Penyearah gelombang penuh jembatan Graetz

Pada artikel/tulisan sebelumnya, kita telah mencoba memahami pensaklaran sebagai aksi dasar dari kerja komponen di elektronika daya. Dari pemahaman itu kita mencoba mempelajari diode sebagai perwujudan sakelar elektronik. Lalu sebelum belajar bagaimana upaya penyearahan, kita belajar terlebih dahulu masukan yang akan kita searahkan, dalam hal ini yaitu tegangan A.C. dan kita belajar parameter yang penting dari gelombang sinus. Lalu kita berkenalan dengan penggunaan sebuah diode sebagai penyearah setengah gelombang (half wave rectifier).

Kali ini kita akan membahas tentang konfigurasi dasar dari penyearah gelombang penuh (full-wave rectifier) dalam bentuk jembatan Graetz (Graetz bridge).

[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]
Untuk memudahkan proses membaca, disarankan untuk membuka halaman ini dalam dua tab atau dua window(jendela). Supaya mudah untuk membaca keterangan dan membandingkan dengan / mengamati gambar. Agar tidak bolak-balik melakukan scroll.
[/intense_panel]

Tulisan ini dan tulisan lain dalam seri ini disusun dengan mode fail safe, artinya memang ditujukan terutama bagi yang ingin belajar secara mandiri. Dengan bemikian kadang-kadang bagi mereka yang sudah paham, akan terasa agak panjang. Silakan skim and scan 🙂 .

 

BENTUK FISIK

Sebelum mempelajari cara kerja dan melakukan analisis dasar, kita berkenalan dulu dengan bentuk fisik dari komponen jembatan diode yang telah cukup banyak dijual umum di pasaran.


Gambar 1. Contoh bentuk fisik komponen penyearah jembatan diode (sumber:Wikipedia).


Gambar 2. Contoh fisik komponen komersial bridge rectifier (sumber:WestFlorida components).

Sebelum adanya komponen jembatan diode yang sudah diringkas dalam satu package, konfigurasi jembatan diode ini dibangun dari komponen diode diskrit. Cara seperti ini masih bisa dipergunakan hingga saat ini, misalnya karena alasan harga atau ketersediaan komponen.


Gambar 3. Penyearah jembatan diode dari komponen diode diskrit (tunggal), (sumber:Wikipedia).

 

 OPERASI DASAR

Berikutnya untuk memahami cara kerja komponen/konfigurasi jembatan diode ini, kita mulai dengan memperhatikan seksama animasi berikut. Luangkan waktu beberapa saat untuk benar-benar memperhatikan pergantian siklus dan diode yang aktif pada tiap saat itu.


Gambar 4. Animasi operasi dasar Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 


Gambar 5. Setengah siklus positif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

Pada Gambar 5, bisa kita lihat operasi Graetz bridge rectifier saat setengah siklus positif sumber tegangan A.C., yaitu dalam gambar ini saat jalur arus di bagian atas sedang bernilai lebih positif jika dibandingkan dengan jalur arus yang di bawahnya. Jalur arus yang memiliki tegangan yang lebih positif itu diberi warna merah, sedang yang lebih negatif berwarna biru.

Dalam gambar itu saat jalur sumber di bagian atas lebih positif dari jalur di bawahnya, diode pada bagian kiri atas pola diamond (berlian) akan aktif. Diode akan menghantar seperti sakelar tertutup, dan pada Gambar 5 itu semua yang aktif dalam potensi listrik positif diberi warna merah. Sedangkan bagian rangkaian yang berpotensi lebih negatif diberi warna biru. Jika terminal terhubung dengan beban maka arus listrik dari sumber akan melewati diode (yang diberi tanda warna merah) ke beban dan kembali ke sumber melalui jalur yang diberi tanda pembeda berupa warna biru. Diode kanan bawah pola berlian itu diberi penanda beda dengan warna biru. Diode biru itu menjadi jalur pulang arus listrik dari beban menuju sumber catu daya.


Gambar 6. Setengah siklus negatif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

Kondisi yang digambarkan pada Gambar 6 berkebalikan dari kondisi yang digambarkan pada Gambar 5. Polaritas tegangan pada terminal sumber terbalik, yang di atas sekarang lebih negatif dari yang di bawah. Pada kondisi ini semua diode yang tadi aktif pada situasi di Gambar 5 akan mati (off, tidak bekerja). Sebaliknya diode yang tadinya tidak aktif, maka pada situasi ini akan aktif. Dalam gambar terlihat diode yang aktif berwarna merah (arus untuk polaritas tegangan yang lebih positif) dan berwarna biru (arus untuk polaritas tegangan yang lebih negatif).

Salah satu ciri yang menonjol pada rangkaian  jembatan diode ini adalah bahwa dari sisi terminal beban, polaritas tegangan akan tetap sama, tidak berubah. Pergantian terus-menerus, periodik, dari polaritas sumber tegangan arus bolak-balik tidak berpengaruh pada polaritas tegangan beban. Ciri lainnya yang lebih ringan (trivia) adalah bentuk lambang diagram yang berupa berlian (diamond) yang iconic yang terkenal itu. Ciri ini sebenarnya tidak merupakan keharusan, baik dalam diagram maupun dalam perwujudannya. Bentuk tidaklah mengikat sepanjang koneksi antar node-nya tetap.


Gambar 7. Bentuk lain diagram koneksi beserta warna aktifasinya, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 

 OPERASI DASAR


Gambar 8. Konfigurasi dasar simulasi dan pengukuran riil penyearah jembatan diode rangkaian terbuka.

Di Gambar 8, semua node diberi tanda secara eksplisit untuk memudahkan (n1, n2, n3, n4). Pada konfigurasi ini perlu diperhatikan bahwa titik common sebagai acuan pengukuran (lazim juga disebut gnd, ground) adalah node di sisi sumber tegangan AC. Node gnd adalah juga node n3 di rangkaian ini. Semua pengukuran dengan DSO di kanal satu (CH1) dan kanal dua (CH2) akan dibandingkan nilainya dengan node ini.

 


Gambar 9. Hasil simulasi rangkaian pada Gambar 8.

Di Gambar 8, node n3 dipakai sebagai titik acuan (common) bagi perhitungan level tegangan di semua node di satu saat yang sama. Hasilnya tampak di Gambar 9, tegangan di node n1; V(n1) dapat menjadi panduan pembanding visual bagi semua gelombang hasil pengukuran lainnya.

Saat tegangan di n1 memasuki fase siklus nilai tegangan lebih positif terhadap nilai tegangan di n3 (yang dipakai sebagai acuan, common, gnd), begitu pun nilai tegangan di n4. Di node n4, saat yang sama, nilai tegangannya juga lebih positif daripada nilai tegangan di n3 yang dipakai sebagai acuan. Dengan begitu kita bisa melihat bahwa tegangan n4 mengikuti trend nilai tegangan yang sama dengan n1 pada setengah siklus positif n1 (kurva biru). Sedangkan nilai tegangan di n2 akan mengikuti trend nilai tegangan n1 di setengah siklus negatif (kurva pink). Hal ini akan lebih mudah dipahami nanti dengan penggunaan beban resistor. Pada bagian ini yang lebih penting mengetahui pergantian polaritas pada pasangan node sumber seperti yang diungkap pada Gambar 8 dan Gambar 9, tidak mengubah polaritas di node n2 dan n4. Sekali lagi artinya polaritas tegangan di n2 dan n4, tetap.

 


Gambar 10.Pengujian dengan DSO konfigurasi rangkaian seperti pada Gambar 8.


Gambar 11. Hasil dari proses uji (Gambar 10), #1 n1, #2 n4, #3 n2.

Gelombang pada Gambar 11 adalah hasil pengujian diode bridge riil sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 10. Ground dari DSO (oscilloscope) dihubungkan dengan salah satu keluaran transformer. Untuk mempermudah pengujian mengikuti pengaturan penamaan node seperti pada Gambar 8. Point nomor satu di Gambar 11, adalah kurva gelombang sinus di n1, ini sama seperti kurva pada Gambar 9. Kurva yang diberi tanda nomor dua adalah hasil pengukuran pada n4, kebetulan foto pada Gambar 10 tepat menggambarkan konfigurasi probe saat pengambilan nilai tegangan di node ini. Keluaran terminal positif dari komponen diode bridge (n4) sama polanya dengan hasil simulasi di Gambar 9. Karena DSO yang dipergunakan hanya memiliki dua kanal, maka kurna no 3 sebenarnya adalah tampilan hasil penyimpanan dari pengukuran sebelumnya. Dalam uji ini kurva no 3 adalah tegangan di node n2, terminal negatif dari diode bridge. Hasilnya juga sesuai dengan hasil simulasi pada Gambar 9.


Gambar 12. Anotasi lebih rinci dari Gambar 11.

Di Gambar 12, anotasi no 1 menggambarkan saat node n1 berada dalam setengah siklus positif (tegangannya lebih positif dari node acuan n3). Pada setengah siklus positif itu tegangan di n4 juga positif, ditunjukkan dengan anotasi no 2. Sedangkan no 3 menunjukkan bahwa pada setengah siklus positif itu tegangan di n2 mendekati nol. Sebaliknya pada setengah siklus negatif tegangan di n4 mendekati nol dan tegangan di n2 (anotasi no 6) bernilai negatif terhadap n3 seperti tegangan di n1 pada saat itu.

 


Gambar 13. Konfigurasi uji diode bridge CH1 untuk n4 dan CH2 untuk n2.


Gambar 14. Hasil uji diode bridge (Gambar 13), CH1 (kuning)  untuk n4 dan CH2 (cyan) untuk n2.

 


Gambar 15. Konfigurasi simulasi dan pengujian dengan node n2 sebagai acuan.


Gambar 16. Hasil pengujian dengan node n2 sebagai acuan.


Gambar 17. Pengenal diode untuk simulasi dan pengujian, D1, D2, D3, D4.

Konfigurasi rangkaian pada Gambar 15, memiliki kesamaan dengan rangkaian pada Gambar 8. Perbedaannya adalah pada Gambar 15, terdapat resistor 200 Ohm (2 x 100 Ohm, 5 Watt di rangkaian uji) dan node yang dipergunakan sebagai acuan adalah n2 dan bukan lagi n3. Hasil simulasi terlihat pada Gambar 16, tegangan antara n1 terhadap n3 masih bisa disimulasikan dengan menggunakan cara pengukuran diferensial. Kita bisa melihat bahwa untuk rentang 20 mS (satu siklus penuh gelombang sinus 50 Hz), satu siklus sinus masukan menghasilkan dua pulsa (two pulse). Ini berbeda dengan penyearah setengah-gelombang yang hanya menghasilkan satu pulsa setiap satu siklus penuh gelombang sinus masukan. Dengan demikian pada full wave bridge rectifier ini baik setengah siklus positif maupun setengah siklus negatif dari input akan menghasilkan keluaran di sisi DC.

Kita bisa membandingkan kurva hasil simulasi pada Gambar 16,  V(n1,n3) dengan V(n4), dan pada saat yang sama dengan V(n1) dan V(n3).  Misalnya dapat dilihat bahwa V(n4) berasal dari gabungan V(n1) dengan V(n3). Pada Gambar 16, pulsa pertama pada V(n4) berasal dari V(n1). Pulsa ini berasal dari diode D1 (Gambar 17) yang aktif bersama diode D2, sedangkan D3 dan D4 dalam keadaan off. Ini terjadi saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus positif.

Pulsa kedua pada V(n4), yaitu dari 10 mS sampai 20 mS, merupakan “sumbangan” dari V(n3) karena D3 dan D4 menjadi aktif (on) pada saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus negatif. Pada saat ini D1 dan D2 dalam keadaan mati (off). Pola yang sama berlangsung berulang terus menerus (periodik) selama kondisi prasyarat terpenuhi.

 


Gambar 18. Bentuk lain penyusunan diode diskrit dari penyearah gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 

PENGUKURAN RANGKAIAN


Gambar 19. Foto test bed untuk menguji hasil simulasi pada komponen riil.


Gambar 20. Kurva hasil uji; #1:V(n4), #2:V(n1), #3:V(n3).

Semua kurva pada Gambar 20 adalah perbandingan pengukuran dengan node n2 sebagai acuan. Konfigurasi pengujian sama dengan konfigurasi pada Gambar 15. Karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan DSO yang hanya memiliki dua kanal maka fasilitas Ref dipergunakan untuk menyimpan dan menampilkan kurava gelombang ketiga, (dalam Gambar 20 adalah kurva #3).  Kurva #1 menunjukkan V(n4), tegangan kaki positif pada komponen diode bridge. Kurva #2 menunjukkan V(n1), tegangan pada salah satu sumber AC. Kurva #3 menunjukkan V(n3), tegangan pada salah satu sumber AC yang berbeda dari yang diukur dan menghasilkan kurva #2. Sekedar untuk memudahkan pengenalan, dapat ditetapkan kurva #2 adalah hasil pengukuran pada  terminal fase pada/dari trafo sedangkan kurva #3 adalah hasil pengukuran pada terminal 0 (nol) pada trafo.


Gambar 21. Kurva hasil uji; #4:V(n4), #5:V(n1), #6:V(n3), dengan base yang diatur sama.

Gambar di atas sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Gambar 20, perbedaannya hanyalah posisi vertikal dari kurva #5 dan #6 telah dibuat sama (satu level). Dengan begitu saya harapkan akan lebih mudah untuk membayangkan bahwa kurva #4 sebenarnya terdiri dari kurva #5 dan #6.

 


Gambar 22. Setup untuk menguji komponen riil dengan fasilitas MATH di DSO.


Gambar 23. Kurva hasil pengukuran pada Gambar 22.

Setup pada Gambar 22 masih mengikuti setup pada Gambar 15, tanpa R2. Pada uji kali ini fasilitas penyimpanan kurva pada DSO (REF) tidak lagi dipergunakan. Yang dipakai adalah fasilitas MATH, sehingga dua hasil pengukuran bisa langsung ditambahkan. Dari gambar 22 dan 23, CH1 dipergunakan untuk mengukur n3 sedangkan CH2 dipergunakan untuk mengukur n1. Kurva #1 adalah hasil perhitungan langsung, penambahan CH1 dengan CH2. Dari gambar 20, 21 dan 23 kita bisa yakin bahwa tegangan yang terukur pada kaki positif jembatan diode (node n4) adalah hasil dari penjumlahan tegangan pada masing-masing terminal/kaki fase masukan tegangan arus bolak-balik, dengan titik acuan (pembanding)  adalah terminal negatif pada kaki jembatan diode  (n2).

 


Gambar 24. Dua siklus penuh gelombang masukan memberikan empat pulsa keluaran pada penyearah jembatan.


Gambar 25. Pengukuran satu pulsa keluaran penyearah menggunakan manual cursor.


Gambar 26. Pengukuran frekuensi pulsa keluaran penyearah Graetz menggunakan auto cursor.


Gambar 27. Nilai Vmax pada tegangan keluaran.


Gambar 28. Nilai Vtop pada tegangan keluaran.


Gambar 29. Visualisasi nilai Vpp pada tegangan keluaran.


Gambar 30. Visualisasi nilai Vmean pada tegangan keluaran.


Gambar 31. Visualisasi nilai Vrms pada tegangan keluaran.


Gambar 32. Panduan untuk memahami definisi parameter pada pengukuran pada DSO.

Mengenai Vmax, Vtop, Vmin dan Vbase, dapat mengacu pada keterangan dari Agilent 3000 X-Series Oscilloscopes Advanced Training Guide:

At this point, you may be wondering what the difference is between the “top” of a waveform (Vtop) versus the “maximum” of a waveform (Vmax), as well as the difference between the “base” of a waveform (Vbase) versus  the “minimum” of a waveform (Vmin).

Vtop is the steady- state high level of the waveform. This is the voltage level of the waveform after the overshoot and ringing have settled. Likewise, Vbase is the steady- state low level of the waveform. For digital pulse parameter measurements, Vtop and Vbase are often more important parameters to measure than the absolute maximum and minimum voltages of the waveform (Vmax and Vmin), which are the peak values of the overshoot.

 


Gambar 33. Parameter pengukuran tegangan pada CH1 DSO, tegangan keluaran penyarah jembatan.


Gambar 34. Parameter pengukuran pada tegangan masukan penyarah jembatan.

 

PERSAMAAN RATA-RATA (AVG, Average)


Gambar 35. Persamaan Vavg untuk penyearah gelombang penuh

Dari hasil simulasi dan pengukuran pada rangkaian riil yang telah dilakukan, diketahui bahwa penyearah jembatan Graetz akan memberikan tegangan keularan baik pada setengah siklus positif maupun negatif dari tegangan masukan. Karena itu pada persamaan #1 dan #2 di Gambar 35, perhitungan untuk mencari nilai rata-rata menggunakan satu satu siklus penuh (setengah siklus positif dan setengah siklus negatif)


Gambar 36. Perhitungan untuk nilai Vavg

Dari uji persamaan seperti yang terlihat pada Gambar 36, kita bisa mendapatkan persamaan sederhana dengan pembulatan. Persamaan nilai rata-rata yang didapat untuk penyerah gelombang penuh mudah ditebak ternyata nilainya dua kali dari nilai rata-rata pada penyerah setengah gelombang.

Vavg bridge full-wave = 0.637 x Vinput_peak.


Gambar 37. Subtitusi Vpeak dengan Vrms.

Vavg bridge full-wave = 0.900 x Vinput_rms.

Sebagai contoh, jika tegangan puncak pada sisi suplai adalah 17.6 V maka,
Vavg bridge full-wave = 0.637 x 17.6 = 11.211 = 12.1 Volt.
Atau jika menggunakan nilai rms dari suplai sebesar 12 V maka ,
Vavg bridge full-wave = 0.900 x 12.0 = 10.80 = 10.8 Volt.
Sebagaimana pada penyearah setengah gelombang, setidaknya ada dua faktor yang harus diperhatikan pada perhitungan. Pertama adalah adanya jatuh tegangan pada diode, semakin banyak diode dalam rangkaian maka akan semakin banyak jatuh tegangan dan ketidakidealan lainnya yang berkaitan dengan adanya komponen fisik dalam rangkaian. Kedua, bahwa semua persamaan yang dipergunakan berasal dari asumsi bahwa masukan dari catu daya adalah tegangan AC dengan bentuk gelombang sinus yang ideal. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, seperti yang terlihat dari hasil pengukuran di oscilloscope.

 

PERSAMAAN RMS (root mean square)


Gambar 38. Perhitungan untuk mendapatkan persamaan rms dari penyearah gelombang penuh.

 


Gambar 39. Pengujian dan penyederhanaan untuk mendapatkan nilai rms dari penyearah gelombang penuh.

Pada Gambar 38 dan Gambar 39, hasil perhitungan memberikan informasi bahwa ternyata nilai rms untuk penyearah gelombang penuh sama dengan nilai rms untuk perhitungan satu siklus penuh dari gelombang sinus ideal. Artinya untuk nilai efektif, rms, kondisi polaritas positif atau negatif tidak memberikan perbedaan pada beban resistor. Efek panas yang dihasilkan sama saja antara keluaran penyearah gelombang penuh berupa tegangan DC maupun tegangan suplai dengan gelombang sinus, selama keduanya memiliki nilai rms yang sama.

 

Gambar 40. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar 41. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar 42.

Gambar 43.

Gambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

Berikut adalah video yang saya buat untuk memudahkan belajar mengenai pokok bahasan penyearah satu fase gelombang penuh sistem jembatan ini. Di dalamnya terdapat cuplikan sasaran dari proses belajar, simulasi rangkaian menggunakan EveryCircuit secara live, dan soal latihan.

 

 

 

 

Penyearah setengah gelombang dengan beban R-L

 

Untuk jangka panjang, langkah-langkah yang sistematis untuk mempelajari tentang penyearah setengah gelombang dengan beban RL (R-L) adalah dengan mempelajari masing-masing komponen pembentuknya. Hal ini baik untuk diusahakan dengan sungguh-sungguh setelah melihat gambaran besar (overview) dari rangkaian/sistem.

Untuk komponen resistor, penyegaran kembali dapat dilakukan dengan membaca ulang sumber-sumber antara lain seperti: Wikipedia, Sparkfun, atau Rohm. Sedangkan untuk diode (terutama untuk keperluan penyearahan dari AC ke DC, sumber-sumber belajar telah dicantumkan di post ini juga di sini.

Bahan untuk mengingat kembali tentang komponen induktor juga sudah banyak terdapat di Internet. Beberapa contoh ada di kumpulan link berikut:

 

Karena proses belajar ini termasuk cukup panjang, mungkin perlu mengingat kembali “kecenderungan umum” mengenai tantangan dalam menjalaninya. 🙂 .

 

https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/dd/71/e8/dd71e84b08007730f7cce32c4049af58.jpg

Google is your friend!

Ungkapan di atas bukanlah isapan jempol belaka atau suatu ajakan “normatif” atau bahkan suatu ungkapan promosi. Era Internet sudah sejak lama ditandai dengan adanya banjir informasi. Untuk cukup banyak hal, alih-alih sulit untuk mencari informasi maka yang terjadi adalah tantangan bagaimana memilah informasi yang tersedia. Dengan kata kunci yang tepat, setahap demi setahap lebih sering daripada tidak informasi yang memang bersifat umum bisa ditemukan. Untuk kegiatan belajar mengajar, hal seperti ini sudah merupakan bagian yang rutin dalam proses. Terutama untuk yang merasa bosan “dijajah” atau “dikuasai” oleh kaum atau bangsa asing 🙂 . Berbuat/bertindak dengan sistematis setelah menyusun rencana, untuk membangun peradaban adalah lebih baik daripada cuma rutin menggelar demo jalanan, IMHO.

Sekadar sebagai contoh kasus, informasi seperti ini sudah sangat banyak tersedia di berbagai tempat di jaringan internet (Internet) untuk dapat dibandingkan satu sama lain.

Gambar 1. [Sumber: Slideshare]

Gambar 2. [Sumber: Slideshare]

Gambar 3. [Sumber: Slideshare]

Gambar 4. [Sumber: Slideshare]

Gambar 5. [Sumber: Slideshare]

Gambar 6. [Sumber: Slideshare]

Gambar 7. [Sumber: Slideshare]

Gambar 8. [Sumber: Slideshare]

Gambar 9. [Sumber: Slideshare]

Gambar 10. [Sumber: Slideshare]

Gambar 11. [Sumber: Slideshare]

Gambar 12. [Sumber: Slideshare]

Gambar 13. [Sumber: Slideshare]

Gambar 14. [Sumber: Slideshare]

Gambar 15. [Sumber: Slideshare]

Gambar 16. [Sumber: Slideshare]

Gambar 17. [Sumber: Slideshare]

Gambar 18. [Sumber: Slideshare]

Gambar 19. [Sumber: Slideshare]

Gambar 20. [Sumber: Slideshare]

Gambar 21. [Sumber: Slideshare]

Gambar 22. [Sumber: Slideshare]

Gambar 23. [Sumber: Slideshare]

Gambar 24. [Sumber: Slideshare]

Gambar 25. [Sumber: Slideshare]

Gambar 26. [Sumber: Slideshare]

Gambar 27. [Sumber: Slideshare]

Gambar 28. [Sumber: Slideshare]

Beberapa sumber yang baik untuk mengingat kembali mengenai phase angle, complex number & phasor:

Gambar 29.

Gambar 30.

screenshot_20161017-11402801.jpg.jpgGambar 31.

screenshot_20161017-11414501.jpg.jpgGambar 32.

screenshot_20161017-11425901.jpg.jpgGambar 33.

screenshot_20161017-11434401.jpg.jpgGambar 34.

screenshot_20161017-11435101.jpg.jpgGambar 35.

Gambar 36.

Perhitungan pada Gambar 36 adalah perhitungan sederhana yang teori penunjang/landasan teoritisnya dapat dengan mudah dicari untuk diperbandingkan dengan bantuan mesin pencari di Internet.

Bagaimana dengan simulasi dengan beban L (induktor) murni?

Gambar 37. rapidtables.com.

screenshot_20161018-020511.jpgGambar 38.

screenshot_20161018-013051.jpgGambar 39.

Gambar 40.

Mengapa perhitungan pada Gambar 37, Gambar 38 dan Gambar 39 tidak sama dengan hasil simulasi pada Gambar 40?

screenshot_20161018-02230601.jpg.jpg Gambar 41.

Dapatkah Gambar 13 memberikan penjelasan mengenai fenomena tersebut di atas?

[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]

Salah satu “keuntungan” tertinggal adalah kenyataan bahwa ada kemungkinan bisa belajar dari yang sudah lebih dahulu maju. Pendapat yang saya sering ungkapkan adalah bahwa sepanjang menganai sains dan teknologi (termasuk engineering dan engineering technology), penduduk Indonesia masih memiliki kesempatan untuk belajar dari penduduk di negara-negara yang lebih maju. Ada cukup banyak hal yang baru terpikirkan, baru dialami dan baru ditanyakan ternyata sudah pernah terjadi di tempat lain yang lebih maju, sudah dibahas dan sering sudah ditemukan solusinya. Persoalannya adalah apakah kita cukup punya “kerendahan hati”, minat dan kesempatan untuk mempelajarinya.

Berikut ini adalah salah satu yang bisa dijadikan contoh. Agar di lain kesempatan mahasiswa bisa memiliki kemampuan untuk secara mandiri mencari informasi sejenis.

[/intense_panel]

Gambar 42. [Sumber: Miscalculation of current for a pure inductive circuit in LTspice]

Gambar 43. [Sumber: Miscalculation of current for a pure inductive circuit in LTspice]

Gambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

screenshot_20161018-03123301.jpg.jpgGambar 50.

screenshot_20161018-041425.jpgGambar 51.

screenshot_20161018-04154401.jpg.jpgGambar 52.

screenshot_20161018-04204801.jpg.jpgGambar 53.

Gambar 54.

Gambar 55.

Gambar 56.

screenshot_20161018-04405001.jpg.jpgGambar 57.

Gambar 58.

screenshot_20161018-04475901.jpg.jpgGambar 59.

Gambar 60.

Gambar 60.

Gambar 61.

Gambar 62.

Gambar 63.

Gambar 64.

Gambar 65.

Gambar 66.

\(Vo_{avg}=\frac{Vm}{2\pi }\times(1-\cos \theta )\)

Gambar 67.

screenshot_20161018-06551601.jpg.jpgGambar 68.

 

Simulasi model diode di LTspice

 

[su_panel border=”3px solid #99FF66″ radius=”5″]
.MODEL contohModDiode d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=10 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1


.MODEL 1n4001 d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=50 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1
* Model generated on October 12, 2003
* Model format: SPICE3, MODEL 1n4001rl d

.MODEL 1n4002 d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=100 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1
* Model generated on October 12, 2003
* Model format: SPICE3

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Untuk nilai breakdown voltage dari perusahaan/produsen/pabrikan lain, silakan melihat kembali pada tulisan yang lalu.

.MODEL elda5b d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=10 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.


Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

Gambar 26.

Gambar 27.

Gambar 28.

Gambar 29.

Gambar 30.

Gambar 31.

Gambar 32.

Gambar 33.

Gambar 34.[/su_panel]

Mengenal PSIM

PSIM adalah salah satu produk dari perusahaan Powersim yang ditujukan khusus untuk keperluan simulasi di bidang elektronika daya (power electronics). Bersama beberapa produk lain sejenis PSIM menjadi standar industri. Namun demikian versi utuh dari PSIM tidaklah gratis. dengan kata lain jika hendak mempergunakan fitur-fitunya secara untuh pengguna secara legal harus membayar. Untuk keperluan pendidikan di engineering technology  penggunaan PSIM dapat digantikan dengan simulator lain yang gratis seperti LTspice. Merskipun begitu banyak hasil simulasi dari PSIM yang baik untuk dijadikan pembanding dan/atau bahan belajar.
[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]

Untuk memudahkan proses belajar, disarankan untuk membuka halaman post ini di dua tab atau window pada browser. Dengan demikian pengguna dapat dengan lebih cepat membandingkan antara gelombang tegangan/arus dengan rangkaian atau antar gelombang.

[/intense_panel]

psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-58-19.png.pngGambar 1.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-58-29.png.pngGambar 2.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_03-46-00.png.pngGambar 3.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_03-46-09.png.pngGambar 4.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_03-27-44.png.pngGambar 5.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_03-31-18.png.pngGambar 6.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_03-35-54.png.pngGambar 7.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_03-38-22.png.pngGambar 8.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_01-09-46.png.pngGambar 9.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_01-15-09.png.pngGambar 10.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_01-21-18.png.pngGambar 11.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_01-21-31.png.pngGambar 12.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_01-24-15.png.pngGambar 13.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_01-24-30.png.pngGambar 14.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_01-28-26.png.pngGambar 15.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_01-38-53.png.pngGambar 16.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_01-46-09.png.pngGambar 17.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_01-46-21.png.png Gambar 18.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_01-58-16.png.pngGambar 19.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_01-50-27.png.pngGambar 20.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-02-58.png.pngGambar 21.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-03-09.png.pngGambar 22.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-07-50.png.pngGambar 23.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-08-04.png.pngGambar 24.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-12-21.png.pngGambar 25.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-12-30.png.pngGambar 26.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-13-59.png.pngGambar 27.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-18-36.png.pngGambar 28.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-29-37.png.pngGambar 29.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-29-44.png.pngGambar 30.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-41-29.png.pngGambar 31.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-32-41.png.pngGambar 32.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-41-41.png.pngGambar 33.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-43-44.png.pngGambar 34.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-48-00.png.pngGambar 35.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-48-10.png.pngGambar 36.


psim_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_on_2015-10-25_02-54-02.png.pngGambar 37.

simview_-_fpbm_proses_belajar_mengajar000_elda_2015-10-25_02-54-10.png.pngGambar 38.

 

Contoh pengerjaan penyearah setengah gelombang [sakelar ideal]

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang merupakan pengantar. Disarankan untuk terlebih dahulu membaca tulisan sebelumnya mengenai penyearah setengah gelombang, kemudian membaca mengenai nilai offset pada gelombang sinus.

 

Gambar  1. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar  2. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar  3.

Gambar  4.

Gambar  5.

Gambar  6.

Gambar  7.

[1] … \(\large a^2 = b^2 + c^2\)

[2] … \(\large a = \sqrt{b^2 + c^2}\)

[3] … \(\large \sqrt{a^2-b^2} = c\)

[4] … \(\large U_{rms\: ac+dc}=\sqrt{U_{average\: dc}^2+U_{rms\: ac}^2}\)

[5] … \(\large \sqrt {U_{rms\: ac+dc}^2-U_{rms\: ac}^2}=U_{average\: dc}\)

[6] … \(\large \sqrt {U_{rms\: ac+dc}^2-U_{average\: dc}^2} = U_{rms\: ac}\)

Pada sistem yang disimulasikan, amplitudo tegangan masukan adalah sebesar 16.999 V (≈ 17V), maka tegangan RMS masukan (AC+DC) “terukur” sebesar 12.021 V dan nilai average DC sebesar -452.62 pV yang sesuai dengan perhitungan teoritis secara praktis dapat dianggap setara dengan 0 V.

Berbeda dengan pengukuran dengan menggunakan DMM Fluke 179 , dalam contoh ini “pengukuran” nilai tegangan dengan menggunakan tools pada LTspice akan menghasilkan dua besaran di sisi keluaran, yaitu Urms ac+dc dan Uaverage dc.

Tegangan keluaran Urms ac+dc adalah sebesar 8.5 V dan Uaverage dc sebesar 5.4113 V. Maka dengan menggunakan persamaan [6] perhitungan yang dihasilkan adalah:

( (Urms ac+dc )2 – (Uaverage dc)2 )0.5 =  6.555 V.

Nilai Urms ac =  6.555 V hasil dari perhitungan  tersebut dapat dibandingkan dengan hasil simulasi pada Gambar 8. Di Gambar 8, pada plot pane paling atas dengan gambar sinyal berwarna biru menunjukkan sinyal AC+DC yang dikurangkan dengan nilai DC. Dari hasil “pengukuran” pada simulasi, nilai rms yang masih mengandung unsur DC dikurangi dengan nilai DC. Dapat dilihat bahwa hasil “pengukuran” dengan tool dari LTspice adalah 6.555 V sama dengan hasil perhitungan. Bisakah dibayangkan bahwa sinyal yang tampaknya “DC murni” tanpa pernah menyeberang ke wilayah kuadran tengangan negatif itu ternyata memiliki nilai RMS AC? Silakan ditelusuri lebih lanjut, silakan Googling antara lain dengan kata-kata kunci pulsating DC. Lalu coba pikirkan mengapa berbeda dengan hasil pengukuran dengan DMM Fluke 179? Dapatkah menghubungkan fenomena yang diungkap di artikel ini dengan mode pengukuran AC pada multimeter yang memiliki fitur TrueRMS (atau yang serupa/sebanding)?

Gambar  8.

Tabel 1. Hasil pengukuran

Vrms_AC_in

[V]
UdAV=VDC

[V]
UdRMS=VAC+DC

[V]
UdAC=VAC

[V]
IdAV=IDC

[V]
IdRMS=IAC+DC

[V]
IdAC=IAC

[V]
12.021 5.4113 8.5 ? 54.113 85 ?

Tabel 2. Hasil pengukuran dan perhitungan

Vrms_AC_in

[V]
UdAV=VDC

[V]
UdRMS=VAC+DC

[V]
UdAC=VAC

[V]
IdAV=IDC

[V]
IdRMS=IAC+DC

[V]
IdAC=IAC

[V]
12.021 5.4113 8.5 6.555 54.113 85 65.55

 

 

//scilab

//function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)
function hw2(ACrms_in, UdAV, UcRMS_acdc)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)

//    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai RMS AC+DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UcRMS_acdc)


//    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
//    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    UdAC=sqrt((UcRMS_acdc^2)-(UdAV^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UdAC)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*%pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

//hw2(49,21.2,26.2)
//hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw2(12.021,5.4113,8.5)

Gambar  9a. Menjalankan program di Scilab offline.

Gambar  9b. Menjalankan program di Scilab online.

acrms_in = 12.021,
udav = 5.4113,
ucrms_acdc = 8.5,

udac=sqrt((ucrms_acdc^2)-(udav^2)),
ratio1=udav/acrms_in,
ratio2=ucrms_acdc/acrms_in,
vin_peak = udav*%pi,
rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100,
form_factor = (ucrms_acdc)/(udav),
ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1),
ripple_factor2 = udac / udav,

Gambar  10.

Gambar  11.

Sampai tulisan ini saya buat penggunaan aplikasi Scilab secara online melalui rollApp tidak semudah dan secepat penggunaan aplikasi GNU/Octave secara online. Karena itu sampai update di waktu mendatang, penggunaan Scilab secara offline lebih dianjurkan.

 

%octave

%function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)
function hw2(ACrms_in, UdAV, UcRMS_acdc)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)

%    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai RMS AC+DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UcRMS_acdc)


%    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
%    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    UdAC=sqrt((UcRMS_acdc^2)-(UdAV^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UdAC)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

%hw2(49,21.2,26.2)
%hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw2(12.021,5.4113,8.5)

Gambar  12.

 

Keseluruhan data yang didapatkan dari “pengukuran” menggunakan fasilitas dari LTspice dan juga data hasil perhitungan dapat dikumpulkan menjadi satu dalam tabel. Dengan demikian fakta berupa data dapat diolah menjadi informasi. Istilah-istilah yang belum dipahami dapat dicari keterangannya di Internet dan dibandingkan antara satu sumber informasi dengan yang lainnya.

Tabel 3.

 

Tabel 4.

Untuk ilmu pengatahuan yang telah sejak lama ditata secara sistematis, umumnya  telah teradapat sumber-sumber belajar yang memadai. Terutama di era modern, era Internet seperti ini. Persoalannya adalah niat yang kuat dan kesempatan (waktu) untuk bertekun mencari dan mempelajarinya. Dari teori penunjang , simulasi dan perhitungan dapat dilihat “benang merah”, kesamaan pola data dan hasil perhitungan.

Pada kesempatan ini pengukuran pada komponen dan rangkaian (sistem) perangkat keras (hardware) disimulasikan dengan software LTspice. Lalu perhitungan matematis sudah dicontohkan dengan menggunakan Scilab dan GNU/Octave. Sebelumnya juga telah dicontohkan bagaimana Algeo dapat dimanfaatkan untuk melakukan perhitungan. Begitu pula bagaimana Maxima dan Wolfram Alpha dapat dimanfaatkan untuk belajar memahami persamaan yang memandu pemahaman terhadap kerja komponen dan sistem.

Aplikasi spreadsheet office seperti Excel, Libreoffice dan Google Sheets yang bagi beberapa orang bisa jadi terkesan low tech bila dibandingkan dengan Scilab atau Matlab dapat dimanfaatkan untuk benar-benar membantu proses belajar. Kali ini saya tampilan contoh sederhana yang dapat diterapkan untuk percobaan (eksperimen) lainnya.

Gambar  13.

Gambar  14.

Gambar  15.

Gambar  16. 

 

Pada bagian sebelumnya (sampai Gambar 16) kondisi yang dihadapi adalah dari “pengukuran” (dilakukan dengan simulasi LTspice) didapatkan nilai Urms ac+dc dan Uaverage dc. Sedangkan nilai Urms ac dari keluaran penyearah didapatkan dari perhitungan berdasarkan nilai variabel yang diketahui.
Dengan sedikit perubahan kode pada Scilab dan Octave kita dapat mempelajari kondisi pengukuran hardware yang menghasilkan data pengukuran berupa tegangan rata-rata (average) untuk mode pengukuran DC dan tegangan efektif (RMS) untuk pengukuran AC. Simulasi pada bagian awal post ini dapat dipakai sebagai pembanding untuk hasil pengukuran dengan multimeter.

p_20161013_00095801.jpg.jpgGambar 17.


//scilab

function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)


    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*%pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

//hw2(49,21.2,26.2)
hw2(12.021,5.4113,6.555)

Gambar 18. Perhitungan dengan Scilab


%Octave

function hw3(ACrms_in, UdAV, UdAC)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)


    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2));
    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)
endfunction

%hw2(49,21.2,26.2)
%hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw3(12.021,5.4113,6.555)

Gambar 19.

 

 

Berkebalikan dari simulasi sebelumnya dalam  post ini, simulasi kali ini tidak mempergunakan nilai Vrms keluaran (AC+DC) langsung dari “pengukuran” di LTspice.

Gambar 20.

Gambar 21. Kumpulan screenshot tabel dari Google Sheets.

Gambar 22.

 

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆