelasi antar parameter konverter. Tetapi perlu hati-hati untuk mempergunakannya karena bisa anda perhatikan bahwa nilai terbesar duty cycle adalah 1 (100%). Persamaan ini bisa dipakai untuk memeriksa balik hasil perhitungan dengan persamaan untuk mencari IOUT critical sebelumnya. Gunakan IOUT = IOUT critical = 0.44016 A ≈ 0.44 A .

\(\LARGE D_{DCM}=\sqrt{\frac{2 \times I_{OUT} \times f_{SW} \times L_{PRI} \times (V_{OUT}+V_D) }{(V_{IN}\,min)^2} }\)

Perhitungan (9): Diode, (konfigurasi alternatif 2)

Diode yang dipakai di sistem utama (power stage) harus mampu mengakomodasi dua hal, tegangan breakdown dan disipasi daya.

\(\LARGE V_{BR} = V_{OUT} + (V_{IN}\, max \times \textrm {Np2s})\) \(\LARGE V_{BR} = 5+(9\times2.01)=23.09\) \(\LARGE P_D = I_{OUT} \times V_D = 4 \,\textrm A \times 0.7 \,\textrm V = 2.8 \,\textrm W\)

Minimal diode Schottky yang akan dipakai mampu menahan tegangan balik sekitar 23.09 V dan melakukan disipasi daya 28 Watt.

Perhitungan (10): Output capacitor, (konfigurasi alternatif 2)

Menurut laporan hasil pengujian alat konverter di Gambar 16, untuk masukan sebesar 9 V nilai riak arus adalah sedikit di atas 50 mV, nilai riak yang sama yang coba dicapai di sini. Lihatlah juga Gambar 13 untuk skema rangkaian rancangan asli sistem. 

\(\LARGE C_{OUT}> \frac{I_{OUT} \times D\,max}{V_{RIPPLE}\times f_{SW}}= \frac{4 \times 0.5601}{51E-3 \times 200E3} \approx 219.65\,\mu \textrm F\) \(\LARGE ESR<\frac{V_{RIPPLE}\times(1-D\,max)}{I_{OUT}}=\frac{51E-3\times(1-0.5601)}{4}\approx 5.61\,m\Omega\)

Umumnya untuk mendapatkan nilai yang memadai, komponen kapasitor di sisi output biasanya dirangkai paralel dengan menggunakan beberapa kapasitor dari jenis yang berbeda. Mengingat masing-masing jenis kapasitor memiliki keunggulan masing-masing, misalnya untuk filtering frekuensi tinggi atau yang efektif untuk meratakan tegangan karena umumnya memiliki kapasitas besar.

Perhitungan (11): Input capacitor, (konfigurasi alternatif 2)

\(\LARGE I_{IN}\,DC= \frac{V_{OUT} \times I_{OUT}}{V_{IN} \times \eta _{EST}}=\frac{5\times4}{9 \times 0.8}\approx 2.78 \,\textrm A\) \(\LARGE C_{IN}>\frac{I_{IN}\,DC}{D\,max \times f_{SW} \times V_{IN}\,ripple\,%max \times V_{IN}\,min}\) \(\LARGE C_{IN}>\frac{2.78}{0.5601 \times 200E3 \times (10%) \times 9} \approx 27.57\,\mu \textrm F\)

Sama halnya dengan kapasitor untuk output, kapasitor untuk input pun seringkali dipasang secara paralel.

Perhitungan (12): IRIPPLE dan LM, (konfigurasi alternatif 1)

Setelah selesai melihat sebagaian besar urutan perhitungan dari sudut pandang perancangan, maka di akhir ini saya kembali ke Perhitungan (1) dan Perhitungan (2) . Setelah membuktikan bagaimana parameter operasi di Gambar 27 diperoleh, sekarang kita coba melakukannya kembali untuk Gambar 26. Nilai duty cycle , tON, tOFF, periode, sudah didapatkan maka tinggal melanjutkan untuk riak arus, magnetizing inductance (Lm=Lp), dan Ls.

Bagian pertama ini dengan menggunakan masukan target riak arus sebesar 22% dan menghitung nilai riak arus dalam ampere.

\(\LARGE I_{RIPPLE}=\textrm{RIP%} \times \frac{V_{OUT} \times I_{OUT}}{V_{IN}\,max \times D_{min}}\) \(\LARGE I_{RIPPLE}=\textrm{RIP%} \times \frac{(V_{OUT}\,+\,V_D) \times I_{OUT}}{V_{IN}\,max \times Dmin}\) \(\LARGE I_{RIPPLE}= 0.22 \times \frac{(5+0.7) \times 4}{9 \times 0.5588} = 0.99737533\)

Didapati bahwa jika D menjadi sebesar 55.88% maka nilai riak arus akan ≈ 0.997 A. Berikutnya dengan nilai ini akan dicari nilai magnetizing inductance (Lm=Lp=LPRI).

\(\LARGE L_{PRI} = \frac {V_{IN}\,max \times Dmin}{I_{RIPPLE} \times f_{SW}}\) \(\LARGE L_{PRI} = \frac {9 \times 0.5588}{0.99737533 \times 200\textrm{E}3} = 25.21217364\approx 25.21\,\mu\)

Nilai induktansi primer yang direkomendasikan adalah 25.21 μH, tetapi perancang rangkaian memilih nilai pembulatan 25.00 μH. Sehingga riak arus dengan nilai induktor ini dapat dihitung ulang: 

\(\LARGE I_{RIPPLE} = \frac {V_{IN}\,max \times Dmin}{L_{PRI} \times f_{SW}}\) \(\LARGE I_{RIPPLE} = \frac {9 \times 0.5588}{25E-6\times 200\textrm{E}3} = 1.00584\approx 1.01\,\textrm A\) \(\LARGE \textrm{RIP%}= I_{RIPPLE} \times \frac{V_{IN}\,max \times Dmin}{(V_{OUT}\,+\,V_D) \times I_{OUT}}\) \(\LARGE \textrm{RIP%}= 1.00584 \times \frac{9 \times 0.5588} {(5+0.7) \times 4} = 22.18671284\textrm % \approx 22.19 \textrm %\)

Nilai riak arus 1 A yang berarti 22.19% sesuai dengan hasil perhitungan/simulasi PSD.

Perhitungan untuk nilai induktansi sisi sekunder trafo dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan untuk trafo yang umum.

\(\LARGE L_{sec} = \left(\frac{N_s}{N_p}\right)^2 \times L_{pri}\) \(\LARGE L_{sec} = \left(\frac{1}{2}\right)^2 \times 25\,\mu \textrm H = 6.25 \,\mu \textrm H\)

Nilai ini sama dengan hasil perhitungan PSD.

 

Demikian artikel yang memaparkan simulasi rangkaian untuk topologi flyback converter yang masih berupa power stage. Perkecualian adalah bagian paling awal yang meunjukkan bagaimana simulasi terhadap power stage flyback converter yang telah dilengkapi IC regulator sehingga sudah berubah dari open-loop menjadi closed-loop.

Di lain waktu akan dicoba disampaikan simulasi lain untuk sistem yang sudah menggunakan IC regulator/controller. Sementara itu, artikel lain bisa dibaca di halaman ini.

Mari sama-sama menjaga semangat belajar untuk diri sendiri dan untuk Indonesia yang lebih baik. Tampaknya seperti sudah menjadi hukum alam bahwa bangsa dan negara-negara yang terus menerus meningkatkan kemampuan untuk mengelola alam lah yang bisa lebih makmur bahkan daripada negara yang memiliki cadangan kekayaan alam itu sendiri.

Semangat! 

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆

Simulasi boost converter

[ [ images & links ] ]

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

 

PSD Tool 4.o

Gambar 1. Rancangan awal dengan PSD.

Gambar 2. Penyederhanaan rancangan.

Gambar 1 adalah rancangan awal, parameter yang sesungguhnya hendak dicapai. Rancangan itu kemudian disederhakan seperti di Gambar 2, dengan perubahan hanya pada nilai tegangan masukan saja. Rancangan ini akan menjadi baseline untuk kemungkinan perubahan parameter lainnya.

Sebagai latihan untuk lebih memahami tentang boost converter di artikel ini akan coba disampaikan sejak dari tahapan rancangan, simulasi open-loop boost converter, dan simulasi closed-loop boost converter. Di artikel lain akan diberikan contoh konverter komersial yang banyak di jual di ‘pasaran’ saat ini, tetapi yang masih belum memiliki model untuk disimulasikan. Untuk itu nantinya hanya akan berdasarkan datasheet dan (jika ada) review dari pengguna lain.

Bagi mahasiswa, sekalipun nantinya tidak akan melakukan perancangan sendiri sistem boost converter, tetap akan mendapat manfaat jika mempelajari ini dengan baik dan benar. Sistem boost converter komersial sudah cukup banyak yang dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Tetapi untuk dapat memahami cara kerjanya, perlu memahami terlebih dahulu rangkaian dasarnya. Dengan begitu, jika dipelajari dengan baik minimal akan dapat menentukan apakah suatu sistem sedang bekerja dengan baik atau tidak. Kemudian, pelajaran semacam ini juga berperan baik untuk dapat mengantarkan mahasiswa selayaknya sebagai lulusan pendidikan KKNI level 5 atau level 6.

Di tingkat pendidikan tinggi, higher-oder thinking skills (HOTS) diutamakan untuk dikuasai. Hal itulah yang membedakannya dari jenjang pendidikan sebelumnya dan menjadi justifikasi pembiayaan rutin yang diterimanya. Termasuk untuk jenjang pendidikan tinggi vokasi seperti politeknik. Perbedaan antara pendidikan tinggi akademik dan vokasi di Indonesia adalah bahwa pendidikan tinggi vokasi tidak diselenggarakan untuk menemukan teori-teori baru dalam sains. Politeknik tidak didorong untuk menemukan hal-hal yang sama sekali baru di dunia internasional (meskipun tentu tidak dilarang). 

Pendidikan tinggi vokasi seperti politeknik didorong untuk dapat menerapkan sains dan teknologi dalam kerekayasaan. Ini bukanlah perkara yang mudah, karena justru artinya perlu pemahaman yang cukup dari ‘hulu sampai hilir’. Terutama saat ini, saat sebagian besar kegiatan vokasional sudah berdasarkan sains, tidak lagi semata-mata trial-and-error. Untuk dapat mewujudkan sesuatu dalam rangka problem solving perlu pemahaman dasar landasan teori yang baik. Untuk memahami lebih jauh tentang hal ini bisa dicari informasi mengenai taksonomi Bloom (Benjamin Bloom, David Krathwohl, Lorin Anderson).  

Pengembangan kemampuan (dan kemauan) dalam literasi menjadi sangat penting. Mahasiswa perlu didorong untuk mau membaca dan belajar dari sumber multimedia lainnya. Dengan cara itu setiap generasi bisa belajar dari pengalaman sesamanya dan juga pengalaman generasi sebelumnya. Begitulah cara sains, rekayasa, dan teknologi dikembangkan. Dengan cara itu para alumnus diharapkan mampu mengembangkan cara abstraksi untuk hal-hal riil yang ditanganinya. Terutama saat didengungkan industrial revolution 4.0 and society 5.0. Kalau tidak hati-hati maka Indonesia akan tertinggal lagi di belakang negara-negara lain yang sudah memasukinya

 

Sistem boost converter bukanlah topologi yang benar-benar baru. Ini adalah salah satu tipe dasar dari dc-dc converter. Melalui pelajaran seperti ini mahasiswa dapat difasilitasi dan dimotivasi untuk secara mandiri melakukan proses belajar. Ada banyak sumber belajar, artikel ini hanya berupaya memfasilitas dan memandu sebagai penunjuk arah sebagai pagar. Masing-masing perguruan tinggi dan pengampu memiliki titik fokus dan kedalaman yang berbeda, silakan dimanfaatkan dan disesuaikan. 

Sumber belajar termasuk persamaan mengenai boost converter dapat ditemui di banyak sumber. Misalnya untuk textbook bisa ditemui di:

  1. D. W. Hart, Power electronics, 1st ed. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2010.
  2. P. T. Krein, Elements of power electronics. New York, NY: Oxford University Press, 1997.
  3. W. P. Robbins, T. M. Undeland, and N. Mohan, Power electronics: Converters, applications, and design, 3rd ed. United States: John Wiley and Sons (WIE), 2002.
  4. M. H. Rashid, Ed., Power Electronics Handbook, Fourth Edition, 4 edition. Butterworth-Heinemann, 2017.
  5. I. Batarseh and A. Harb, Power Electronics: Circuit Analysis and Design, 2nd ed. 2018 edition. Springer, 2017.

Terdapat lebih banyak lagi sumber informasi untuk belajar selain dari textbook. Seperti yang sudah sering saya utarakan, perusahaan-perusahaan pembuat komponen / alat / sistem elektronika cukup banyak yang memberikan berbagai informasi, bahkan dalam bentuk tutorial. Hampir di setiap halaman website tentang satu komponen regulator/controller konverter terdapat banyak tautan ke sejumlah dokumen lain yang dapat dipakai untuk belajar. Semua dokumen itu biasanya bebas pakai, gratis.

Berikut ini ada beberapa dokumen yang menurut saya bagus sebagai dasar belajar boost converter. Beberapa dokumen memang memberikan detail informasi yang banyak dan berlebih untuk kepentingan awal belajar. Karena itu perlu untuk disadari benar sejak awal tentang informasi apa yang sebenarnya diperlukan. Jika terdapat kesulitan mengenai bahasa pengantar, dapat memulai dengan menggunakan bantuan Google Translate atau Bing Microsoft Translator

Gambar 3. Dokumen (link).

Gambar 4. Dokumen (link).

Gambar 5. Dokumen (link).

Gambar 6. Dokumen (link).

Gambar 7. Dokumen (link).

Gambar 8. Dokumen (link).

 

Pembahasan tentang boost converter terdapat di bagian 6.5 THE BOOST CONVERTER, halaman 211, di buku tulisan Daniel W. Hart. Di buku itu D. W. Hart mengambil pendekatan bahasan dengan mengasumsikan bahwa komponen adalah komponen yang ideal. Selain itu rangkaian beroperasi di wilayah CCM (continuous current mode), suatu pendekatan yang saya pergunakan juga di (hampir) semua artikel. Terakhir, tentu saja rangkaian yang dibahas adalah rangkaian tipe open-loop atau yang dikenali juga sebagai power stage (tanpa bagian pengendali dengan umpan balik). Di buku itu juga telah tersedia persamaan-persamaan berikut contoh soalnya.

Di bagian awal bahasan tentang boost converter D. W. Hart menyampaikan tentang hubungan analisis tegangan dan arus di boost converter. Sebagaimana layaknya sebuah analisis yang bertahap secara sistematis, Hart melakukan penyederhanaan dengan menggunakan asumsi awal sebagai berikut:

  1. Terdapat suatu kondisi tunak (steady state). Artinya ada waktu saat rangkaian mencapai konvergensi, tegangan/arus akan mencapai kondisi final (meskipun sebenarnya terdapat riak);
  2. Terdapat periode penyakelaran dengan duty cycle tertentu;
  3. Arus induktor selalu kontinyu (karenanya bernilai positif);
  4. Nilai kapasitor dianggap sangat besar. Kapasitor besar ini mampu untuk menjaga nilai tegangan menjadi konstant di level Vo.
  5. Semua komponen adalah komponen ideal. Aritnya tidak ada unsur parasitik seperti ESR maupun ESL.

Dengan kelima asumsi yang menjadi prinsip dasar tadi, Hart melanjutkan bahasan analisis tegangan dan arus dengan membagi ke dalam dua bagian besar. Bagian pertama membahas tentang kondisi saat sakelar tertutup. Bagian kedua membahas tentang kondisi pada saat terbuka. Setalah didapat pemahaman dasar dengan asumsi kondisi komponen ideal, Hart kemudian melanjutkan bahasan tentang output voltage ripple. Kondisi ideal tegangan keluaran konstan adalah kondisi ideal dengan anggapan bahwa nilai kapasitor ideal adalah sangat besar, bahkan tak terhingga. Pada kenyataannya untuk semua rangkaian/catu daya tersakelar, akan selalu terdapat riak pada tegangan dan arus.

Terakhir, Hart membahas resistansi di komponen induktor dan efeknya pada efisiensi. Sekalipun induktor di awal dapat dianggap ideal, tetapi faktanya induktor seperti juga kapasitor memiliki komponen parasitik.

 

Setelah membandingkan dengan beberapa textbook sebagai acuan standar di pendidikan tinggi, saya melihat bahwa isi materi (informasi) yang ada di dalam sejumlah dokumen dari perusahaan pembuat komponen elektronika, dapat dipakai sebagai bahan belajar. Sumber-sumber ini bebas pakai dan tetap bermanfaat sebagai bahan belajar, bahkan kadang lebih karena sebagian ditujukan untuk para practicing engineer.

Saya mulai dengan dokumen sebagimana di Gambar 3. Di dokumen ini dan beberapa dokumen lain dari perusahaan yang berbeda, terdapat dua bagian formulasi persamaan yang sebenarnya merupakan pengubahan format berdasarkan kepentingan penggunaan. Bagian pertama adalah persamaan-persamaan yang dipakai untuk menjelaskan fenomena. Bagian kedua adalah persamaan yang diubah/disusun sedemikian rupa untuk kepentingan desain/perencanaan.

Gambar 9. [AN1207] Topologi boost converter

Rangkaian boost converter adalah salah satu dari beberapa rangkaian dasar catu daya tersakelar. Berbeda dari buck converter yang berfungsi untuk menurunkan level tegangan, sehingga tegangan keluaran lebih kecil dari tegangan masukan, boost converter berfungsi sebaliknya. Suatu sistem boost converter dipakai jika diperlukan suatu sistem penaik tegangan. Misalnya kita memiliki suatu sistem elektronika yang bekerja dengan level tegangan 12 Vdc. Sementara kita ingin memberi daya dari sebuah cell (battery) lithium 18650 dengan tegangan 4 Vdc. Maka diperlukan suatu sistem step-up DC. Contoh skenario penggunaan lain adalah seperti di Gambar 1 dan Gambar 2.

Suatu boost converter adalah ciri khas dari catu daya tersakelar, dc-dc coverter. Catu daya dengan topologi buck coverter memiliki padanan di sistem satu daya linier, ada jenis-jenis regulator yang dirancang khusus untuk menurunkan tegangan. Sedangkan untuk sistem catu daya boost converter tidak memiliki padanan serupa di sistem catu daya linier (dengan perkecualian voltage doubler circuit). 

Gambar 10. [AN1207] Kondisi sakelar ON (tertutup). 

Komponen MOSFET di Gambar 1 dan Gambar 2 sesungguhnya adalah sebuah sakelar. Hal yang juga sama berlaku bagi BJT, dan IGBT di semua rangkaian utama topologi switchedmode dc-dc converter. Saat sakelar MOSFET Q1 menutup, node di sisi Drain akan dianggap terhubung singkat ke ground. Maka diode dalam kkondisi terbuka, tidak bisa menghantar. Saat awal operasi jika kapasitor dalam keadaan kosong tanpa simpanan energi maka beban resistor akan bernilai nol volt. Tetapi nantinya pada siklus-siklus berikutnya saat kapasitor telah terisi, maka di kondisi MOSFET menutup seperti ini beban akan diberi energi dari simpanan kapasitor. Akan halnya dengan induktor, di Persamaan 46, nilai tegangan di induktor akan sama dengan nilai tegangan masukan (yang dikurangi dengan nilai jatuh tegangan di MOSFET sebagai ketidakidealan).  

Gambar 11. [AN1207] Kondisi sakelar OFF (terbuka). 

Dalam skenario operasi siklus pertama ini, dari kondisi awalan di mana sakelar telah terbuka sangat lama kemudian sakelar menutup seperti di Gambar 10. Energi tersimpan dalam bentuk medan magnet di induktor L1. Kemudian sakelar dibuka seperti kondisi di Gambar 11. Jika dipahami prinsip dasar sifat induktor yang melawan perubahan arus, maka hal itu pun terjadi di kondisi seperti di Gambar 11. Induktor akan ‘berusaha’ tetap mempertahankan level arus dengan cara melakukan konversi energi yang disimpannya di medan magnet. Polaritas induktor akan terbalik di kondisi baru ini. Jika tadinya bisa dibayangkan serupa sebagai resistor ( atau sumber tegangan, jika menggunakan back-emf )maka di kondisi yang sekarang dapat dibayangkan sebagai baterai, keduanya tetap mengacu pada passive sign convention.

Masih pada operasi di Gambar 11, diode yang sebenarnya juga adalah sebuah sakelar (searah) saat ini menutup. Dalam kondisi ini (untuk rangkaian dasar) sumber terhubung langsung dengan beban. Arus dari sumber melewati induktor, melewati diode, lalu memasuki beban. Pada beberapa IC regulator dengan rancangan rangkaian yang lebih kompleks, rangkaian bisa ditambah dengan sakelar aktif yang memisahkan antara sumber dengan beban.

Gambar 12. Mode operasi dari boost converter berdasarkan arus induktor.

Kondisi CCM dan DCM dapat dilihat di Gambar 12. Kurva di kanan atas adalah contoh operasi CCM sedangkan di bawahnya adalah kurva operasi di DCM. Di kiri bawah adalah kondisi kritis peralihan antara CCM dan DCM. Dalam simulasi dengan PSD di Gambar 12, jika nilai induktor tetap maka kondisi CCM/DCM tergantung pada arus yang melewati induktor menuju beban. Secara intuitif mudah diingat bahwa jika arus menuju beban menurun (misalnya karena nilai resistansi beban meningkat) maka arus di induktor juga menurun. Jika melewati batas kritis, maka kondisi operasi beralih dari CCM ke DCM.

Gambar 13. [AN1207] Persamaan tegangan dari arus untuk CCM power stage boost converter.

Untuk persamaan yang dipergunakan untuk keperluan desain, menurut saya dokumen AN1207 dari Microchip ini kurang memadai, karena itu berikut ini mulai beralih ke dokumen SLVA372C (Basic Calculation of a Boost Converter’s Power Stage) dari Texas Instruments. Pengerjaan perhitungan berdasarkan persamaan untuk parameter rancangan di Gambar 2 akan dilakukan kemudian.

Gambar 14. [SLVA372C] Persamaan 14, 15, dan 16.

 

 

Perhitungan (1): \(\large 1-\frac{8.2}{11.6}=0.2931 \) .

Perhitungan (1) adalah perhitungan dengan persamaan (14) untuk input di Gambar 2. Nilainya akan berbeda dengan Perhitungan (2) yang telah memasukkan jatuh tegangan di diode. Hasilnya adalah 0.3333 yang sebanding dengan nilai duty cycle 33.33% oleh PSD.

Perhitungan (2): \(\large 1-\frac{8.2}{11.6+0.7}=0.3333 \) .

Perhitungan (3): Pencarian current ripple.

\(\LARGE\frac{8.2 \times 0.3333 }{85\textrm{E}3 \times 220\textrm{E}-6}=0.1461 \,\textrm{A}\) .

Perhitungan di atas adalah penerapan persamaan (15), riak arus 0.1461 A ≈ 0.15 A. Nilai perhitungan bersesuaian dengan perhitungan (Inductor) Current Ripple di PSD. Nilai induktor 220 μH adalah nilai yang dipilih oleh untuk disimulasikan, bukan nilai induktor minimal yang disarankan oleh PSD. 

Dari dokumen Texas Instruments, slyu036 Power Topologies Handbook, diperoleh persamaan 

\(\LARGE I_{ripple}=\frac{1}{L_1}\cdot V_{in} \cdot t_1\),

t1 adalah waktu saat MOSFET menutup dan arus di induktor meningkat.

\(\LARGE I_{ripple}=\frac{1}{220\textrm{E-6}}\cdot 8.2 \cdot 3.92\textrm{E-6}=0.1461\textrm{A}\)

Dari kedua persamaan ini bisa dibuktikan bahwa t1 adalah t on (sebagaimana terlihat di gambar kurva di slyu036). Diketahui \(\large D=\frac{t_{on}}{T}\). Dari kedua persamaan dari sumber yang berbeda itu, bisa dilihat dengan mudah bahwa:

\(\LARGE \frac{D}{f}=t_1\)

dan D=t1 x f. Sehingga \(\LARGE \frac{t_{on}}{T}=t_1\cdot\frac{1}{T}\).

Perhitungan Iripple cara kedua sedikit lebih ringkas untuk memeriksa perhitungan di PSD.

 

Perhitungan (4): \(\large \frac{0.15}{2} + \frac{0.35}{1-0.3333}=0.5999 \,\textrm{A}\) .

Perhitungan (4) adalah penerapan persamaan (17) untuk mencari ISW yang berdasarkan perhitungan/simulasi PSD adalah 598.08 mA.

 

Sebagaimana Perhitungan (1), untuk mendapatkan hasil yang lebih baik umumnya nilai jatuh tegangan di diode perlu diikutsertakan di setiap perhitungan yang melibatkan tegangan keluaran. Misalnya untuk perhitungan daya dan arus di Perhitungan (6).

Perhitungan (5): \(\large 0.35 \,\textrm{A} \times 11.6 \,\textrm{V} = 4.06 \,\textrm{Watt}\) .

Perhitungan daya keluaran tanpa diode.

Perhitungan (6): \(\large 0.35 \,\textrm{A} \times (11.6 \,\textrm{V} + 0.7 \,\textrm{V}) = 4.305 \,\textrm{Watt}\) .

Perhitungan daya keluaran dengan diode. Nilai jatuh tegangan di diode dipilih 0.7 V, meskipun untuk diode Schottky biasanya nilai yang dipakai adalah 0.5 V.

Perhitungan (7): \(\large  \frac{4.305 \,\textrm{W}}{8.2 \,\textrm{V}} = 0.525\,\textrm{A}\) .

Perhitungan arus masukan/input. Penting untuk diingat bahwa dalam keadaan ideal rata-rata daya yang diberikan oleh sumber adalah sama nilainya dengan rata-rata daya yang diserap oleh beban (dalam contoh beban berupa resistor). Ini tentu saja mengabaikan kondisi tidak ideal, adanya rugi-rugi saat transfer daya. Tetapi prisip ini penting untuk dipahami sebagai landasan untuk kerja komponen dan rangkaian berikutnya.

Perhitungan (8): \(\large  0.525\,\textrm{A} \times 30\textrm{%} = 0.1575 \,\textrm{A} \) .

Perhitungan nilai nilai (inductor) current ripple berdasarkan parameter target Inductor Current Ripple (dalam persen). Dapat dilihat di Gambar 2, bahwa dengan target 30% berarti nilai riak arus di induktor yang dikehendaki adalah 30% dari arus masukan. Untuk contoh ini nilai riak arus induktor adalah 0.1575 A. Di PSD nilai ini dibulatkan menjadi 0.16 A. Nilai ini akan tampil jika anda mengganti nilai induktor menjadi sebesar yang direkomendasikan oleh PSD, dari 220 μH ke 204.17 μH.

 

Perhitungan (9): \(\large \frac{8.2\times((11.6+0.7)-8.2)}{0.1575\times85\textrm{E}3\times(11.6+0.7)}\times1\textrm{E}6=204.17\textrm{μH} \).

Perhitungan dengan menggunakan persamaan (18) untuk mencari nilai induktor. Nilai ini adalah nilai yang disarankan oleh PSD untuk dipergunakan, berdasarkan dari parameter target sasaran riak arus di induktor (dalam persen) yang dimasukkan oleh pengguna. Di PSD pengguna dapat memilih nilai lain untuk dimasukkan di kotak data input. Untuk sebagai contoh, di Gambar 2 induktor yang direncanakan dipakai adalah 220 μH dari saran yang sebesar 204.17 μH. Untuk praktik produksi massal, tindakan ini bisa jadi salah karena akan mungkin menaikkan ongkos produksi. Tetapi dalam praktik di prototyping seringkali nilai yang tersedia lebih besar (atau bahkan lebih kecil) dari yang diperlukan. 

 

Arus rata-rata di induktor adalah sama dengan arus rata-rata masukan. Perhatikan penjelasan untuk Perhitungan (7). Maka, arus minimum dan maksimum untuk induktor dapat dihitung. Perhitungan (7) menghasilkan nilai yang sama untuk nilai rata-rata induktor, yaitu 0.525 A. Perhitungan (8) menghasilkan nilai riak induktor sebesar 0.1575 A. Sesuai namanya, nilai rata-rata adalah separuh dari nilai puncak-ke-puncak (riak) di induktor di boost converter.

Perhitungan (10): \(\large (0.525\,\textrm{A}+\frac{0.1461\,\textrm{A}}{2})\times 1000 = 598.05 \:\textrm{mA}\)

Perhitungan (10) menggunakan persamaan berikut: \(\large I_{max}=I_{L}+\frac{\Delta i_{L}}{2}\).

 

Perhitungan (11):\(\large (0.525\,\textrm{A}-\frac{0.1461\,\textrm{A}}{2})\times 1000 = 451.95 \:\textrm{mA}\)

Perhitungan (11) menggunakan persamaan berikut: \(\large I_{min}=I_{L}-\frac{\Delta i_{L}}{2}\).

Gambar 15. Simulasi PSD untuk riak arus di induktor.

Hasil Perhitungan (10) dan Perhitungan(11) dapat dibandingkan dengan hasil perhitungan/simulasi oleh PSD di Gambar 15.

 

Perhitungan (12): Pencarian batas arus CCM-DCM.

Untuk pelajaran pengenalan tentang dc-dc converter umumnya dipergunakan CCM. Tetapi bagi yang ingin berkhidmat di bidang perancangan sistem konverter maka ada banyak bahan informasi tentang DC yang bisa dicari dengan cara yang sama sebagaimana telah saya tunjukkan di banyak artikel. Untuk saat ini saya hanya hendak menyampaikan ulang pengenalan tentang mode operasi CCM dan DCM, terutama mengenai batas parameter yang mengakibatkan peralihan mode operasi.

Di buku W. P. Robbins, T. M. Undeland, and N. Mohan, Power electronics: Converters, applications, and design, 3rd ed. United States: John Wiley and Sons (WIE), 2002., di sub-bab 7-4-2 (halaman 173) dibahas mengenai kondisi batas (boundary) antara CCM dan DCM. Tetapi di artikel ini saya ingin (kembali) menunjukkan bukti bahwa prinsip informasi tersedia di bergagai sumber itu benar. Untuk bidang-bidang yang telah umum dibahas oleh umat manusia hingga saat ini, selama kita mampu untuk memformulasikan permasalahan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang tepat maka ada harapan besar bagi kita untuk menemukan jawabannya. Tertama sekali benar berlaku untuk bidang kerekayasaan (engineering).

Mari membuka halaman 3-5 di dokumen Under the Hood of a DC/DC Boost Converter dari Texas Instrument. Di sana akan ditemui persamaan seperti screenchot di Gambar 16.

Gambar 16. Persamaan menentukan nilai L untuk menjamin CCM.

Persamaan di Gambar 16 dipakai untuk mencari nilai L minimal yang menjamin operasi tetap di satu mode operasi. Untuk pembuktian/pemeriksaan rangkaian maka persamaan ini bisa dimodifikasi untuk mencari nilai arus keluaran minimum dengan nilai L yang sudah ditetapkan. Perhitungannya sebagai berikut:

\(\LARGE I_{out}=\frac{8.2 \times \frac{1}{85\textrm{E3}}}{2 \times 220\textrm{E-6}}\times0.3333\times(1-0.3333)\times1\textrm{E3}=48.7200\,\textrm{mA}\).

Maka jika parameter rangkaian adalah tetap seperti di Gambar 2 tetapi (karena kondisi beban) nilai arus keluaran turun hingga 48.72 mA (dari desain 350 mA), boost converter berada pada batas kritis peralilhan dari CCM ke DCM. Saat kondisi arus beban sebesar 48.72 mA maka nilai arus masukan (input ≈ induktor) dapat dihitung sebagai berikut:

\(\LARGE I_{input}= (11.6 + 0.7)\times \frac{48.72\textrm{E-3}}{8.2} \times 1\textrm{E3} = 73.08 \,\textrm{mA}\)

Perhitungan manual ini dapat dibandingkan dengan perhitungan/simulasi oleh PSD sebagai berikut:

Gambar 17. Cara pertama untuk membandingkan nilai batas kritis arus beban, CCM ke DCM.

Cara pertama seperti di Gambar 17 adalah cara yang praktis dan cepat. Pengguna hanya perlu memanipulasi slider di tampilan komponen induktor. Tetapi cara ini terganggu oleh resolusi slider yang menjadi masukan simulasi sistem. Cara berikutnya di Gambar 18 ini lebih presisi, tetapi sebagai konsekuensinya pengguna perlu mengubah parameter masukan.

Gambar 18. Cara kedua untuk membandingkan nilai batas kritis arus beban, CCM ke DCM.

Gambar 18 dan Gambar 17 dapat dibandingkan dengan Gambar 12. Untuk contoh ini, pada kondisi arus rata-rata di induktor sama dengan atau lebih kecil dari 73.08 mA maka boost converter berpindah dari mode operasi CCM ke mode operasi DCM.

 

Sebelum mencoba rangkaian dengan simulator lain, berikut ini akan ditunjukkan beberapa kutipan dari beberapa dokumen lain mengenai boost converter. Sebagaimana sering disampaikan bahwa kemampuan untuk membandingkan (sumber) informasi adalah keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh mahasiswa perguruan tinggi vokasi. Karena di jenjang KKNI 5 dan berikutnya itulah kemampuan untuk memilih metode, dan sarana untuk menyelesaikan masalah teknis menjadi syarat kelayakan.

Gambar 19. Screenshot dokumen SLVA797.

Dengan belajar dari beberapa sumber yang berbeda kita bisa belajar mengenali notasi yang berbeda untuk persamaan/rumus yang sebenarnya sama. Kita bisa belajar kedalaman pertimbangan dan bahasan dari masing-masing sumber. Belajar mengenai apa saja titik perhatian/fokus masing-masing pembahasan. Juga belajar mengenai pengalaman orang lain.

Budaya sains adalah budaya tulisan, jauh sebelum era audiovisual. Jika budaya tutur mensyaratkan kehadiran orang-orang di tempat yang sama di zaman dahulu, maka budaya tulisanlah yang membuat sains tersebar dengan lebih luas dan lebih cepat. Sebuah tulisan berupa ‘buku’ dari dedaunan, kulit binatang, atau kertas bisa disalin berulang kali dalam jumlah banyak. Bisa tersebar dengan lebih cepat dan lebih jauh daripada para ilmuwan yang mengembara. Membaca, bahkan hingga saat ini, adalah salah satu bentuk kesediaan kita untuk belajar dari orang lain, belajar dari pengalaman mereka. Cara lain sebagai tambahan adalah dengan menyaksikan tanyangan multimedia (audiovisual). Misalnya terutama untuk hal-hal yang berupa keterampilan motorik / aktivitas fisik / know-how.

 

Di bagian ini akan saya kutipkan bagian boost converter (CCM) dari isi dokumen slyu036 Power Topologies Handbook oleh Texas Instruments. 

Gambar 20. Boost converter (CCM) dari isi dokumen slyu036 Power Topologies Handbook oleh Texas Instruments. 

 

Setelah melakukan simulasi/perhitungan dengan PSD, melakukan perhitungan manual dari panduan persamaan, dan mambaca beberapa dokumen pembanding lain, sekarang akan dilakukan simulasi rangkaian dengan LTspice. Rangkaian boost converter CCM yang akan disimulasikan adalah tipe open loop yang dikenal juga sebagai power stage (tanpa pengendali dengan feedback). Di sini bisa dilihat bahwa LTspice dapat dipergunakan untuk level sistem dengan komponen-komponen idael maupun di level rangkaian elektronika dengan model-model komponen SPICE yang mendekati karakteristik komponen fisiknya.

Gambar 21. Simulasi dengan komponen ideal.

Gambar 21 adalah proof-of-concept awal bahwa rangkaian di Gambar 2 (PSD) dapat disimulasikan di sistem berbasis SPICE. Nilai duty cycle masih sama dengan yang dimasukkan di PSD seperti terlihat di Gambar 2. Sakelar yang dipakai adalah switch yang dapat diatur lebih ideal sebagai sakelar daripada model MOSFET. Begitu pun diode yang dipergunakan adalah model diode ideal D. Kemudian di satu tahap berikutnya ditunjukkan bagaimana diode D diganti dengan diode Schottky 1N5819 di Gambar 22.

Gambar 22. Simulasi dengan diode Scottky 1N5819.

Sakelar di Gambar 22 diganti dengan model  MOSFET (IRLB3034pbf) di Gambar 23. Untuk kemudahan transfer file model mosfet langsung diletakkan di halaman skematik. Saat model sakelar diganti, ternyata seperti yang telah dapat diduga, untuk kerja rangkaian berubah. Nilai tegangan dan arus tidak lagi sebagaimana yang direncanakan dengan PSD seperti terlihat di Gambar 2. Karena itu di Gambar 23, dapat dilihat upaya pertama untuk melakukan koreksi (debugging) sistem. Dicari suatu nilai rentang waktu ON yang sesuai, dengan kata lain dicari nilai duty cycle baru yang sesuai. Caranya adalah dengan melakukan stepping (sweeping) terhadap nilai ton. Rentang yang panjang akan memberikan gambaran yang lebih baik, tetapi dengan resolusi yang sama maka akan memperpanjang waktu simulasi. Karena itu resolusi stepping yang lebih tinggi sebaiknya dipakai untuk jendela simulasi yang lebih sempit, setelah gambaran kasar didapatkan dari rentang simulasi yang lebih panjang.

Gambar 23. Stepping nilai ton.

Gambar 24. Hasil stepping ton.

Gambar 25. Hasil simulasi dengan nilai ton yang baru.

Gambar 25 adalah simulasi dengan menggunakan ton yang baru dari hasil simulasi di Gambar 24. Nilai ini tentu masih akan berubah jika model yang dipergunakan berubah. Begitu pula jika rangkaian ini diwujudkan dengan komponen fisik di sistem fisik. Bahkan sekalipun memang dapat diwujudkan secara fisik, umumnya hanya dipakai untuk keperluan belajar. Sedangkan untuk keperluan yang lebih kompleks atau komersial, dipergunakan sistem yang di dalamnya sudah terdapat IC regulator/controller. Sistem itu sudah merupakan sistem closed loop dan bukan lagi sekadar power stage yang open loop.

Dengan LTspice kita dapat memahami bagaimana detail cara kerja sebuah topologi boost converter. Hubungan (correlation) antara bagian rangkaian yang bersifat causality dapat dengan lebih mudah diperhatikan. Misalnya, bagaimana kondisi tegangan dan arus di sakelar MOSFET mempengaruhi kondisi tegangan dan arus di L1, D1, C1, R1, dan bahkan C2? Anda bisa melakukan zoom-in pada hasil simulasi untuk dapat lebih fokus melihat hubungan sebab-akibat. Ini penting, karena dasar dan fondasi dari semua sistem engineering adalah hubungan sebab-akibat.

Di lain kesempatan di lain artikel akan saya coba tampilkan contoh-contoh simulasi yang lain. Juga simulasi dari sistem yang telah lebih kompleks yang sudah menggunakan regulator/controller di dalam sistemnya. Untuk sementara ini silakan mengakses dan membaca bahan-bahan pembanding di bagian sumber belajar berikut ini.

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆

Simulator rangkaian dan model LED

[ [ simulator & model LED ] ]

 

Ada dua jalan bagian untuk mempelajari tentang dasar LED driver, yang merupakan peran elektronika daya di pengembangan pemanfaatan teknologi LED. Bagian pertama adalah mempelajari tentang LED, termasuk penggunaan model SPICE-nya. Bagian kedua adalah tentang catu daya. Catu daya linier maupun catu daya tersakelar dapat dipergunakan untuk mensuplai daya ke LED, bergantung pada peruntukannya.

Catu daya linier dengan komponen regulator LM317 dapat diatur untuk bekerja dalam mode constant current. Meskipun begitu di aplikasi yang lebih umum, saat LED menjadi sumber penerangan maka catu daya tersakelar (SMPS; switch mode power supply) menjadi pilihan yang lebih umum karena lebih efisien, lebih ringkas, dan bahkan lebih murah.  Mengingat untuk sumber penerangan LED memerlukan rating daya yang lebih besar daripada penggunaannya sebagai indikator. Selain itu sumber penerangan dengan inti utama LED sering harus bekerja dengan dihubungkan ke jala-jala utilitas (seperti PLN) yang bertegangan di atas 90  V (nominal PLN 230 Vrms) dan merupakan tegangan AC.

Prinsip kerja topologi dasar SMPS telah dipelajari sebelumnya. Umumnya terdiri dari buck, boost, buck-boost (inverting/classical), non-inverting buck-boost (cascade & SEPIC), juga flyback. Dengan pemahaman fiosofi kerja rangkaian open-loop topologi dasar, diharapkan saat mengenal lebih jauh solusi SMPS yang ditawarkan secara komersial, akan menjadi lebih mudah. Telah banyak solusi off-the-shelf yang ditawarkan produsen elektronika, baik berupa komponen maupun di level sistem. Ada banyak IC regulator/controller yang memungkinkan pengguna membuat suatu closed loop SMPS dengan lebih mudah. Ditunjang dengan pemahaman topologi dasar tadi, maka proses membaca panduan/datasheet dari IC tersebut diharapkan dapat lebih mudah dilakukan. Setelah bagian ini pun dipahami baru berikutnya memasuki tahapan bagaimana memberi daya yang sesuai untuk tipe-tipe LED tertentu.

Artikel ini masih akan melanjutkan artikel sebelumnya tentang simulasi dengan model LED. Kali ini saya akan lanjut menuliskannya dari sudut pandang simulator. Ada beberapa simulator yang akan dicoba untuk melihat bagaimana simulasi dilakukan. Mengingat masing-masing simulator memiliki perbedaan pengaturan, bahkan perbadaan itu juga ada untuk simulator yang sama tetapi berbeda versi lisensi. Ini juga diperlukan agar mahasiswa mengenal tipe masing-masing ‘senjata’ dengan lebih baik. Kapan menggunakan simulator tertentu dan kapan menggunakan yang lain.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

 

PSIM

Gambar 1. Simulasi LED di PSIM.

Sepanjang yang saya ketahui, di PSIM student version simulasi LED hanya sebatas pada mode ideal saja. Simulator PSIM (setidanya versi ini) unggul dalam melakukan simulasi di level sistem, mudah dipergunakan, dan relatif mempercepat pembangunan dengan penggunaan blok sistem. Karena itu simulator ini banyak dipergunakan di elektronika daya (power electronics). Rilis terakhir memungkinkan kombinasi dengan standar SPICE, tetapi fasilitas ini hanya diberikan untuk versi profesional saja.

 

MULTISIM (LIVE)

Ada dua versi Multisim dari segi akses medianya, yang offline dan yang online (Multisim Live). Untuk yang online terdapat versi yang bisa dipergunakan secara gratis. Pengguna juga dapat melakukan upgrade ke versi online profesional yang dijual satu paket dengan lisensi produk offline. Simulator ini memudahkan pengguna yang perlu melakukan simulasi dasar. Syaratnya hanya komputer yang memiliki browser, koneksi Internet, dan akun yang dibuat dengan gratis.  Simulasi yang dibuat akan ditempatkan di dalam mode publik.

Bisa dilihat di Gambar 2, simulator versi gratis ini terbatas dalam hal model komponen, termasuk model LED. File simulasi LED ini telah tersedia, karena telah dibuat oleh orang lain di Multisim Live. Anda bisa segera mencobanya tanpa perlu membuat rangkaian sendiri. Disediakan tempat untuk memasukkan parameter model LED di kolom bagian kanan, jika anda cukup bersabar untuk melakukannya. 

Gambar 2. Simulasi dengan Multisim Live.

 

PartSim

Sama halnya dengan Multisim Live, PartSim adalah juga simulator online. Kita tidak perlu melakukan intalasi apa pun di komputer kita, cukup hanya dengan menggunakan browser saja. Sejak awal, PartSim memang sengaja dibuat bebas pakai alias gratis. Ada kemungkinan mereka bekerjasama dengan perusahaan distribusi komponen seperti Arrow sebagai mitra bisnis. Terdapat peluang penjualan komponen ke pengguna yang mempergunakan PartSim untuk membuat simulasi atau skema rangkaian.

Karena dibangun dengan tujuan yang berbeda dengan Multisim Live, filosofi yang menjadi dasar berbeda, maka cara operasionalnya pun menjadi berbeda. PartSim tampaknya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk membangun simulator online secara utuh dari awal. Mereka memililh mempergunakan mesin ngspice. Tetapi di sisi lain karena memang tampaknya dari awal layanan tidak ditujukan untuk dijual langsung ke pengguna akhir, beberapa fasilitas dibuka bagi pengguna yang hendak memanfaatkannya secara penuh. Tidak ada fasilitas yang ditutup demi agar versi komersial software terjual. Meskipun tampilannya memang masih jauh lebih sederhana daripada simulator yang pada dasarnya adalah simulator komersial professional seperti Multisim.

Gambar 3. Tampilan skema rangkaian di PartSim.

Di PartSim pengguna bisa menambahakan sendiri model komponen berbasis SPICE. Meskipun cara ini tidak sangat praktis tetapi cukup membantu dan mempermudah. Mengingat PartSim adalah simulator yang secara legal gratis bebas pakai dan juga tidak perlu diinstalasi karena berbasis online. Sebagai contoh cepat saya pergunakan kembali model SPICE komponen LED XHP70 produksi Cree yang telah diperoleh sebelumnya.

Gambar 4. Jendela Spice Model.

Jika seperti di Gambar 3 kita melakukan klik di tombol Spice Model di bagian kanan di kolom Part Properties, maka akan terbuka jendela seperti di Gambar 4. Di situ terlihat model komponen yang baru saja saya tambahkan, yaitu XHP70. Pengguna bisa melihat detail model komponen dengan melakukan klik di tombol Show Model Text. Jika melakukan klik di New Model, akan terbuka jendela Create New Model. Di jendela itu anda bisa melakukan copy-paste model SPICE. Setelah selesai (entah memilih cancle atau create) maka akan muncul tampilan jendela seperti Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. PartSim Spice Model Manager.

Gambar 6. Hasil simulasi V1 vs. IR1 XHP70 di PartSim.

Gambar 7. Hasil simulasi karakteristik hubungan Vdiode dan Idiode.

Untuk kepentingan simulasi model komponen LED, PartSim tampaknya lebih memberikan kemudahan yang fungsional bila dibandingkan dengan Multisim Live.

 

EveryCircuit

EveryCircuit adalah simulator yang dipasarkan untuk sistem Android dan iPhone, tetapi juga dapat dipergunakan untuk sistem komputer dengan browser Chrome/Chromium. Berbeda dengan dua simulator sebelumnya, simulator ini berbayar, pengguna bisa menggunakan versi online via browser setelah login ke akunnya. Keunggulan simulator ini adalah tampilannya yang menarik dan dapat dioperasikan di smartphone. Kekurangannya adalah bahwa simulator ini tidak ditujukan untuk pemakaian detail seperti Cadence Orcad, Multisim, atau bahkan LTspice. Seperti terlihat di animasi di Gambar 8, terdapat empat parameter model LED yang dapat diubah secara langsung saat simulasi.

Gambar 8. Simulasi V-I LED dengan EveryCircuit.

 

Micro-Cap 12

Gambar 9. D-LED di Micro-Cap 12.

Di Micro-Cap 12 jika anda menggunakan kata kunci LED untuk pencarian maka anda akan menemukan hasilnya seperti di Gambar 9. Hanya ada tiga model LED yang tampak bisa dipergunakan. Tetapi di Micro-Cap sebenarnya ada beberapa model komponen LED yang sudah disediakan. Meskipun keadanaannya hampir sama dengan di LTspice, sebagian model adalah untuk komponen yang sudah obsolete, sudah dinyatakan tidak lagi diproduksi oleh produsen aslinya. Sebagai contoh bisa dilihat di Gambar 10 berikut ini.

Gambar 10. Contoh model komponen LED yang telah disediakan di dalam Micro-Cap 12.  

Gambar 11. Model SPICE dari komponen XHP70 yang ditambahkan ke Micro-Cap12. 

Gambar 12. Simulasi karakteristik V-I di XHP70.

Gambar 12 adalah hasil simulasi untuk mendapatkan karakteristik hubungan antara tegangan anode-katode dan arus diode. Sama seperti LTspice, pengguna dapat memilih variabel yang akan dipakai di sumbu horizontal Micro-Cap 12. Pada percobaan ini simulasi yang dilakukan adalah dalam mode transient. Sumber tegangan AC di berikan ke resistor-diode yang terhubung seri. Perhatikan bahwa jika simulator memungkinkan, kita tidak selalu harus melakukan percobaan serupa ini dalam mode dc sweep.

 

Model LED :: Lumileds LUXEON F

Sebelum melanjutkan paparan kegiatan simulasi, saya akan beralih sementara untuk menyampaikan contoh model LED yang lain selain XHP70 dari Cree. Salah satu perusahaan yang terkemuka adalah Lumiled (yang dulu pernah dimiliki oleh Philips). Nama perusahaan ini lebih terkenal dariada Bridgelux, Epistar, atau Epileds. Terutama dengan produk seri Luxeon yang pernah menjadi brand yang sangat terkenal untuk teknologi LED.

Jika XHP70 memiliki daya maksimum sebesar 29 Watt, maka saya mencari contoh tipe LED dengan daya yang lebih rendah tetapi masih aktif diproduksi oleh produsen awalnya. Sebenarnya perusahaan Cree memiliki variasi produk yang cukup baik dan banyak yang dilengkapi dengan model komponen berformasi SPICE. Tetapi kali ini saya sekadar sengaja untuk mencari alternatif, dari perusahaan yang lain.

Di website produsennya, disampaikan bahwa LUXEON F adalah seri LED yang dibuat untuk target pasar industri otomotif.  Sebagaimana perusahaan Cree, di situs seri produk LUXEON F dari Lumileds anda bisa menemui banyak dokumen yang berisikan keterangan tambahan dan juga design resource yang berisi file model SPICE

Dari seri LUXEON F, saya ambil dua sub-seri sebagai contoh yaitu LUXEON F Cool White (product brief dan datasheet) dan LUXEON F ES Cool White (product brief dan datasheet). Dari keempat dokumen itu dapat disimpulkan bahwa kedua sub-seri LED itu hampir serupa, tetapi ada beberapa keterangan yang dapat menunjukkan perbedaan keduanya. 

Gambar 13. Perbandingan antara dua varian LED. 

Gambar 13 adalah salah satu contoh upaya untuk membandingkan antara satu produk dengan produk lain. Dengan cara ini diharapkan satu atau lebih perbedaan parameter akan lebih mudah terdeteksi. Di Internet, beberapa situs telah mempermudah pembandingan dengan mengizinkan pengguna melakukan pencarian dan perbandingan langsung berdasar pada parameter (parametric search).

Berikut ini bisa dilihat isi dua file dari ekstraksi dua file zip hasil download yang berbeda untuk dua sub-seri yang berbeda. Masing masing juga terbagi lagi ke beberapa komponen diskrit sesuai pengaturan berdasarkan parameter optiknya.

SPICE_Model_LUXEON_F_CoolWhite_(LFXH-C1A)_20141119.txt [Pastebin link]

SPICE_Model_LUXEON_F_ES_CoolWhite_(LFXH-C2B)_20141216.txt [Pastebin link]

 

Simulasi model LUXEON F

Model Luxeon F yang terdapat di blok di atas dapat disimulasikan di beberapa simulator berbasis SPICE. Kali ini saya akan terlebih dahulu mempergunakan Micro-Cap, baru kemudian disusul LTspice, dan PartSim.

Untuk melakukan simulasi perlu dipilih model varian yang akan dipakai untuk simulasi. Dua model yang akan dipakai adalah:

LUXEON F Cool White (LFXH-C1A): 50mA to 700mA

.model LFXH-C1A_VFBIN_C_min D(IS=4.562E-21 N=2.426E+00 RS=1.875E-01 XTI=-7.000E+00 EG=3.511E+00 TRS1=-1.028E-02 TRS2=5.287E-05 TNOM=25 mfg=Lumileds Type=LED)

LUXEON F ES Cool White (LFXH-C2B):   50mA to 1000mA

.model LFXH-C2B_VFBIN_C_min D(IS=7.948E-28 N=1.758E+00 RS=1.382E-01 XTI=-6.999E+00 EG=3.433E+00 TRS1=-3.313E-03 TRS2=2.130E-18 TNOM=25 mfg=Lumileds Type=LED)

Gambar 14. Model LED yang sudah dimasukkan pustaka.

Gambar 15. Rangkaian uji coba model LED.

Gambar 16. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C1A_VFBIN_C_min di Micro-Cap.

Gambar 17. Kutipan dari datasheet.

Gambar 18. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C1A_VFBIN_C_min di LTspice.

Gambar 19. Simulasi tegangan dan arus yang menghasilkan daya 1 W.

Gambar 20. Perbedaan V & I yang menghasilkan 1 W dan 2 W di LED.

Gambar 21. Laporan simulasi LFXH-C1A_VFBIN_C_min di PartSim.

Gambar 22. Kurva V vs. I LED dengan titik kursor di ~1 Watt.

Gambar 23. Kutipan dari datasheet.

Gambar 24. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C2B_VFBIN_C_min di LTspice.

Gambar 25. Simulasi LFXH-C2B_VFBIN_C_min, 1 A dan 700 mA, di Micro-Cap. 

Gambar 26. Simulasi LFXH-C2B_VFBIN_C_min, tegangan anode-katode sebesar 2.9 V, di PartSim. 

 

SIMetrix/SIMPLIS

Gambar 27. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C1A_VFBIN_C_min di SIMetrix.

Gambar 28. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C2B_VFBIN_C_min di SIMetrix.

 

 

Model LED untuk simulasi rangkaian elektronik

[ [ LED models, datahseet, links ] ]
 

Elektronika Daya (Power Electronics) adalah bidang ilmu interdisiplin yang luas dan kompleks. Salah satu pokok bahasan di dalamnya adalah tentang catu daya (power supply) yang berkembang dari sistem rectifier dan dc-dc converter. Suatu catu daya (power supply unit, PSU) dapat dirancang untuk tujuan penggunaan umum, bisa dipergunakan oleh banyak sistem perangkat selama parameter tegangan, arus, riak, dan dayanya sesuai. Tetapi ada pula jenis-jenis catu daya yang memang ditujukan untuk penggunaan/keperluan khusus seperti salah satunya adalah sebagai sumber energi bagi LED (light emitting diodes).  Salah satu kaidah dasar yang sederhana tetapi merupakan hal yang penting di sistem kendali adalah bahwa jika hendak mengendalikan sesuatu, maka seharusnya mengenali sistem yang hendak dikendalikan itu dengan baik terlebih dahulu. Ini adalah pernyataan yang mudah untuk dibaca/diucapkan tetapi sering sulit untuk dipraktikkan. Untungnya, sejauh berkenaan dengan komponen/sistem/peralatan elektronika, jumlah informasi yang tersedia sekarang jauh lebih banyak dari masa-masa sebelumnya. Dengan Internet, kita bisa menemukan langsung di sumber aslinya maupun di tempat lain. Ada banyak bahan yang bisa diperbandingkan satu sama lain. Bagi praktisi elektronika di level rangkaian, tantangannya adalah bahwa seringkali komponen LED yang ada tidak disertai dengan penanda/dokumentasi yang baik. Berbeda dengan, misalnya, BJT atau MOSFET (terutama yang tipe through hole / thru hole) yang memiliki penanda tipe komponen yang jelas. Meskipun terdapat komponen palsu, banyak BJT dan MOSFET yang bahkan memiliki pananda lambang produsen yang bisa dibaca jelas di body komponen. Bergantung pada kedalaman perancangan, kadang-kadang sebagai solusi pengguna dapat melakukan pengukuran sendiri terhadap komponen LED. Misalnya jika hanya diperlukan data tentang respon tegangan-arus dalam rentang batas pendek, maka LED dapat diperlakukan sebagai sebuah black box. Berikutnya dengan menggunakan masing pencari informasi di Internet seperti Google atau Bing, diupayakan untuk menemukan komponen LED yang sebanding. Ini tentu bukan cara yang baik apalagi ideal, tetapi pendekatan ini masih lebih baik dilakukan daripada menggunakan komponen dengan model yang parameter/unjuk kerjanya sama sekali berbeda. Dengan Google atau Bing pula bisa ditelusuri data dan informasi dari website beberapa perusahaan tenama produsen LED. Ini tentu jumlah yang sangat kecil daripada total perusahaan sebenaranya. Tetapi karena cukup berpengaruh di bidang ini, maka cukup mewakili untuk keperluan belajar. Beberapa yang cukup dikenal misalnya, Cree, Lumileds, Osram, Luminus, Nichia. Beberapa komponen juga dapat ditemukan di website perusahaan distributor komponen/peralatan/sistem. Salah satu keuntungan cara ini adalah kita bisa menemukan produk dari beberapa pabrikan sekaligus. Misalnya dari Mouser, Newark, Arrow, Farnell, Future Electronics, Jameco, dan Allied. Cara lainnya lagi adalah dengan mencari dengan menggunakan mesin pencari khusus untuk komponen/barang elektronika. Misalnya FindChips, Octopart, atau oemsecrets. Beberapa datasheet komponen yang sudah obsolete bahkan juga bisa ditemukan di Alldatasheet, DataSheet, Datasheetarchive, Datasheet4U, dan DatasheetsPDF. Untuk keperluan belajar, kita dapat membalik prosesnya. Kita dapat melihat model komponen apa saja yang tersedia di simulator. Umumnya simulator memberikan keterangan mengenai parameter operasi dasar, termasuk untuk LED. Jika ada yang dianggap bisa diharapkan cukup sesuai dengan tujuan rancangan yang dikehendaki, kita bisa mencari keterangan lebih lanjut tentang model itu. 

LTspice

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Jendela pemilihan komponen diode, termasuk LED di LTspice.

Salah satu alasan mengapa saya memilih LTspice sebagai salah satu simuator untuk kuliah elektronika daya adalah karena simulator ini versatile. Pengguna dapat memanfaatkan simulator ini di level sistem dengan model komponen yang (mendekati) ideal. Tetapi juga sedari dulu, dengan relatif mudah melakukan simulasi level rangkaian yang mempergunakan model komponen SPICE. Untuk beberapa komponen, bahkan terdapat beberapa model yang bisa dipilih. Beberapa model adalah dari komponen yang sudah dinyatakan obsolete oleh produsen asalnya. Tetapi ini tidak berati model komponen itu menjadi sama sekali tidak berguna. Pertama, ada banyak tipe komponen yang kemudian dilisensikan ke perusahaan lain menjadi OEM. Banyak komponen dari pabrikan China yang merupakan produksi seperti ini. Misalnya dari produsen Tatalux, atau sejumlah besar lainnya yang bisa ditemui di situs Alibaba atau Aliexpress.  Untuk keperluan belajar atau perancangan awal, setidaknya kita masih bisa menemukan datashet atau spesifikasi teknisnya sebagai pembanding. Sebagai contoh, komponen LED NSCW100 yang dulu diproduksi oleh Nichia, telah dimasukkan ke dalam komponen yang discontinued sejak tahun 2017. LED itu masih dapat dilihat keterangan dan lembar datanya di situs RS Components. Begitu juga dengan komponen dari perusahaan lain LXHL-BW02 dan W5AP-LZMZ-5K8L.

Sebagai contoh bagaimana pengggunaan model SPICE yang disediakan beberapa produsen LED di simulator LTspice, saya ambilkan salah satu produk LED. Saya sampaikan salah satu alur kerja yang bisa dipakai sebagai jalan belajar. Supaya menarik dan kontekstual dengan penerapan teknologi, saya coba ajak untuk melihat salah satu penerapan LED, yaitu sebagai senter (flashlight/torch). Saya tidak mempromosikan atau melakukan endorsement apapun, ini hanya agar alur belajar lebih dekat dengan skenario riil. Kali ini, di bagian ini, simulasi dilakukan untuk LED XHP70 yang diproduksi oleh Cree.

Gambar 2. Tampilan etalase penjualan senter di situs Shopee.

Gambar 3. Contoh etalase penjualan senter dengan LED HXP70 di situs Lazada.

Gambar 4. Tampilan Tokopedia, LED dan driver

Gambar 5. Halaman produk XHP70 di website perusahaan Cree.

Gambar 5 memberikan keterangan umum mengenai suatu tipe/jenis produk. Apa saja hal yang dianggap unggul dan ingin disampaikan oleh produsen. Gambar 6 adalah screenshot contoh kutipan dokumen keterangan yang lebih lengkap dari produsen mengenai pemetaan produk yang mereka miliki. Dari dokumen seperti ini kita bisa belajar membandingkan antara satu tipe produk dengan tipe produk lainnya. Mengenai posisi tipe LED tertentu dalam peta produk yang ditawarkan. Misalnya di Gambar 6 kita bisa mengetahui bahwa untuk keluarga XLAMP, XHP70 adalah LED yang memiliki daya paling besar. Jika kita memerlukan tipe lain dengan tegangan dan penggunaan energi yang lebih kecil, kita bisa melihat di tabel nama-nama sebagai informasi awal. Dari nama (kata-kata) itu kita bisa menelusuri lebih lanjut untuk mencari informasi apakah tipe itu yang cocok untuk keperluan kita. 

Gambar 6. Product and Application Guide, Cree.

Gambar 7. Kutipan datasheet, karakteristik kelistrikan. 

Gambar 8. Kutipan datasheet, hubungan kelistrikan.

Berikut ini adalah kutipan lengkap model SPICE untuk LED XHP70. Di simulasi boleh saja hanya mengambil bagian yang memang akan disimulasikan, disalin langsung ke halaman schematic.

Gambar 9. Contoh App Note untuk lebih memahami operasi LED.

Jika tidak ingin berhenti hanya di ranah teoritis dasar, dokumen seperti yang sampulnya ditampilkan di Gambar 9 menjadi bahan belajar yang penting. Catatan serupa ini merangkum cukup banyak hal-hal penting tetapi praktis dalam penggunaan/pemanfaatan komponen/alat. Dokumen semacam ini berstatus wajib baca. Dari dokumen ini bisa diperoleh sejumlah kata-kata kunci yang bisa dipakai untuk mencari informasi tambahan atau informasi sebagai pembanding.

Gambar 10. Karakteristik tegangan-arus general untuk model LED XHP70 produksi Cree.

Gambar 10 memperlihatkan hubungan tegangan V1 di sumbu horizontal dan masing-masing besaran lainnya di sumbu vertikal. Simulasi dilakukan dalam mode DC Sweep.

Gambar 11. Karakteristik tegangan diode vs. arus diode untuk model LED XHP70 produksi Cree.

Gambar 11 adalah simulasi yang dilakukan dalam mode transient dan mempergunakan nilai tegangan diode (node di anode) sebagai sumbu horizontal. Ini adalah sekadar demonstrasi bagaimana suatu model SPICE dari LED (contohnya XHP70) dapat disimulasikan di simulator berbasis SPICE. Tentu saja rangkaian seperti ini bukanlah rangkaian pembatas arus yang baik untuk LED berdaya besar seperti XHP70. Karena itu rangkaian ini memang dalam penerapannya perlu diganti dengan rangkaian driver yang lebih baik. Biasanya berbasis dc-dc converter. Ini hanyalah contoh saja, cara yang sama bisa diterapkan untuk model komponen LED yang lain (misalnya seperti di halaman ini). 

 

Penggunaan coupled inductors di rangkaian SEPIC

Sistem konverter dengan tipe SEPIC dapat diwujudkan dengan menggunakan dua buah induktor yang terpisah. Tetapi anda bisa jadi akan menemukan sistem SEPIC dengan hanya satu induktor saja. Sebelum di lain waktu akan melihat bagaimana solusi SEPIC komersial dengan tipe closed-loop, maka kali ini kita akan melihat bagian terakhir dari variasi sistem SEPIC yaitu coupled inductors.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Perancangan SEPIC dengan TI PSD.

Gambar 1 menunjukkan bahwa di PSD ada fasilitas perhitungan untuk melakukan perancangan rangkaian SEPIC yang mempergunakan dua induktor yang dililitkan di inti yang sama (coupled inductors). Nanti akan coba kita lihat apakah benar ada perbedaan riak arus (current ripple) antara induktor yang terpisah dengan yang coupled/mutual. Setidaknya induktor yang terkopel ini dipilih untuk dipergunakan oleh produsen karena akan menggunakan tempat yang lebih sedikit di PCB dan cenderung akan lebih murah.

Gambar 2. Microchip PIC16F1788 Wireless DC/DC LED Driver.

Gambar 2 menunjukkan contoh bagaimana coupled inductors dapat membuat suatu produk menjadi lebih ringkas. Bandingkan gambar skema induktor di situ dengan L1 di Gambar 3 berikut ini. 

Gambar 3. Texas Instuments, slyt411.

Gambar 4. Microchip, AN1137 Using the MCP1631 Family to Develop Low-Cost Battery Chargers.

Gambar 5. Microchip, AN960 New Components and Design Methods Bring Intelligence to Battery Charger Applications.

Gambar 6. Simulasi dasar dengan induktor terpisah.

Seperti biasa, simulasi di Gambar 6 dipergunakan untuk dasar pembanding/baseline untuk rangkaian dan simulasi berikutnya. Mulai Gambar 7 berikut akan ditunjukkan ‘evolusi’ rangkaian dasar menuju rangkaian dengan coupled inductors/mutual inductance.

Gambar 7. Evolusi yang pertama dari rangkaian.

Gambar 8. Evolusi yang kedua dari rangkaian.

Gambar 8 adalah versi akhir rangkaian simulasi untuk open-loop SEPIC dengan coupled inductors. Meskipun menurut beberapa sumber nilai induktor kopel dapat dikurangi, namun untuk simulasi kali ini masih akan dipertahankan nilai yang sama untuk dibandingkan dengan simulasi dari TI PSD. Di Gambar 1 dapat dibaca nilai riak arus (current ripple) untuk konfigurasi dua induktor (yang masing-masing bernilai 100 μH), yaitu 160 mA. Hasil ini bisa dibandingkan dengan hasil simulasi LTspice untuk rangkaian yang serupa, Gambar 7, sebagaimana terilihat di Gambar 9 berikut ini.  

Gambar 9. Riak arus (current ripple) untuk penggunaan dua induktor 100 μH secara terpisah.  

Hasil antara simulasi di Gambar 9 adalah masih ‘in the ballpark‘ (mendekati) hasil simulasi PSD di Gambar 1. Berikutnya untuk coupled inductors kita kembali terlebih dahulu ke simulasi PSD, di Gambar 10 ini.

Gambar 10. Perhitungan/simulasi dengan PSD untuk coupled inductors.

Konfigurasi yang diatur untuk perhitungan PSD seperti di Gambar 10 akan menjadi pembanding hasil yang nanti akan diperoleh dari simulasi di LTspice di Gambar 11.

Gambar 11. Riak arus (current ripple) untuk penggunaan coupled inductors 100 μH.

Gambar 11 adalah hasil dari simulasi rangkaian SEPIC di Gambar 9 yang menggunakan coupled inductors. Untuk percobaan ini, nilai masing-masing induktor tidak diubah tetap 100 μH. Maka dapat dibandingkan dengan Gambar 10 bahwa nilai kedua simulasi, tetap mendekati nilai yang sama. Dari sini secara empiris bisa diambil kesimpulan bahwa untuk nilai induktor yang sama maka nilai ripple current akan lebih kecil jika induktor dihubungkan kopel di inti yang sama (coupled inductors). Oleh karena itu beberapa sumber menyatakan bahwa secara praktis bisa diperkirakan bahwa jika memilih mempergunakan coupled inductors, nilai induktansi pun bisa dikurangi separuhnya. Ini jelas merupakan tambahan penghematan, meskipun nilai induktor kopel yang sesungguhnya masih perlu dihitung dengan lebih teliti untuk mengakomodasi ketidakidealan rangkaian.

Gambar 12. Simulasi PSD dengan nilai induktor kopel sebesar 50 μH. 

Gambar 13. Simulasi LTspice untuk coupled inductors SEPIC (masing-masing 50 μH).

Simulasi LTspice di Gambar 13 (dan PSD di Gambar 12) menunjukkan bahwa sekalipun nilai masing-masing lilitan induktor dikurangi separuh (50 μH) pada rangkaian dengan coupled inductors, tetapi current ripple akan sebanding dengan riak arus di rangkaian SEPIC dengan induktor terpisah (yang masing-masing induktornya sebesar 100  μH). 

Catatan penting untuk simulasi dengan coupled inductors/mutual inductance di LTspice adalah mengenai pengaturan nilai kopel. Untuk semua rangkaian percobaan di atas pengaturan yang dipergunakan adalah K L1 L2 0.9.  Angka 0.9 menunjukkan nilai koefisien kopel, nilai coupling coefficient yang sempurna adalah 1. Angka 1 menunjukkan bahwa tidak ada leakage inductance, kopling sempurna antar tiap induktor, L1 dan L2. Selain dari kesulitan untuk mewujudkannya di sistem fisik, nilai coupling coefficient sebesar 1 artinya semua energi di L1 akan dipindahkan ke L2 yang akan mendatangkan masalah juga saat simulasi. Di kondisi itu tidak ada arus yang mengalir ke kapasitor kopling C1. Sehingga coupling capacitor itu memang bisa dihilangkan, tetapi sebagai akibatnya rangkaian SEPIC akan berubah menjadi rangkaian flyback yang memiliki karakteristik kerja yang berbeda. Masih bisa kita ingat bahwa pada umumnya rangkaian SEPIC tidak memerlukan tambahan snubber meskipun bekerja dengan induktor (bahkan dua induktor tunggal yang terpisah atau coupled inductors). Hanya sebagai pembanding, di Gambar 14 di bawah ini akan ditunjukkan bagaimana jika pengaturan kopling untuk Gambar 13 diubah menjadi K L1 L2 1.

Gambar 14. Percobaan dengan pengaturan K L1 L2 1.

Setiap simulator, termasuk simulator rangkaian/sistem elektronika yang berbasis SPICE, tentu memiliki pengaturannya masing-masing. Beberapa berlaku umum, beberapa spesifik di simulator yang dimaksud. Kalau anda perhatikan, di semua rangkaian coupled inductors/mutual inductance simbol/lambangnya hampir serupa/sama. Apakah memang harus demikian di LTspice? Jawabannya adalah tidak. Bagaimana anda menempatkan posisi masing-masing induktor yang terkopel tidak menjadi soal. Yang menjadi penanda perintah bagi LTspice adalah  apa yang disebut sebagai ‘K-statement’, misalnya K L1 L2 0.9. Dengan perintah itu LTspice mengetahui bahwa L1 dan L2 terhubung, coupled inductors/mutual inductance/transformer. Dari posisinya di K-statement itu diketahui bahwa L1 sebagai sisi primer, L2 sebagai sisi sekunder, dan mutual coupling coefficient adalah sebesar 0.9. Gambar 15 ini membuktikan bahwa rangkaian tidak harus dibentuk seperti di Gambar 8 (dan seterusnya), kecuali untuk mempermudah pengenalan visual saja. LTspice mengenali adanya induktor yang terhubung kopel hanya dengan mengetahui adanya ‘K-statement’.  

Gambar 15. Penggunaan K-statement.

Di kesempatan lain saya akan coba menyampaikan tentang sumber belajar Switching DC-DC Converter / SMPS (Switched Mode Power Suply) dari perusahaan-perusahaan yang memproduksi induktor/ transformer. Karena komponen ini juga merupakan salah satu komponen yang terpenting untuk suatu catu daya tersakelar selain penyakelar (regulator / controller).   

 

[su_panel border=”3px solid #39DECB” radius=”10″] [intense_tabs direction=”right” active_tab_background_color=”#000000″ active_tab_font_color=”#ffff00″ trigger=”click”] [intense_tab title=”Video01″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab] [intense_tab title=”Video02″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab] [intense_tab title=”Video03″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab] [intense_tab title=”Video04″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab][/intense_tabs] [/su_panel]

 


font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆