Penyearah gelombang penuh jembatan Graetz

Pada artikel/tulisan sebelumnya, kita telah mencoba memahami pensaklaran sebagai aksi dasar dari kerja komponen di elektronika daya. Dari pemahaman itu kita mencoba mempelajari diode sebagai perwujudan sakelar elektronik. Lalu sebelum belajar bagaimana upaya penyearahan, kita belajar terlebih dahulu masukan yang akan kita searahkan, dalam hal ini yaitu tegangan A.C. dan kita belajar parameter yang penting dari gelombang sinus. Lalu kita berkenalan dengan penggunaan sebuah diode sebagai penyearah setengah gelombang (half wave rectifier).

Kali ini kita akan membahas tentang konfigurasi dasar dari penyearah gelombang penuh (full-wave rectifier) dalam bentuk jembatan Graetz (Graetz bridge).

[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]
Untuk memudahkan proses membaca, disarankan untuk membuka halaman ini dalam dua tab atau dua window(jendela). Supaya mudah untuk membaca keterangan dan membandingkan dengan / mengamati gambar. Agar tidak bolak-balik melakukan scroll.
[/intense_panel]

Tulisan ini dan tulisan lain dalam seri ini disusun dengan mode fail safe, artinya memang ditujukan terutama bagi yang ingin belajar secara mandiri. Dengan bemikian kadang-kadang bagi mereka yang sudah paham, akan terasa agak panjang. Silakan skim and scan 🙂 .

 

BENTUK FISIK

Sebelum mempelajari cara kerja dan melakukan analisis dasar, kita berkenalan dulu dengan bentuk fisik dari komponen jembatan diode yang telah cukup banyak dijual umum di pasaran.


Gambar 1. Contoh bentuk fisik komponen penyearah jembatan diode (sumber:Wikipedia).


Gambar 2. Contoh fisik komponen komersial bridge rectifier (sumber:WestFlorida components).

Sebelum adanya komponen jembatan diode yang sudah diringkas dalam satu package, konfigurasi jembatan diode ini dibangun dari komponen diode diskrit. Cara seperti ini masih bisa dipergunakan hingga saat ini, misalnya karena alasan harga atau ketersediaan komponen.


Gambar 3. Penyearah jembatan diode dari komponen diode diskrit (tunggal), (sumber:Wikipedia).

 

 OPERASI DASAR

Berikutnya untuk memahami cara kerja komponen/konfigurasi jembatan diode ini, kita mulai dengan memperhatikan seksama animasi berikut. Luangkan waktu beberapa saat untuk benar-benar memperhatikan pergantian siklus dan diode yang aktif pada tiap saat itu.


Gambar 4. Animasi operasi dasar Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 


Gambar 5. Setengah siklus positif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

Pada Gambar 5, bisa kita lihat operasi Graetz bridge rectifier saat setengah siklus positif sumber tegangan A.C., yaitu dalam gambar ini saat jalur arus di bagian atas sedang bernilai lebih positif jika dibandingkan dengan jalur arus yang di bawahnya. Jalur arus yang memiliki tegangan yang lebih positif itu diberi warna merah, sedang yang lebih negatif berwarna biru.

Dalam gambar itu saat jalur sumber di bagian atas lebih positif dari jalur di bawahnya, diode pada bagian kiri atas pola diamond (berlian) akan aktif. Diode akan menghantar seperti sakelar tertutup, dan pada Gambar 5 itu semua yang aktif dalam potensi listrik positif diberi warna merah. Sedangkan bagian rangkaian yang berpotensi lebih negatif diberi warna biru. Jika terminal terhubung dengan beban maka arus listrik dari sumber akan melewati diode (yang diberi tanda warna merah) ke beban dan kembali ke sumber melalui jalur yang diberi tanda pembeda berupa warna biru. Diode kanan bawah pola berlian itu diberi penanda beda dengan warna biru. Diode biru itu menjadi jalur pulang arus listrik dari beban menuju sumber catu daya.


Gambar 6. Setengah siklus negatif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

Kondisi yang digambarkan pada Gambar 6 berkebalikan dari kondisi yang digambarkan pada Gambar 5. Polaritas tegangan pada terminal sumber terbalik, yang di atas sekarang lebih negatif dari yang di bawah. Pada kondisi ini semua diode yang tadi aktif pada situasi di Gambar 5 akan mati (off, tidak bekerja). Sebaliknya diode yang tadinya tidak aktif, maka pada situasi ini akan aktif. Dalam gambar terlihat diode yang aktif berwarna merah (arus untuk polaritas tegangan yang lebih positif) dan berwarna biru (arus untuk polaritas tegangan yang lebih negatif).

Salah satu ciri yang menonjol pada rangkaian  jembatan diode ini adalah bahwa dari sisi terminal beban, polaritas tegangan akan tetap sama, tidak berubah. Pergantian terus-menerus, periodik, dari polaritas sumber tegangan arus bolak-balik tidak berpengaruh pada polaritas tegangan beban. Ciri lainnya yang lebih ringan (trivia) adalah bentuk lambang diagram yang berupa berlian (diamond) yang iconic yang terkenal itu. Ciri ini sebenarnya tidak merupakan keharusan, baik dalam diagram maupun dalam perwujudannya. Bentuk tidaklah mengikat sepanjang koneksi antar node-nya tetap.


Gambar 7. Bentuk lain diagram koneksi beserta warna aktifasinya, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 

 OPERASI DASAR


Gambar 8. Konfigurasi dasar simulasi dan pengukuran riil penyearah jembatan diode rangkaian terbuka.

Di Gambar 8, semua node diberi tanda secara eksplisit untuk memudahkan (n1, n2, n3, n4). Pada konfigurasi ini perlu diperhatikan bahwa titik common sebagai acuan pengukuran (lazim juga disebut gnd, ground) adalah node di sisi sumber tegangan AC. Node gnd adalah juga node n3 di rangkaian ini. Semua pengukuran dengan DSO di kanal satu (CH1) dan kanal dua (CH2) akan dibandingkan nilainya dengan node ini.

 


Gambar 9. Hasil simulasi rangkaian pada Gambar 8.

Di Gambar 8, node n3 dipakai sebagai titik acuan (common) bagi perhitungan level tegangan di semua node di satu saat yang sama. Hasilnya tampak di Gambar 9, tegangan di node n1; V(n1) dapat menjadi panduan pembanding visual bagi semua gelombang hasil pengukuran lainnya.

Saat tegangan di n1 memasuki fase siklus nilai tegangan lebih positif terhadap nilai tegangan di n3 (yang dipakai sebagai acuan, common, gnd), begitu pun nilai tegangan di n4. Di node n4, saat yang sama, nilai tegangannya juga lebih positif daripada nilai tegangan di n3 yang dipakai sebagai acuan. Dengan begitu kita bisa melihat bahwa tegangan n4 mengikuti trend nilai tegangan yang sama dengan n1 pada setengah siklus positif n1 (kurva biru). Sedangkan nilai tegangan di n2 akan mengikuti trend nilai tegangan n1 di setengah siklus negatif (kurva pink). Hal ini akan lebih mudah dipahami nanti dengan penggunaan beban resistor. Pada bagian ini yang lebih penting mengetahui pergantian polaritas pada pasangan node sumber seperti yang diungkap pada Gambar 8 dan Gambar 9, tidak mengubah polaritas di node n2 dan n4. Sekali lagi artinya polaritas tegangan di n2 dan n4, tetap.

 


Gambar 10.Pengujian dengan DSO konfigurasi rangkaian seperti pada Gambar 8.


Gambar 11. Hasil dari proses uji (Gambar 10), #1 n1, #2 n4, #3 n2.

Gelombang pada Gambar 11 adalah hasil pengujian diode bridge riil sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 10. Ground dari DSO (oscilloscope) dihubungkan dengan salah satu keluaran transformer. Untuk mempermudah pengujian mengikuti pengaturan penamaan node seperti pada Gambar 8. Point nomor satu di Gambar 11, adalah kurva gelombang sinus di n1, ini sama seperti kurva pada Gambar 9. Kurva yang diberi tanda nomor dua adalah hasil pengukuran pada n4, kebetulan foto pada Gambar 10 tepat menggambarkan konfigurasi probe saat pengambilan nilai tegangan di node ini. Keluaran terminal positif dari komponen diode bridge (n4) sama polanya dengan hasil simulasi di Gambar 9. Karena DSO yang dipergunakan hanya memiliki dua kanal, maka kurna no 3 sebenarnya adalah tampilan hasil penyimpanan dari pengukuran sebelumnya. Dalam uji ini kurva no 3 adalah tegangan di node n2, terminal negatif dari diode bridge. Hasilnya juga sesuai dengan hasil simulasi pada Gambar 9.


Gambar 12. Anotasi lebih rinci dari Gambar 11.

Di Gambar 12, anotasi no 1 menggambarkan saat node n1 berada dalam setengah siklus positif (tegangannya lebih positif dari node acuan n3). Pada setengah siklus positif itu tegangan di n4 juga positif, ditunjukkan dengan anotasi no 2. Sedangkan no 3 menunjukkan bahwa pada setengah siklus positif itu tegangan di n2 mendekati nol. Sebaliknya pada setengah siklus negatif tegangan di n4 mendekati nol dan tegangan di n2 (anotasi no 6) bernilai negatif terhadap n3 seperti tegangan di n1 pada saat itu.

 


Gambar 13. Konfigurasi uji diode bridge CH1 untuk n4 dan CH2 untuk n2.


Gambar 14. Hasil uji diode bridge (Gambar 13), CH1 (kuning)  untuk n4 dan CH2 (cyan) untuk n2.

 


Gambar 15. Konfigurasi simulasi dan pengujian dengan node n2 sebagai acuan.


Gambar 16. Hasil pengujian dengan node n2 sebagai acuan.


Gambar 17. Pengenal diode untuk simulasi dan pengujian, D1, D2, D3, D4.

Konfigurasi rangkaian pada Gambar 15, memiliki kesamaan dengan rangkaian pada Gambar 8. Perbedaannya adalah pada Gambar 15, terdapat resistor 200 Ohm (2 x 100 Ohm, 5 Watt di rangkaian uji) dan node yang dipergunakan sebagai acuan adalah n2 dan bukan lagi n3. Hasil simulasi terlihat pada Gambar 16, tegangan antara n1 terhadap n3 masih bisa disimulasikan dengan menggunakan cara pengukuran diferensial. Kita bisa melihat bahwa untuk rentang 20 mS (satu siklus penuh gelombang sinus 50 Hz), satu siklus sinus masukan menghasilkan dua pulsa (two pulse). Ini berbeda dengan penyearah setengah-gelombang yang hanya menghasilkan satu pulsa setiap satu siklus penuh gelombang sinus masukan. Dengan demikian pada full wave bridge rectifier ini baik setengah siklus positif maupun setengah siklus negatif dari input akan menghasilkan keluaran di sisi DC.

Kita bisa membandingkan kurva hasil simulasi pada Gambar 16,  V(n1,n3) dengan V(n4), dan pada saat yang sama dengan V(n1) dan V(n3).  Misalnya dapat dilihat bahwa V(n4) berasal dari gabungan V(n1) dengan V(n3). Pada Gambar 16, pulsa pertama pada V(n4) berasal dari V(n1). Pulsa ini berasal dari diode D1 (Gambar 17) yang aktif bersama diode D2, sedangkan D3 dan D4 dalam keadaan off. Ini terjadi saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus positif.

Pulsa kedua pada V(n4), yaitu dari 10 mS sampai 20 mS, merupakan “sumbangan” dari V(n3) karena D3 dan D4 menjadi aktif (on) pada saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus negatif. Pada saat ini D1 dan D2 dalam keadaan mati (off). Pola yang sama berlangsung berulang terus menerus (periodik) selama kondisi prasyarat terpenuhi.

 


Gambar 18. Bentuk lain penyusunan diode diskrit dari penyearah gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 

PENGUKURAN RANGKAIAN


Gambar 19. Foto test bed untuk menguji hasil simulasi pada komponen riil.


Gambar 20. Kurva hasil uji; #1:V(n4), #2:V(n1), #3:V(n3).

Semua kurva pada Gambar 20 adalah perbandingan pengukuran dengan node n2 sebagai acuan. Konfigurasi pengujian sama dengan konfigurasi pada Gambar 15. Karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan DSO yang hanya memiliki dua kanal maka fasilitas Ref dipergunakan untuk menyimpan dan menampilkan kurava gelombang ketiga, (dalam Gambar 20 adalah kurva #3).  Kurva #1 menunjukkan V(n4), tegangan kaki positif pada komponen diode bridge. Kurva #2 menunjukkan V(n1), tegangan pada salah satu sumber AC. Kurva #3 menunjukkan V(n3), tegangan pada salah satu sumber AC yang berbeda dari yang diukur dan menghasilkan kurva #2. Sekedar untuk memudahkan pengenalan, dapat ditetapkan kurva #2 adalah hasil pengukuran pada  terminal fase pada/dari trafo sedangkan kurva #3 adalah hasil pengukuran pada terminal 0 (nol) pada trafo.


Gambar 21. Kurva hasil uji; #4:V(n4), #5:V(n1), #6:V(n3), dengan base yang diatur sama.

Gambar di atas sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Gambar 20, perbedaannya hanyalah posisi vertikal dari kurva #5 dan #6 telah dibuat sama (satu level). Dengan begitu saya harapkan akan lebih mudah untuk membayangkan bahwa kurva #4 sebenarnya terdiri dari kurva #5 dan #6.

 


Gambar 22. Setup untuk menguji komponen riil dengan fasilitas MATH di DSO.


Gambar 23. Kurva hasil pengukuran pada Gambar 22.

Setup pada Gambar 22 masih mengikuti setup pada Gambar 15, tanpa R2. Pada uji kali ini fasilitas penyimpanan kurva pada DSO (REF) tidak lagi dipergunakan. Yang dipakai adalah fasilitas MATH, sehingga dua hasil pengukuran bisa langsung ditambahkan. Dari gambar 22 dan 23, CH1 dipergunakan untuk mengukur n3 sedangkan CH2 dipergunakan untuk mengukur n1. Kurva #1 adalah hasil perhitungan langsung, penambahan CH1 dengan CH2. Dari gambar 20, 21 dan 23 kita bisa yakin bahwa tegangan yang terukur pada kaki positif jembatan diode (node n4) adalah hasil dari penjumlahan tegangan pada masing-masing terminal/kaki fase masukan tegangan arus bolak-balik, dengan titik acuan (pembanding)  adalah terminal negatif pada kaki jembatan diode  (n2).

 


Gambar 24. Dua siklus penuh gelombang masukan memberikan empat pulsa keluaran pada penyearah jembatan.


Gambar 25. Pengukuran satu pulsa keluaran penyearah menggunakan manual cursor.


Gambar 26. Pengukuran frekuensi pulsa keluaran penyearah Graetz menggunakan auto cursor.


Gambar 27. Nilai Vmax pada tegangan keluaran.


Gambar 28. Nilai Vtop pada tegangan keluaran.


Gambar 29. Visualisasi nilai Vpp pada tegangan keluaran.


Gambar 30. Visualisasi nilai Vmean pada tegangan keluaran.


Gambar 31. Visualisasi nilai Vrms pada tegangan keluaran.


Gambar 32. Panduan untuk memahami definisi parameter pada pengukuran pada DSO.

Mengenai Vmax, Vtop, Vmin dan Vbase, dapat mengacu pada keterangan dari Agilent 3000 X-Series Oscilloscopes Advanced Training Guide:

At this point, you may be wondering what the difference is between the “top” of a waveform (Vtop) versus the “maximum” of a waveform (Vmax), as well as the difference between the “base” of a waveform (Vbase) versus  the “minimum” of a waveform (Vmin).

Vtop is the steady- state high level of the waveform. This is the voltage level of the waveform after the overshoot and ringing have settled. Likewise, Vbase is the steady- state low level of the waveform. For digital pulse parameter measurements, Vtop and Vbase are often more important parameters to measure than the absolute maximum and minimum voltages of the waveform (Vmax and Vmin), which are the peak values of the overshoot.

 


Gambar 33. Parameter pengukuran tegangan pada CH1 DSO, tegangan keluaran penyarah jembatan.


Gambar 34. Parameter pengukuran pada tegangan masukan penyarah jembatan.

 

PERSAMAAN RATA-RATA (AVG, Average)


Gambar 35. Persamaan Vavg untuk penyearah gelombang penuh

Dari hasil simulasi dan pengukuran pada rangkaian riil yang telah dilakukan, diketahui bahwa penyearah jembatan Graetz akan memberikan tegangan keularan baik pada setengah siklus positif maupun negatif dari tegangan masukan. Karena itu pada persamaan #1 dan #2 di Gambar 35, perhitungan untuk mencari nilai rata-rata menggunakan satu satu siklus penuh (setengah siklus positif dan setengah siklus negatif)


Gambar 36. Perhitungan untuk nilai Vavg

Dari uji persamaan seperti yang terlihat pada Gambar 36, kita bisa mendapatkan persamaan sederhana dengan pembulatan. Persamaan nilai rata-rata yang didapat untuk penyerah gelombang penuh mudah ditebak ternyata nilainya dua kali dari nilai rata-rata pada penyerah setengah gelombang.

Vavg bridge full-wave = 0.637 x Vinput_peak.


Gambar 37. Subtitusi Vpeak dengan Vrms.

Vavg bridge full-wave = 0.900 x Vinput_rms.

Sebagai contoh, jika tegangan puncak pada sisi suplai adalah 17.6 V maka,
Vavg bridge full-wave = 0.637 x 17.6 = 11.211 = 12.1 Volt.
Atau jika menggunakan nilai rms dari suplai sebesar 12 V maka ,
Vavg bridge full-wave = 0.900 x 12.0 = 10.80 = 10.8 Volt.
Sebagaimana pada penyearah setengah gelombang, setidaknya ada dua faktor yang harus diperhatikan pada perhitungan. Pertama adalah adanya jatuh tegangan pada diode, semakin banyak diode dalam rangkaian maka akan semakin banyak jatuh tegangan dan ketidakidealan lainnya yang berkaitan dengan adanya komponen fisik dalam rangkaian. Kedua, bahwa semua persamaan yang dipergunakan berasal dari asumsi bahwa masukan dari catu daya adalah tegangan AC dengan bentuk gelombang sinus yang ideal. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, seperti yang terlihat dari hasil pengukuran di oscilloscope.

 

PERSAMAAN RMS (root mean square)


Gambar 38. Perhitungan untuk mendapatkan persamaan rms dari penyearah gelombang penuh.

 


Gambar 39. Pengujian dan penyederhanaan untuk mendapatkan nilai rms dari penyearah gelombang penuh.

Pada Gambar 38 dan Gambar 39, hasil perhitungan memberikan informasi bahwa ternyata nilai rms untuk penyearah gelombang penuh sama dengan nilai rms untuk perhitungan satu siklus penuh dari gelombang sinus ideal. Artinya untuk nilai efektif, rms, kondisi polaritas positif atau negatif tidak memberikan perbedaan pada beban resistor. Efek panas yang dihasilkan sama saja antara keluaran penyearah gelombang penuh berupa tegangan DC maupun tegangan suplai dengan gelombang sinus, selama keduanya memiliki nilai rms yang sama.

 

Gambar 40. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar 41. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar 42.

Gambar 43.

Gambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

Berikut adalah video yang saya buat untuk memudahkan belajar mengenai pokok bahasan penyearah satu fase gelombang penuh sistem jembatan ini. Di dalamnya terdapat cuplikan sasaran dari proses belajar, simulasi rangkaian menggunakan EveryCircuit secara live, dan soal latihan.

 

 

 

 

Penyearah setengah gelombang dengan beban R-L

 

Untuk jangka panjang, langkah-langkah yang sistematis untuk mempelajari tentang penyearah setengah gelombang dengan beban RL (R-L) adalah dengan mempelajari masing-masing komponen pembentuknya. Hal ini baik untuk diusahakan dengan sungguh-sungguh setelah melihat gambaran besar (overview) dari rangkaian/sistem.

Untuk komponen resistor, penyegaran kembali dapat dilakukan dengan membaca ulang sumber-sumber antara lain seperti: Wikipedia, Sparkfun, atau Rohm. Sedangkan untuk diode (terutama untuk keperluan penyearahan dari AC ke DC, sumber-sumber belajar telah dicantumkan di post ini juga di sini.

Bahan untuk mengingat kembali tentang komponen induktor juga sudah banyak terdapat di Internet. Beberapa contoh ada di kumpulan link berikut:

 

Karena proses belajar ini termasuk cukup panjang, mungkin perlu mengingat kembali “kecenderungan umum” mengenai tantangan dalam menjalaninya. 🙂 .

 

https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/dd/71/e8/dd71e84b08007730f7cce32c4049af58.jpg

Google is your friend!

Ungkapan di atas bukanlah isapan jempol belaka atau suatu ajakan “normatif” atau bahkan suatu ungkapan promosi. Era Internet sudah sejak lama ditandai dengan adanya banjir informasi. Untuk cukup banyak hal, alih-alih sulit untuk mencari informasi maka yang terjadi adalah tantangan bagaimana memilah informasi yang tersedia. Dengan kata kunci yang tepat, setahap demi setahap lebih sering daripada tidak informasi yang memang bersifat umum bisa ditemukan. Untuk kegiatan belajar mengajar, hal seperti ini sudah merupakan bagian yang rutin dalam proses. Terutama untuk yang merasa bosan “dijajah” atau “dikuasai” oleh kaum atau bangsa asing 🙂 . Berbuat/bertindak dengan sistematis setelah menyusun rencana, untuk membangun peradaban adalah lebih baik daripada cuma rutin menggelar demo jalanan, IMHO.

Sekadar sebagai contoh kasus, informasi seperti ini sudah sangat banyak tersedia di berbagai tempat di jaringan internet (Internet) untuk dapat dibandingkan satu sama lain.

Gambar 1. [Sumber: Slideshare]

Gambar 2. [Sumber: Slideshare]

Gambar 3. [Sumber: Slideshare]

Gambar 4. [Sumber: Slideshare]

Gambar 5. [Sumber: Slideshare]

Gambar 6. [Sumber: Slideshare]

Gambar 7. [Sumber: Slideshare]

Gambar 8. [Sumber: Slideshare]

Gambar 9. [Sumber: Slideshare]

Gambar 10. [Sumber: Slideshare]

Gambar 11. [Sumber: Slideshare]

Gambar 12. [Sumber: Slideshare]

Gambar 13. [Sumber: Slideshare]

Gambar 14. [Sumber: Slideshare]

Gambar 15. [Sumber: Slideshare]

Gambar 16. [Sumber: Slideshare]

Gambar 17. [Sumber: Slideshare]

Gambar 18. [Sumber: Slideshare]

Gambar 19. [Sumber: Slideshare]

Gambar 20. [Sumber: Slideshare]

Gambar 21. [Sumber: Slideshare]

Gambar 22. [Sumber: Slideshare]

Gambar 23. [Sumber: Slideshare]

Gambar 24. [Sumber: Slideshare]

Gambar 25. [Sumber: Slideshare]

Gambar 26. [Sumber: Slideshare]

Gambar 27. [Sumber: Slideshare]

Gambar 28. [Sumber: Slideshare]

Beberapa sumber yang baik untuk mengingat kembali mengenai phase angle, complex number & phasor:

Gambar 29.

Gambar 30.

screenshot_20161017-11402801.jpg.jpgGambar 31.

screenshot_20161017-11414501.jpg.jpgGambar 32.

screenshot_20161017-11425901.jpg.jpgGambar 33.

screenshot_20161017-11434401.jpg.jpgGambar 34.

screenshot_20161017-11435101.jpg.jpgGambar 35.

Gambar 36.

Perhitungan pada Gambar 36 adalah perhitungan sederhana yang teori penunjang/landasan teoritisnya dapat dengan mudah dicari untuk diperbandingkan dengan bantuan mesin pencari di Internet.

Bagaimana dengan simulasi dengan beban L (induktor) murni?

Gambar 37. rapidtables.com.

screenshot_20161018-020511.jpgGambar 38.

screenshot_20161018-013051.jpgGambar 39.

Gambar 40.

Mengapa perhitungan pada Gambar 37, Gambar 38 dan Gambar 39 tidak sama dengan hasil simulasi pada Gambar 40?

screenshot_20161018-02230601.jpg.jpg Gambar 41.

Dapatkah Gambar 13 memberikan penjelasan mengenai fenomena tersebut di atas?

[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]

Salah satu “keuntungan” tertinggal adalah kenyataan bahwa ada kemungkinan bisa belajar dari yang sudah lebih dahulu maju. Pendapat yang saya sering ungkapkan adalah bahwa sepanjang menganai sains dan teknologi (termasuk engineering dan engineering technology), penduduk Indonesia masih memiliki kesempatan untuk belajar dari penduduk di negara-negara yang lebih maju. Ada cukup banyak hal yang baru terpikirkan, baru dialami dan baru ditanyakan ternyata sudah pernah terjadi di tempat lain yang lebih maju, sudah dibahas dan sering sudah ditemukan solusinya. Persoalannya adalah apakah kita cukup punya “kerendahan hati”, minat dan kesempatan untuk mempelajarinya.

Berikut ini adalah salah satu yang bisa dijadikan contoh. Agar di lain kesempatan mahasiswa bisa memiliki kemampuan untuk secara mandiri mencari informasi sejenis.

[/intense_panel]

Gambar 42. [Sumber: Miscalculation of current for a pure inductive circuit in LTspice]

Gambar 43. [Sumber: Miscalculation of current for a pure inductive circuit in LTspice]

Gambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

screenshot_20161018-03123301.jpg.jpgGambar 50.

screenshot_20161018-041425.jpgGambar 51.

screenshot_20161018-04154401.jpg.jpgGambar 52.

screenshot_20161018-04204801.jpg.jpgGambar 53.

Gambar 54.

Gambar 55.

Gambar 56.

screenshot_20161018-04405001.jpg.jpgGambar 57.

Gambar 58.

screenshot_20161018-04475901.jpg.jpgGambar 59.

Gambar 60.

Gambar 60.

Gambar 61.

Gambar 62.

Gambar 63.

Gambar 64.

Gambar 65.

Gambar 66.

\(Vo_{avg}=\frac{Vm}{2\pi }\times(1-\cos \theta )\)

Gambar 67.

screenshot_20161018-06551601.jpg.jpgGambar 68.

 

Dasar penyearah setengah gelombang (half-wave rectifier)

Sebelumnya telah dibahas mengenai mengenai bagaimana kita mulai belajar komponen penyakelar elektronika dengan mengenal komponen penyakelar dengan mempelajari simulasi sakelar dengan bantuan LTspice. Dari sana kita sudah bisa mulai menerka bagaimana kira-kira tanggapan tegangan dan arus pada komponen penyakelar. Kemudian kita mempelajari diode sebagai komponen sakelar yang tidak bisa dikendalikan. Sebenarnya rangkaian pada artikel ini juga sama dengan rangkaian pada artikel itu. Bedanya pada artikel yang lalu titik beratnya pada diode sebagai komponen sakelar, sedangkan pada artikel ini titik beratnya pada komponen resistor sebagai beban.

Salah satu filosofi dasar di ilmu sistem kendali menyatakan sebelum kita mengendalikan sesuatu, kita seharusnya paham tentang apa yang akan kita kendalikan itu. Ungkapan yang sederhana tetapi dakam dan sering sungguh sulit untuk dipraktikkan. Karena itu agar proses belajar dapat berlangsung secara lebih sistematis, sebelumnya kita telah membahas tentang gelombang sinus. Tegangan A.C. yang akan kita searahkan mengambil bentuk sinus (sine) maka kita harus berusaha terlebih dahulu untuk memahaminya sebelum berusaha menyearahkannya 😀.

[intense_panel shadow=”11″  border=”1px solid #696161″]

Untuk memudahkan proses membaca, disarankan untuk membuka halaman ini dalam dua tab atau dua window (jendela). Supaya mudah untuk membaca keterangan dan membandingkan dengan / mengamati gambar. Agar tidak bolak-balik melakukan scroll.

[/intense_panel]


Gambar 1. Rangkaian percobaan (simulasi LTspice dan uji hardware).


Gambar 2. Hasil simulasi dengan LTspice.

Gambar 2 menunjukkan hasil simulasi rangkaian penyearah setengah gelombang (half-wave rectifier) berupa tegangan pada beban yaitu komponen resistor 100 Ohm.


Gambar 3. Hasil uji dengan DSO.

Pada Gambar 3, kita bisa melihat hasil pengujian rangkaian dengan konfigurasi sama dengan rangkaian yang disimulasikan pada Gambar 1. Kurva berwarna kuning, adalah kurva CH1 (kanal satu) yang pada percobaan kali ini dipergunakan untuk mengukur tegangan terminal. Yaitu tegangan antara anode pada diode dengan ground (common, terminal negatif catu atau titik kembali arus ke sumber catu daya). Pada simulasi di Gambar 1, ini adalah tegangan (beda potensial) antara node n001 dengan gnd.

Sedangkan kurva yang berwarna cyan adalah hasil pengukuran dengan CH2 (kanal dua pada DSO). Pada percobaan ini, CH2 dipergunakan untuk mengukur tegangan pada beban berupa resistor. Pada Gambar 1, ini artinya antara node n002 dengan node gnd.

Di Gambar 3 ini juga kita bisa melihat tegangan di resistor yang diukur oleh CH2 sebenarnya mewakili arus pada rangkaian. Dan bentuk gelombangnya yang seperti terpotong itu memberi informasi kepada kita bahwa diode hanya bisa menghantar seperti sakelar tertutup pada siklus positif. Yaitu saat nilai tegangan pada anode diode lebih positif daripada sisi anodenya. Saat diode menghantar, seperti sakelar yang tertutup, maka ada arus yang mengalir. Arus yang mengalir melintasi komponen resistor akan menimbulkan tegangan listrik, seperti yang telah diperlihatkan pada kurva CH2 pada Gambar 3.


Gambar 4. Bentuk gelombang hasil pengujian yang tidak ideal.

Pada Gambar 4, kita bisa lebih melihat bahwa dalam pengujian ini, seperti yang sering terjadi, bentuk gelombang sinus pada input tidaklah ideal. Maka gelombang hasil penyearahan juga tidak akan ideal.


Gambar 5. Parameter pengukuran rangkaian penyearah setengah gelombang.


Gambar 6. Informasi detail parameter pengukuran pada CH1.


Gambar 7. Informasi detail parameter pengukuran pada CH2.

Mengenai Vmax, Vtop, Vmin dan Vbase, dapat mengacu pada keterangan dari Agilent 3000 X-Series Oscilloscopes Advanced Training Guide:

At this point, you may be wondering what the difference is between the “top” of a waveform (Vtop) versus the “maximum” of a waveform (Vmax), as well as the difference between the “base” of a waveform (Vbase) versus  the “minimum” of a waveform (Vmin).

Vtop is the steady- state high level of the waveform. This is the voltage level of the waveform after the overshoot and ringing have settled. Likewise, Vbase is the steady- state low level of the waveform. For digital pulse parameter measurements, Vtop and Vbase are often more important parameters to measure than the absolute maximum and minimum voltages of the waveform (Vmax and Vmin), which are the peak values of the overshoot.

 

Sebelum melanjutkan pembahasan, jika anda belum membaca artikel yang saya susun sebelumnya, tentang sakelar, maka ada baiknya melihat artikel tersebut sebelum melanjutkan membaca pembahasan pada tulisan ini.

Sebelum kita membahas hasil simulasi LTspice dengan model komponen yang sesungguhnya (1N4007) dan hasil pengukuran rangkaian dengan tipe diode yang sama, kita perlu kembali ke bentuk sakelar yang ideal.


Gambar 8. Simulasi penyearah setengah gelombang dengan sakelar sebagai pengganti diode.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, diode dapat dianggap sebagai sakelar (tanpa kendali) yang tidak ideal. Terutama jika model SPICE yang kita pergunakan adalah model dari komponen sesungguhnya. Maka, untuk memudahkan pembahasan, kita mulai dengan model komponen yang lebih ideal, yaitu sakelar. Pada Gambar 8, kita mempergunakan sakelar sebagai pengganti diode 1N4007. Dengan demikian untuk sementara secara sistematis kita mempermudah proses belajar dengan menyingkirkan sedapat mungkin sumber ketidakidealan.


Gambar 9. Hasil simulasi half wave rectifier dengan LTspice.

Gambar 9 adalah hasil simulasi dari rangkaian pada Gambar 8, yaitu bentuk gelombang tegangan dari masing-masing node nd1 dan n001 terhadap node gnd.Pada gambar ini kita juga bisa memperoleh data berupa tegangan puncak, Vpeak = 16.799945V, tegangan rata-rata Vaverage = 5.3476V, dan tegangan efektif Vrms = 8.4V. Informasi ini nanti akan kita pergunakan dalam perhitungan. Bisa diperhatikan dengan contoh yang menggunakan model sakelar ideal ini, tidak ada jatuh tegangan pada sakelar. Tegangan puncak Vpeak = 16.799945V, sama nilainya antara  node nd1 terhadap gnd maupun dengan node n001 terhadap gnd.


Gambar 10. Persamaan untuk menentukan nilai rata-rata pada penyearah Vavg


Gambar 11. Pembulatan hasil perhitungan.

Berdasarkan capture pada Gambar 10 dan Gambar 11, kita memperoleh nilai tegangan rata-rata pada beban resistor di rangkaian penyearah setengah gelombang adalah 0.318 dari nilai tegangan puncak tegangan sinus masukan. Secara ringkas:

Vaverage = 0.318 x Vpeak input,

Pada hasil contoh simulasi di Gambar 9, persamaan ini menjadi Vaverage = 0.318 x Vpeak_V(n001) . Jika hasil simulasi numeris dimasukkan maka perhitungan manjadi   Vaverage = 0.318 x 16.799945 = 5.3424 Volt. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan simulasi LTspice yaitu Vaverage = 5.3476 V. Bahkan kalau kita melakukan perhitungan menggunakan kalkulator dengan menggunakan (16.799945 / pi) maka hasil pembulatannya sama, yaitu 5.3476 V.

Pada Gambar 2 dengan model diode 1N4007 memberikan hasil perhitungan Vaverage = 0.318 x 16.799945 = 5.088712956 Volt = 5.089 Volt. Hasil perhitungan simulasi LTspice tidak jauh berbeda yaitu Vaverage = 4.9713V. Jatuh tegangan pada diode dalam simulasi ini adalah 0.7977 Volt.

Jika kita melakukan perhitungan untuk komponen dan sistem riil, perlu diperhatikan adanya jatuh tegangan pada komponen diode. Karena alasan inilah kita menggunakan sakelar ideal pada simulator LTspice sembagai permulaan untuk belajar seperti terlihat pada Gambar 8.

Untuk perhitungan pada pengujian komponen riil pada Gambar 7 dan Gambar 6, kita melakukan perhitungan nilai tegangan rata-rata sebagai berikut.

Vaverage = 0.318 x Vpeak input,

Vaverage = 0.318 x 16.80 V = 5.3424 V, nilai ini sama dengan perhitungan untuk sakelar pada Gambar 8. Tetapi nilai ini tentu jauh dari nilai pengukuran yang dilakukan dengan DSO pada komponen riil. Begitupun jika kita menggunakan Vtop dan bukan Vmax, hasilnya masih cukup jauh dari nilai pengukuran Vmean.  Jatuh tegangan pada diode (Vforward) tidak diikutkan pada perhitungan ini.

Salah satu pilihan adalah dengan menggunakan nilai tegangan puncak pada beban, sehingga jatuh tegangan pada diode bisa diabaikan. Ini jalan yang baik untuk sementara dalam upaya melakukan pembuktian,

Vaverage = 0.318 x Vpeak beban_resistor.

Maka nilai perhitungan menjadi  Vaverage = 0.318 x 15.20 V = 4.838 V, nilai ini berbeda dengan hasil pengukuran yaitu 4.40 Volt. Perbedaan ini dapat diduga antara lain sebagai akibat dari bentuk gelombang tegangan masukan yang tidak sempurna mengikuti bentuk gelombang sinus. Sehingga faktor pengali tidak lagi menghasilkan nilai yang tepat.

Jika kita mengunakan nilai Vtop (mengabaikan kemungkinan noise atau kesalahan pengukuran berupa spike) untuk menghitung jatuh tegangan pada diode di Gambar 6 dan Gambar 7. Maka hasilnya kita memperoleh 16.0 V – 15.0 V = 1 V.

Sebelum melanjutkan ke pembahasan rms, ada baiknya kita meninjau lagi tentang nilai tegangan rata-rata. Agar di masa depan kebingungan yang tidak perlu dapat dihindari. Coba perhatikan persamaan yang di-capture pada gambar berikut:


Gambar 12. Perbandingan persamaan nilai rata-rata.

Gambar 12 sebenarnya berisi dua bagian blok persamaan, di bagian atas adalah persamaan nilai rata-rata setengah gelombang yang dipergunakan untuk mewakili nilai rata-rata sesungguhnya pada gelombang sinus sat siklus penuh yang bernilai nol. Di bagian bawah adalah persamaan nilai rata-rata untuk penyearah setengah gelombang. Perhatikan perbedaan antara Vaverage = 0.637 x Vpeak input, dengan Vaverage = 0.318 x Vpeak input. Pada persamaan integral, batas bawahnya sama yaitu 0 (nol), batas atasnyapun sama yaitu pi radian (180 derajat). Perbedaannya jelas terlihat ada pada pembagi. Persamaan yang di atas (persamaan untuk mewakili satu siklus penuh) menggunakan pembagi pi radian (180 derajat). Artinya luasan yang dicari hanya daerah dibawah kurva pada setengah siklus saja. Jadi nilai rata-rata sebenarnya dihitung hanya untuk setengah sikus. Sebab berdasar perhitungan yang kita bisa lihat pada Gambar 7 di artikel sebelumnya, nilai rata-rata untuk satu gelombang penuh adalah 0.

Pada persamaan bagian bawah pembagi adalah 2*pi bukan pi. Sebab nilai rata-rata yang dihitung untuk penyearah setengah gelombang adalah untuk satu sikus penuh, sebab masukkannya memang berupa gelombang bolak-balik (AC) satu siklus penuh (pi radian atau 360 derajat).

RMS

Berikutnya kita mempelajari perhitungan nilai R.M.S. untuk penyearah setengah gelombang ini.


Gambar 13. Perhitungan persamaan untuk nilai rms pada penyearah setengah gelombang.


Gambar 14. Pembulatan untuk perhitungan nilai rms.

Dari perhitungan yang di-capture pada Gambar 13 dan Gambar 14, kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya nilai rms pada beban resistif di rangkaian half wave rectifier ini nilainya adalah separuh dari nilai puncak pada input. Atau, dengan pembulatan, nilainya rms pada beban resistif setara dengan 0.707 x nilai rms pada input.

Misalnya pada contoh hasil simulasi dengan sakelar ideal pada Gambar 9, nilai rms pada beban adalah roundoff(16.799945/2, 3) = 8.4 V. Persis sama dengan hasil simulasi LTspice. Sedangkan perhitungan untuk hasil simulasi dengan model diode 1N4007 pada Gambar 2, nilai simulasi tidak mencapai 8.4 V seperti pada perhitungan manual dengan kalkulator. Ini disebabkan adanya, lagi, jatuh tegangan pada diode. Jika kita menggunakan nilai tegangan puncak pada resistor dan bukan nilai tegangan puncak pada masukkan (tegangan terminal), maka hasilnya akan lebih mendekati hasil perhitungan simulator LTspice. Nilai perhitungannya adalah roundoff(16.002242/2, 3) = 8.001 V, sedang nilai hasil simulasi sebesar 7.9055 V.

Untuk perhitungan dengan komponen yang nyata, dengan bentuk gelombang tegangan masukan yang tidak berupa gelombang sinus ideal, hasilnya akan lebih jauh lagi berbeda dengan hasil perhitungan.

Vrms = 0.5 x Vpeak input.

Tabel 1. Perhitungan Vrms pada beban resistif.

No   Vpeak Vrms_beban Keterangan
1 0.5 16.80 8.40 Vpeak ≈ Vmax input
2 0.5 16.00 8.00 Vpeak ≈ Vtop input
3 0.5 15.20 7.60 Vpeak ≈ Vmax beban
4 0.5 15.00 7.50 Vpeak ≈ Vtop beban

Berdasarkan pengukuran dengan DSO pada CH2, nilai tegangan rms pada beban komponen resistor adalah 7.40 V, sebagimana terlihat pada Gambar 7. Mengacu pada nilai ini maka hasil perhitungan yang paling mendekati pada Tabel 1, adalah jika kita menggunakan nilai Vtop pada beban dan bukannya Vpeak dari gelombang input. Atau kita bisa memodifikasi persamaan untuk memasukkan jatuh tegangan pada diode yang terbukti tidak bisa diabaikan (selain faktor bentuk gelombang sinus yang tidak ideal).

Vrms = 0.5 x (Vpeak input – Vforward diode).

Sedangkan persamaan ;Vrms = 0.5 x sqrt(2) x Vrms input, menghasilkan nilai 0.5 x sqrt(2) x 12.4 V = 8.7681 V.

 

 

Penting untuk mengetahui penggunaan substitusi untuk Vpeak pada manipulasi aljabar untuk perhitungan penyearah setengah gelombang ini , mari perhatikan gambar berikut:


Gambar 15. Subtitusi nilai Vpeak dengan nilai Vrms.

Nilai Vrms yang dipakai adalah nilai Vrms untuk satu siklus penuh gelombang, seperti pada gambar di bawah ini:


Gambar 16. Perhitungan Vrms untuk satu siklus penuh gelombang sinus.

Tabel 2. Perbandingan antara teori dengan perhitungan dari hasil pengukuran.

Pada diode di rangkaian penyearah setengah gelombang ini, kurva tegangan dan kurva arus tampak bergantian, selang seling seperti pada gambar berikut (Gambar 17) yang berasal dari artikel sebelumnya tentang komponen diode. Jika lupa, untuk bisa memahami kembali gambar ini ingatlah bahwa diode pada dasarnya dapat diumpamakan sebagai sebuah sakelar elektronik. Pada sakelar, saat terbuka dan tidak menghantarkan arus maka akan ada tegangan di antara node-node atau kaki-kakinya, jika sakelar itu sebenarnya adalah bagian dari suatu loop tertutup (circuit) yang dihubungkan dengan catu daya. Sebaliknya, pada rangkaian yang sama, jika sakelar itu dalam keadaan tertutup (menghantar) maka akan sakelar kehilangan besar tegangan, ini seperti gejala hubung singkat. Tetapi pada saat yang sama arus yang melintasi sakelar dan melintasi komponen lain (dalam percobaan ini adalah komponen resistor) akan menimbulkan kenaikan besar tegangan listrik di komponen lain.

Karena diode dan resistor dalam rangkaian uji coba ini terhubung secara seri. Nilai arus pada resistor di rangkaian percobaan ini, lagi, adalah nilai tegangan antara kali-kalinya dibagi dengan nilai resistansinya, dan sama dengan nilai arus pada diode saat yang sama. Kita bisa mengabaikan polaritas gelombang pada Gambar 17 berikut, yang terpenting untuk artikel ini gambar tersebut bisa memberikan gambaran tegangan dan arus di diode yang tampak berselang-seling sebagai akibat penyakelaran.


Gambar 17. Gelombang tegangan pada diode (kuning) dan resistor (biru / cyan) yang belum dibalik.


Gambar 18. Kurva hijau menggambarkan arus pada rangkaian (diode & resistor) dan kurva biru menggambarkan tegangan sumber.

PIV

NIlai PIV (peak inverse voltage) atau PRV (peak reverse voltage) yang berulang (repetitive, VRRM) dapat diketahui dari nilai tegangan puncak balikan seperti pada Gambar 2 atau Gambar 3 atau Gambar 6. Nilainya adalah nilai tertinggi gelombang sinus masukan, Vpeak. Berdasarkan persamaan pada Gambar 10, maka kita mengetahui Vavg_beban = Vpeak_input / pi. Jika persamaannya diubah maka  Vpeak_input = pi x Vavg_beban atau dengan pembulatan; Vpeak = 3.14 x Vavg. Begitu pula dari Gambar 16, kita bisa memperoleh persamaan Vrms_input = Vpeak_input / sqrt(2), yang dapat diubah menjadi Vpeak_input = Vrms_input x sqrt(2) = Vrms_input x 1.41 V.

Pada contoh Gambar 6 dan Gambar 7, kita mengetahui bahwa nilai PIV (atau PRV) minimal adalah nilai Vpeak yaitu 16.8 Volt. Jika yang tersedia adalah nilai Vavg_beban maka kita dapat mencari dengan Vpeak_input = pi x Vavg_beban atau misalnya Vpeak_input = pi x 4.40 V = 13.82 V. Jika yang diketahui adalah nilai Vrms_input makaVpeak_input = Vrms_input x sqrt(2) = 12.4 x sqrt(2) = 17.54 V. Dari beberapa perhitungan di paragraf ini kita memperoleh nilai PIV yang berbeda-beda. Pelajaran moralnya adalah kita lebih aman dan lebih baik mengambil nilai tegangan yang tertinggi sebagai PIV, ditambah spasi yang besar untuk antisipasi.

Sebagai contoh, kutipan datasheet yang memuat nilai PIV atau PRV atau VRRM dan parameter dasar penting lainnya terdapat di halaman berikut ini.

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆

Belajar Menggunakan Diode [updated]

Setelah sebelumnya meninjau tentang switch (sakelar) sebagai sebuah awalan dalam usaha memahami kerja (dan menggunakan) komponen sakelar elektronik berbasis semikonduktor, maka kali ini kita meninjau sejenak tentang diode. Melanjutkan dengen diode penting agar upaya belajar kita berlangsung secara sistematis.

Namun karena keterbatasan waktu pada saat saya menulis artikel ini, maka saya tidak membahas detail tentang diode. Pembaruan (update) akan menyusul kemudian. Sudah cukup banyak tutorial tentang diode yang saya lihat sendiri beredar di Internet. Beberapa yang bagus yang berbasis html akan saya urutkan tautannya (link) di bawah ini. Setelah membaca dan berusaha memahaminya, anda bisa kembali lagi ke halaman ini untuk melanjutkan membaca dan menghubungkan dasar teori yang sudah anda peroleh dengan apa yang akan saya ungkapkan, berurutan di sini.

  1. What is an Ideal Diode?
  2. Sparkfun diodes tutorial
  3. Semiconductor Basics
  4. Tutorial: Electronic Circuits-Diodes/Transistors/FETs, Renesas Engineer School
  5. PN Junction Theory
  6. PN Junction Diode
  7. The Signal Diode
  8. Power Diodes and Rectifiers
  9. Full Wave Rectifier
  10. The Zener Diode (opsional untuk bahasan di artikel ini)
  11. Basics: Introduction to Zener Diodes (opsional untuk bahasan di artikel ini)
  12. The Light Emitting Diode
  13. Diode Tutorial
  14. Wikipedia: Diode
  15. p–n diode
  16. Diode modelling

Berikut adalah gambar karakteristik arus dan tegangan (I-V characteristic) yang ideal dari sebuah diode. Tentu saja komponen ideal ini tidak ada. Namun gambar ini membantu kita untuk lebih memahami dasar kerja sebuah komponen diode.

Gambar 1.

Gambar di atas adalah gambar dari artikel pada Wikipedia, yaitu p–n diode. Masih dari artikel yang sama kita maju selangkah lagi dengan memperhatikan gambar-gambar berikut:

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar di atas memberikan informasi seolah-olah terdapat sebuah sumber tegangan pelawan di dalam komponen diode, sehingga berbeda dengan sakelar ideal, diode memerlukan sejumlah tegangan maju untuk mengatasi tegangan pelawan tersebut.

Pada gambar berikut di bawah ini terlihat bahwa ketidakidealan diode bisa diperlihatkan dengan lebih baik jika ditambahkan resistor pada model.

Gambar 4.

Gambar 5.

Adanya kemiringan (gradient / slope) membuat grafik di atas semakin mendekati keadaan yang sesungguhnya pada komponen fisik (riil) diode. Dalam tulisan ini nanti akan saya sertakan gambar yang diperoleh dari DSO.

Pada gambar berikut diperlihatkan grafik yang “maju” selangkah lagi menuju (mendekati) bentuk grafik karakteristik arus-tegangan pada komponen real diode (komponen diode riil). Grafik ini sudah menggambarkan adanya karakteristik arus-tegangan diode pada saat polaritas tegangannya terbalik, lengkap dengan kondisi breakdown.

Gambar 6.

Gambar berikut masih dari situs Wikipedia, menggambarkan bahwa kita bisa membagi unjuk karakteristik arus-tegangan diode ke dalam tiga bagian. Hal ini untuk memudahkan pembahasan. Semoga gambar berikut dapat menyegarkan ingatan anda:

Gambar 7.

Berikut adalah gambar suatu rangkaian (circuit) yang juga akan diwujudkan dalam praktik yang dokumentasinya saya sertakan di tulisan ini. Sumber Wikipedia.org:

Gambar 8.

 

SIMULASI

Setelah menyegarkan kembali karakteristik diode dengan menggunakan grafik, maka tahap berikutnya adalah melakukan simulasi dengan perangkat lunak (software). Ini bertujuan antara lain agar kita dapat mencoba beberapa skenario (misal beberapa nilai komponen maupun konfigurasi) dengan meminimalkan resiko bahaya maupun mempersingkat waktu percobaan. Untuk simulasi ini kita bisa menggunakan aplikasi LTspice yang secara legal gratis (halal) untuk dipergunakan.

 

UJI COBA KOMPONEN FISIK

Berikutnya setelah melakukan simulasi maka tentu saja kita melakukan uji / percobaan pada komponen diode yang sesungguhnya. Unjuk kerja diode ini seringkali berbeda dengan apa yang tertera di datasheet , bahkan jika dokumen itu memang dikeluarkan oleh perusahaan pembuat diode tersebut. Begitu juga, model diode yang menjadi komponen dalam simulasi sangat mungkin akan berbeda dengan keadaan sesungguhnya dari diode, sekalipun serinya sama. Dan terakhir, karakteristik masing-masing komponen fisik diode bisa jadi akan juga berbeda antara satu komponen dengan komponen yang lain. Walaupun kesemuanya berasal dari seri/tipe yang sama.Variasi ini sungguh pun terjadi biasanya dalam keadaan normal tidak akan berbeda terlalu jauh.

Berikut foto set-up pengujian komponen riil:


Gambar 9.

Sebagai perbandingan dan untuk memudahkan, dua osiloskop (oscilloscope) dipergunakan dalam percobaan ini.


Gambar 10.

Percobaan pertama dilakukan dengan menggunakan rangkaian dasar berikut:


Gambar 11.

Rangkaian di atas jika disimulasikan akan menghasilkan grrafik sebagai berikut:


Gambar 12.

Hasilnya tidak lain merupakan grafik penyearah setengah gelombang yang sudah kita akrab dan gampang dikenali. Tegangan listrik antara anode dan katode di simulasi ini ditulis sebagai V(ade,ktd). Sedangkan pada simulasi ini tegangan listrik antara node ktd (katode dari diode) ke titik referensi (gnd) cukup ditulis sebagai V(ktd). Arus listrik yang mengalir pada dua atau lebih komponen yang terhubung seri adalah sama, karena itu arus yang mengalir pada diode sama dengan yang mengalir pada resistor. Jika anda jeli maka anda bisa menemukan bahwa gelombang tegangan sumber yang di rangkaian simulasi ini bertanda V(ade), seolah-olah dipotong menjadi dua bagian.

 

Simulasi YT ini relatif lebih mudah untuk dicoba dengan komponen fisik, karena itu kita lakukan terlebih dahulu. Berikut adalah uji coba rangkaian fisik untuk komponen diode. Pertama dipergunakan oscilloscope kecil satu kanal (DSO Nano) untuk memeriksa tegangan terminal masukan (input), V(ade).


Gambar 13.


Gambar 14.


Gambar 15.

 

Sedangkan dua gambar berikut adalah hasil capture dari DSO 100MHz:


Gambar 16.


Gambar 17.

 

Di DSO kita biasanya bisa menggunakan fasilitas kursor untuk melakukan pengukuran secara “manual”. Baik untuk DSO Nano maupun DSO 100MHz dua kanal. Misalnya untuk DSO Nano:


Gambar 18.

Bisa dilihat nilai delta untuk setengan gelombang adalah 10.0 mS dan delta untuk tegangan dasar ke puncak sebesar 16.6 V. Sedangakan pada gambar di bawah ini, masih menggunakan DSO Nano, kita bisa melihat bahwa tegangan antara anode ke katode dari diode adalah sebesar 0.78 Volt, tidak jauh berbeda dengan hasil simulasi dengan LTspice menggunakan model diode dari tipe yang sama.

 


Gambar 19.

 

Percobaan dengan menggunakan DSO 100MHz akan memberikan kemudahan baik dari segi jumlah kanal (ada dua) maupun kemampuan pencuplikan (BW, sampling). Namun agar memberikan hasil yang benar perlu diperhatikan penggunaan kanal dan probe dengan tepat pada rangkaian.

Kanal pertama (CH1) yang juga merupakan kanal untuk sumbu X pada mode tampilan XY diberi warna pengenal merah. Sedangkan kanal kedua (CH2) yang juga merupakan kanal untuk sumbu Y pada mode tampilan XY diberi warna pengenal biru.

Pada pengukuran dengan mode tampilan YT (besaran tegangan pada sumbu Y dan besaran waktu T pada sumbu X), CH1 dipakai untuk mengukur besar tegangan (jatuh tegangan) pada komponen diode. Probe CH1 ditempatkan di anode pada diode dan koneksi GND dari DSO pada katode dari diode. Pengaturan polaritas pengukurannya persis sama dengan pengukuran pada simulasi LTspice, V(ade,ktd). 

Yang agak repot memang untuk melakukan pengukuran tegangan di antara kaki-kaki resistor, dalam konfigurasi dan percobaan ini. Karena kita tidak ingin melakukan operasi pengurangan matematis dengan DSO. Maka untuk tegangan pada diode maupun resistor masing-masing diukur benar-benar paralel dengan komponennya masing-masing. Karena probe yang dipakai bukan tipe diferensial maka timbul kesulitan. Kita hanya bisa menggunakan satu titik (node) sebagai acuan, yang dihubungakan dengan GND pada DSO. Karena pengukuran CH1 sudah menggunakan node antara katode pada diode dengan resistor sebagai GND, maka CH2 harus menggunakan node yang sama sebagai GND. Artinya probe CH2 justru harus ditempatkan di titik kembali sumber catu daya (ground pada transformer). Dengan demikian nanti ada saatnya kita perlu menggunakan fasilitas invert untuk tampilan gelombang pada CH2, agar polaritasnya sesuai yang kita perlukan.

 

Berikut tampilan gelombang tegangan pada diode (kuning) dan resistor (biru) yang belum dibalik.


Gambar 20.

 

Berikutnya gelombang tegangan pada resistor yang diukur dengan CH2 (biru) dan tampilannya belum dibalik, dipisahkan dengan tampilan gelombang CH1 (kuning) yang mengukur tegangan di diode. Tegangan pada CH2 dinaikkan vertikal ke atas sebanyak 17 Volt.


Gambar 21.

 

Berikutnya gelombang tegangan di resistor yang diukur dengan CH2 (biru) dibalik (inverted). Sehingga yang aslinya mengukur V(gnd,ktd) menjadi V(ktd,gnd) dalam tampilan sebagaimana pada gambar berikut.


Gambar 22.

 

Tampilan gelombang dua kanal (CH1 dan CH2) yang tadinya sengaja dipisahkan, sekarang digabung kembali dengan melakukan reset untuk posisi vertikal pada keduanya.


Gambar 23.

Jika gambar di atas diperhatikan, akan persis seperti bentuk gelombang tegangan pada terminal masukan. Pemotongan tidak persis pada 0.00 mV, melainkan sekitar 0.7V ~ 0.8V karena diode membutuhkan tegangan maju untuk dapat beroperasi, menghantar (kondisi ON).

 

Berikut ini adalah salah satu fasilitas pada DSO yang amat memudahkan pengguna untuk melakukan pengukuran. Warna kuning dan identitas CH1 menunjukkan dengan jelas bahwa kesemua parameter yang ditampilkan adalah pengukuran untuk tegangan yang diukur pada kanal pertama (CH1 /  X / merah).


Gambar 24.

 

Sedangkan pada gambar di bawah tampilan berwarna cyan menunjukkan bahwa pengukuran untuk kanal CH2. Tetapi perlu diingat ini adalah untuk tampilan tegangan pada resistor yang diukur dengan CH2 tetapi gelombangnya sudah dibalik (inverted).


Gambar 25.

 

Berikut adalah tampilan informasi untuk CH2 yang gelombangnya belum dibalik.


Gambar 26.

 

Gambar berikut ini memperlihatkan bahwa besar tegangan R.M.S. pada diode dan resistor bernilai sama.


Gambar 27.

 

TEGANGAN BIAS MAJU

Berikut ini adalah rangkaian simulasi yang dipergunakan untuk mempelajari tegangan maju atau tegangan bias maju pada diode.


Gambar 28.

 

Hasil simulasi rangkaian. Terlihat pergerakan naik dari arus sebagai akibat bias maju dapat tampak lebih jelas jika kita melakukan zoom atau mempersempit rentang pengamatan.


Gambar 29.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada simulasi adalah mudah untuk melakukan pengukuran tegangan pada V(ktd,gnd) atau bisa ditulis sebagai V(ktd). Bahkan pengukuran arus pada diode maupun resistor dapat dengan mudah dilakukan, tidak demikian halnya jika kita mencoba mereplikasi percobaan ini pada XY mode dengan komponen fisik dan DSO dengan probe standar.

Pertama perlu diingat untuk konfigurasi rangkaian ini sebenarnya pengukuran tegangan di resistor dimaksudkan untuk mengukur nilai arus yang melintas di rangkaian. Dengan mempergunakan hukum Ohm, arus dapat dihitung jika nilai resistansi dan nilai tegangan listrik sudah diketahui. Untuk itu jika memungkinkan nilai resistansi hendaknya adalah nilai yan mudah untuk perhitungan matematis. Biasanya kelipatan 1, 10 atau 100. Jika persediaan terbatas, seperti pada uji kali ini, perhitungan masih mudah jika kita kalkuator (termasuk app) tersedia dekat dengan tempat pengujian.

 

Gambar berikut adalah hasil uji dengan komponen fisik dan DSO. Terlebih dahulu diingat dan dipastikan bahwa CH2 telah dibalik (inverted), agar arah arus bisa sesuai (mengikuti arah arus konvensional) dari anode ke katode pada diode.


Gambar 30.


Gambar 31.

 

SIMULASI WILAYAH BREAKDOWN

Berikut adalah simulasi tegangan tembus (breakdown voltage) untuk diode 1N4007.


Gambar 32.


Gambar 33.

 

SIMULASI VARIABLE RESISTOR

Dua gambar berikut adalah simulasi pengaruh nilai resistor pada rangkaian yang tegangan masukkannya dinaikkan berjangkah dari 0 V sampai 1 V, dengan kenaikan sebesar 1 mV.


Gambar 34.


Gambar 35.

 

SIMULASI VARIABLE RESISTOR DENGAN CATU DAYA TEGANGAN SINUS

Terakhir adalah simulasi catu daya arus bolak-balik dengan beberapa nilai resistor pada rangkaian.


Gambar 36.


Gambar 37.

Tiga bagian terakhir dapat memberikan gambaran bagaimana perangkat lunak simulasi rangkaian berbasis SPICE seperti LTspice sungguh sangat membantu dan bermanfaat. Sebelumnya dalam tulisan ini telah kita bandingkan antara hasil simulasi dengan hasil percobaan dengan komponen fisik.