Untuk keperluan pengendalian aliran energi listrik, ada beberapa cara/metode yang bisa dipergunakan. Mulai dari yang disebut sebagai cara konvensional sampai cara yang dianggap modern. Mulai dari pengendali dengan komponen diskrit sampai papan sistem atau bahkan IPC.
Salah satu produk lokal yang cukup baik untuk dipergunakan sebagai alat bantu pembelajaran maupun untuk penerapan komersial adalah Outseal, yang terdiri dari hardware dan software. Untuk perangkat lunak, program PC Windows ini bahkan bisa dipakai untuk melakukan pemrograman di sistem papan Arduino Nano, Arduino Uno, atau Arduino Mega. Karena memang hardware Outseal sampai saat artikel ini ditulis memang masih berbasis pada papan sistem Arduino. Sebagai contoh, penelitian untuk skripsi yang kemudian di-publish di jurnal menggunakan software Outseal untuk membantu melakukan pemrograman di sistem papan Arduino generic yang umum dijual.
Untuk yang tidak memiliki PC (termasuk laptop) dengan OS Microsoft Windows, cara termudah adalah dengan menggunakan software Arduino IDE untuk melakukan pemrograman di sistem dengan OS GNU/Linux. Ini bisa dilakukan jika terdapat hardware Outseal tetapi tidak terdapat akses yang mudah ke PC Windows.
Gambar 1.
Misalnya di Gambar 1 adalah hardware Outseal versi lama yaitu Outseal PLC Nano v.4 yang telah diprogram menggunakan Arduino IDE di laptop dengan OS GNU/Linux Mint. Mengapa ini perlu dilakukan? Jawaban paling mudah adalah karena alatnya sudah tersedia untuk terus dimanfaatkan. Alat Outseal yang terlihat di Gambar 1 telah dimiliki beberapa tahun dan masih berfungsi baik. Jawaban lain yang lebih baik adalah karena sistem alat hardware ini memang telah dirancang dengan antarmuka elektronik yang lebih baik dari sistem papan Arduino dasar. Misalnya, di sistem papan ini sudah dilengkapi dengan optoisolator (optocoupler) yang membantu pengamanan lebih terhadap potensi kesalahan (V.4).
Selain manfaat langsung dari software maupun perangkat hardware, dokumentasi Outseal PLC ini pun (yang dalam bahasa Indonesia) dapat menjadi sumber belajar yang cukup baik untuk TA/skripsi. Sekalipun tidak ideal, dokumentasi yang dibuat baik untuk menjadi bahan belajar untuk pengembangan sistem elektronik bahkan seandainya pun tidak membahas mengenai PLC.
Buku filePanduan Dasar Outseal PLC mendokumentasikan sebagian evolusi pengembangan hardware Outseal, sesuatu yang bisa dijadikan pelajaran bagi siapa saja yang sedang menjalani proses yang hampir serupa. Terutama mengenai bagaimana perancangan suplai energi listrik untuk suatu sistem elektronik dilakukan dengan baik.
Semua file dokumentasi dapat bebas diunduh di situs Outseal PLC. Sayangnya beberapa versi terdahulu tidak begitu mudah untuk ditemukan. Sebagai cadangan, folder yang berisi dokumentasi Outseal sudah saya tempatkan juga untuk public di server Mega.
Dalam lingkup elektronika daya (power electronics), sering diperlukan pengaturan untuk komponen akhir pengendali daya. Komponen seperti transistor atau thyristor memerlukan pengaturan kapan waktunya hidup (on) dan kapan waktunya mati (off). Pengaturan ini bisa dilakukan melalui komponen analog (seperti opamp) atau comparator maupun digital. Untuk komponen/sistem digital, pengaturan dapat dilakukan dengan IC gerbang logika digital, mikroprosesor, atau mikrokontroler.
Arduino adalah salah satu sistem yang umumnya dipergunakan dengan menggabungkan software dan salah satu hardware Arduino (atau yang kompatibel). Sekalipun perangkat lunak Arduino IDE dapat dipakai untuk keperluan hardware sistem lain, sebagai awal belajar sering kali lebih mudah untuk memilih mempergunakan perangkat keras Arduino (orisinal atau yang kompatibel). Misalnya Arduino Uno, Arduino Nano, atau Arduino Mega, yang sudah banyak tersedia dan dijual dengan harga yang relatif murah.
Dahulu, mempelajari Arduino merupakan suatu tantangan bagi mahasiswa. Sumber belajar masih sedikit dan umumnya dalam bahasa asing (bahasa Inggris). Sekarang saat artikel ini ditulis, sudah beberapa tahun belakangan banyak sekali ditemui sumber belajar dalam bahasa Indonesia. Formatnya pun cukup beragam, dari halaman HTML di web site, file-file PDF (termasuk eBook yang sercara legal memang gratis), sejumlah besar video tutorial di YouTube dan Vimeo. Yang diperlukan adalah kemauan, sumberdaya waktu, perangkat, dan koneksi Internet yang memadai.
Beberapa tahun belakangan ini, dengan sejumlah besar sumber panduan yang sudah tersedia, kemauan belajar adalah faktor terpenting.
Berikut di bagian ini disampaikan beberapa sumber yang dapat dipakai untuk mempelajari Arduino (dalam bahasa Indonesia):
Panduan Belajar Arduino Untuk Pemula (oleh Ajang Rahmat) Download.
Belajar Arduino From Zero To Hero, Jilid 1 (oleh Giri Wahyu Pambudi, S.Pd). Download.
Panduan Praktis Arduino untuk Pemula (oleh Hari Santoso). Download atau download.
Pengenalan Arduino (oleh Muhammad Hasan Abdul Malik). Download.
Di bagian berikut ini sudah disediakan tautan ke sejumlah video yang dikumpulkan ke dalam satu playlist di YouTube. Kesemuanya adalah panduan belajar dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
Ada banyak sumber belajar lain di Internet, misalnya situs-situs yang halamannya berisi contoh-contoh proyek Arduino. Situs-situs seperti itu dapat ditemukan dengan menggunakan mesin pencari seperti Google, Bing, Duck Duck Go. Yang diperlukan adalah kata-kata kunci yang tepat yang bisa didapatkan dari bahan-bahan yang sudah dicantumkan di bagian sebelumnya.
Dalam upaya untuk dapat melakukan percobaan penyakelaran menggunakan PWM dengan baik, sejauh ini sudah ada dua artikel yang disusun untuk memudahkan proses belajar. Yang pertama fokus pada frekuensi, periode, dan duty cycle. Yang kedua lebih fokus pada proses pencarian nilai besaran rata-rata (average) dan rms.
Pembangkitan gelombang PWM dapat dilakukan dengan beberapa cara dan menggunakan beberpa komponen/alat yang berbeda. Di laboratorium beberapa peralatan yang berbeda sudah coba dipraktikkan agar mahasiswa memiliki wawasan lebih dan mampu melakukan evaluasi mengenai trade-off untuk masing-masing alat. Penting juga untuk diingat bahwa dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi (baik akademik maupun vokasi), kepraktisan semata bukanlah satu-satunya pertimbangan utama. Ada hal-hal lain yang terkadang lebih penting, berkaitan dengan proses pembentukan sikap, pelatihan kemampuan untuk berpikir kritis, information literacy, dan cara berpikir ilmiah.
Untuk kepentingan pembelajaran, sistem Arduino sangat baik untuk dipakai sebagai sarana untuk memahami PWM (Pulse Width Modulation). Pada sistem ini pengguna dapat mempelajari dari pengaturan yang paling eksplisit sampai ke pengaturan yang otomatis dengan menggunakan pustaka (library).
Menurut saya ada dua cara dalam hal penggunaan Arduino untuk mempelajari PWM. Sebut saja pendekatan educational dan pendekatan practical. Banyak orang (termasuk mahasiswa) cenderung untuk langsung belajar hanya dengan pendekatan praktis. Cara ini sangat tidak menguntungkan, akan mengganggu pengubahan potensi menjadi capaian pembelajaran dengan kedalaman yang baik. Perlu diingat bahwa perguruan tinggi baik akademis maupun vokasi bukanlah lembaga kursus keterampilan. Ada hal-hal yang eksplisit maupun implisit, langsung maupun tidak langsung yang perlu dipelajari untuk memperoleh tingkat pemahaman yang lebih baik. Mengenai pengetahuan praktis (know-how) saat ini sering dapat dipelajari dengan mudah dan singkat dengan bantuan Internet. Beberapa contoh sudah sering diberikan di situs ini dan bahkan nanti di dalam artikel ini sendiri. Baik berupa kutipan, rujukan, maupun tautan (link).
Cara pertama, cara educational menggunakan contoh kode Blink yang telah tersedia sebagai cotoh di Arduino IDE. Pengguna dilatih untuk secara langsung melihat dampak/akibat dari perubahan parameter (variabel) atau bahkan perubahan kode. Cara pengaturan yang ‘eksplisit’ ini memang kurang praktis, baris kode menjadi lebih panjang. [Update] Bahkan akurasinya pun bukan yang paling baik. Tetapi sekali lagi perlu diingat tujuan utama pada lingkungan belajar di perguruan tinggi berbeda dengan di lingkungan produksi. Setelah pemahaman dasar yang cukup bisa diperoleh, setelah nuansa/’feel’ dan attitude yang tepat bisa didapat maka perlihan ke cara lain yang lebih praktis tidak begitu sulit untuk dilakukan.
Cara kedua adalah pendekatan cara produksi. Di bagian “Sumber belajar” di akhir artikel ini sudah saya coba kumpulkan cukup banyak bahan belajar lanjutan. Isinya antara lain pengembangan penggunaan PWM dengan mengacu pada fasilitas dasar yang disediakan oleh sistem Arduino, yaitu dengan memanggil fungsi analogWrite(). Penggunaan fungsi ini untuk mendapatkan sinyal PWM tentu jauh lebuh praktis dari cara pertama, lagi pula cara ini akan membebaskan prosesor untuk melakukan tugas yang lain. [Update] Selain dengan cara mempergunakan fungsi millis(). Namum dalam belajar cara standar ini sebaiknya dipakai setelah mempelajari cara pertama.
Untuk dapat memahami penggunaan cara pertama (modifikasi kode Blink) dengan baik, mahasiswa perlu benar-benar paham tentang frekuensi, periode, dan duty cycle.
Kode contoh Blink dapat diperoleh di Arduino IDE dengan mencarinya seperti pada contoh berikut:
Gambar 1. Mencari kode contoh Blink di Arduino IDE
Berikut adalah isi kode asli dari Blink:
/*
Blink
Turns an LED on for one second, then off for one second, repeatedly.
Most Arduinos have an on-board LED you can control. On the UNO, MEGA and ZERO
it is attached to digital pin 13, on MKR1000 on pin 6. LED_BUILTIN is set to
the correct LED pin independent of which board is used.
If you want to know what pin the on-board LED is connected to on your Arduino
model, check the Technical Specs of your board at:
https://www.arduino.cc/en/Main/Products
modified 8 May 2014
by Scott Fitzgerald
modified 2 Sep 2016
by Arturo Guadalupi
modified 8 Sep 2016
by Colby Newman
This example code is in the public domain.
http://www.arduino.cc/en/Tutorial/Blink
*/
// the setup function runs once when you press reset or power the board
void setup() {
// initialize digital pin LED_BUILTIN as an output.
pinMode(LED_BUILTIN, OUTPUT);
}
// the loop function runs over and over again forever
void loop() {
digitalWrite(LED_BUILTIN, HIGH); // turn the LED on (HIGH is the voltage level)
delay(1000); // wait for a second
digitalWrite(LED_BUILTIN, LOW); // turn the LED off by making the voltage LOW
delay(1000); // wait for a second
}
Kode Blink yang asli dibuat untuk demonstrasi kedip LED. Umumnya tiap papan Arduino (semisal Uno atau Nano) telah dilengkapi LED yang dapat dipakai sebagai indikator. Pada Arduino Uno dan Arduino Nano, LED_BUILTIN merupakan konstanta yang mengacu pada Pin 13. Untuk keperluan praktik, pin 13 ini bisa diganti oleh pin lain selama pin pengganti tersebut juga merupakan pin yang memiliki kemampuan untuk mengeluarkan sinyal PWM. Pada gambar Arduino Uno pinout maupun Arduino Nano pinout pin-pin itu ditandai dan ditulis sebagai “PWM pin”.
Pada bagian ini kita bisa memulai secara bertahap melakukan modifikasi kode Blink sehingga bisa sesuai dengan keperluan pembelajaran praktik penyakelaran PWM. Misalnya bisa dipakai untuk pembelajaran praktik penyakelaran Mosfet.
Berikut adalah kode modifikasi pertama untuk Arduino Blink:
/*
Kode modifikasi penyakelaran Mosfet dengan PWM
*/
// const uint8_t MOSFET_PWM = 3;
const byte MOSFET_PWM = 3;
// the setup function runs once when you press reset or power the board
void setup() {
// initialize digital pin xxx as an output.
pinMode(MOSFET_PWM, OUTPUT);
}
// the loop function runs over and over again forever
void loop() {
digitalWrite(MOSFET_PWM, HIGH);
// delay(500);
delayMicroseconds(500);
digitalWrite(MOSFET_PWM, LOW);
// delay(500);
delayMicroseconds(500);
}
Pada kode di atas, di baris 6 saya telah mempergunakan konstanta baru yaitu MOSFET_PWM. Penamaan ini bebas sepanjang mematuhi pengaturan dari tata cara kode oleh Arduino. Untuk penundaan (delay) terdapat dua pilihan, yaitu delay() dan delayMicroseconds(). Pendundaan yang pertama berlangsung dalam orde millisecond sedangkan yang kedua dalam orde microsecond. Penundaan yang kedua dipakai jika anda perlu untuk menghasilkan PWM dalam frekuensi yang lebih tinggi. Artinya periode satu siklus penuh sinyal akan semakin singkat.
Salah satu kelemahan cara ini adalah bahwa akan ada timing verhead, ada waktu yang dihabiskan untuk menjalankan kode beralih dari satu loop ke loop lain. Pada tahap mula belajar, ketidakakuratan ini gampang untuk diabaikan. Tetapi pada kode produksi, cara lain yang lebih baik perlu dilakukan/dipilih.
Kode kemudian bisa disimulasikan dengan UnoArdusim, sebuah simulator Arduino Uno yang bisa dipakai dengan bebas kerena secarala legal memang gratis. Sekadar agar tampilannya bisa dilihat dengan mudah maka pada simulasi waktu penundaan diganti menjadi lebih lama.
Gambar 2. Simulasi dengan UnoArdusim
Berikut ini adalah capture simulasi untuk penundaan sebesar 50 ms.
Gambar 3. PWM 50%, 50 ms, pin 3
Setelah berhasil melakukan simulasi dengan software berikutnya kita bisa melakukan simulasi dengan hardware. Bergantung pada beberapa faktor, dalam engineering (kerekayasaan) orang sering perlu melakukan simulasi dengan software terlebih dahulu bahkan sebelum mencobanya dengan prototype perangkat keras. Meskipun sepertinya ‘bertele-tele’ dan menyulitkan, langkah sistematis ini justru seringkali menyelamatkan dan menghindarkan banyak kesulitan yang tidak perlu.
Untuk bisa mempergunakan perangkat keras Arduino dengan aman, ada baiknya memperhatikan ilustrasi sistem Arduino Uno dan Arduino Nano berikut:
Gambar 4. Arduino Uno pinpout
Gambar 5. Arduino Nano pinout
Pengujian dengan perangkat keras
Pengujian dengan perangkat keras Arduino dilakukan dengan bantuan logic analyzer dan oscilloscope. Kedua instrumen itu memungkinkan kita untuk lebih mudah melihat aksi ON/OFF dari pin Arduino bahkan untuk rentang waktu yang sangat singkat.
Gambar 6. Pengujian dengan perangkat keras
Modifikasi kode untuk contoh penyakelaran yang lebih cepat.
/*
Kode modifikasi penyakelaran Mosfet dengan PWM
*/
// const uint8_t MOSFET_PWM = 3;
const byte MOSFET_PWM = 3;
// the setup function runs once when you press reset or power the board
void setup() {
// initialize digital pin xxx as an output.
pinMode(MOSFET_PWM, OUTPUT);
}
// the loop function runs over and over again forever
void loop() {
digitalWrite(MOSFET_PWM, HIGH);
// delay(500);
delayMicroseconds(50);
digitalWrite(MOSFET_PWM, LOW);
// delay(500);
delayMicroseconds(50);
}
Hasilnya akan terlihat seperti berikut di logic analyzer:
Gambar 7. Hasil pengujian untuk penggaturan penundaan 50 μs
Gambar 8. Setup pengujian dengan oscillocope 100 MHz, 1 GSa/s
Gambar 9. Hasil pengukuran dengan oscilloscope
Dengan memberikan penundaan sebesar 50 μs saat rentang ON dan 50 μs saat rentang OFF, sepintas kita bisa berharap akan mendapatkan periode sebesar 100 μs (0,100 ms). Ini artinya gelombang itu akan memiliki frekuensi sebesar 10 kHz dengan duty cycle sebesar 50 %. Tetapi kalau melihat pada Gambar 7, frekuensi gelombang yang diukur tidak memiliki frekuensi setinggi 10 kHz, tetapi hanya 9,44 kHz (karena periodenya sebesar 0,1059 ms). Hal seperti ini dapat kita gunakan untuk berlatih penalaran dan penyusunan hipotesis.
Dugaan pertama adalah selisih terjadi karena keterbatasan kemampuan alat ukut logic analyzer yang dipakai. Dugaan kedua adalah karena memang gelombang penyakelaran yang dihasilkan oleh papan Arduino memang tidak secepat yang diharapkan. Untuk lebih mempersempit jumlah dugaan akan kemungkinan penyebab dan untuk melakukan pembuktian, diperlukan alat ukur yang berbeda dan diusahakan lebih baik dari yang dipakai sebelumnya.
Saya mempergunakan oscilloscope seperti pada Gambar 8 untuk mengukur sinyal yang sama. Hasilnya terlihat pada Gambar 9, frekuensi yang diukur juga tidak mencapai 10 kHz (periode 100 μs atau 0,10 ms). Sampai di sini, sudah patut diduga bahwa letak masalahnya bukan pada kedua alat ukur (meskipun kemungkinan itu memang masih ada). Kemungkinan terbesarnya ada pada papan Arduino itu sendiri.
Apakah yang menyebabkan papan/sistem Arduino tidak mampu membangkitkan penyakelaran hingga mencapai 10 kHz? Ada beberapa kemungkinan, tetapi untuk contoh ini sebenarnya mudah ditelusuri (salah satu) faktor yang menyebabkan. Cek fakta, lihat kembali ke kode program. Sekalipun memang benar penundaan untuk pulse width adalah sebesar 50 μs tetapi jangan dilupakan di sana terdapat baris-baris kode lain yang perlu dieksekusi oleh mikrokontroler. Kode-kode ini dalam dialek bahasa C memerlukan waktu untuk juga dieksekusi. Terlebih lagi untuk high-level language, waktu yang diperlukan umumnya lebih lama daripada bahasa rakitan (assembly). Hal semacam ini sering disebut sebagai overhead time.
Sudah sering disampaikan bahwa di engineering (rekayasa), pada banyak keadaan dengan kedalaman yang berbeda-beda, selalu diperlukan apa yang disebut sebagai model. Ini adalah wakil dari kondisi yang sebenarnya, dan tentu saja tidak sama persis dengan aslinya. Pemodelan ini membawa pada konsep lain, yaitu approximation. Untuk banyak hal, sistem fisik di alam semesta ini, hanya dapat ditangani dengan aproksimasi atau pendekatan. Misalnya suatu model diode tidak perlu harus sama persis dengan diode yang sesungguhnya. Ada hal-hal, ada aspek-aspek tertentu yang bisa diabaikan. Pengabaikan ini pun diatur/dilakukan dalam beberapa tingkat, sesuai keperluan kedalaman informasi.
Prinsip yang sama juga berlaku pada contoh kode program di atas ini. Penyakelaran dengan sinyal sebesar 10 kHz (periode 0,10 ms) dan duty cycle sebesar 50 % adalah pendekatan/aproksimasi (approximation).
Sebagaimana yang telah diulas di awal artikel, cara educational seperti ini sengaja dipilih untuk mengawali pembelajaran dan untuk awal praktik di laboratorium agar mahasiswa bisa melatih penalarannya dengan lebih baik. Juga berkenalan dengan ketidakidealan sistem perangkat lunak dan perangkat keras.
Langkah berikutnya bandingkan antara penyakelaran dengan cara educational yang telah dicoba sebelumnya dengan penggunaan fungsi analogWrite() pada pin 3.
Variasi kode yang ketiga:
/*
Kode modifikasi penyakelaran Mosfet dengan PWM
*/
// const uint8_t MOSFET_PWM = 3;
const byte MOSFET_PWM = 3;
// the setup function runs once when you press reset or power the board
void setup() {
// initialize digital pin xxx as an output.
pinMode(MOSFET_PWM, OUTPUT);
}
// the loop function runs over and over again forever
void loop() {
digitalWrite(MOSFET_PWM, HIGH);
// delay(500);
delayMicroseconds(150);
digitalWrite(MOSFET_PWM, LOW);
// delay(500);
delayMicroseconds(1870);
}
Gambar 10. Pengukuran penyakelaran pin 3 dari variasi kode yang ketiga
Gambar 11. Pengukuran penyakelaran pin 3 dari variasi kode yang keempat
Gambar 11 adalah hasil pengukuran terhadap variasi kode yang keempat, yang merupakan ‘kode produksi’. Cara ini lebih banyak akan dipergunakan saat pengembangan sistem yang praktikal daripada cara educational sebelumnya. Cara ini lebih singkat dalam penulisan kode program dan membebaskan mikrokontroler untuk dapat melakukan hal lain selain menunggu habisnya waktu tunda pada kode.
Pada Arduino Uno dan Arduino Nano terdafat dua frekuensi PWM secara default. Yang pertama adalah 490 Hz dan dan yang kedua 980 Hz (pin 5 dan pin 6). Kedua frekuensi ini berdasarkan pengaturan produsen dan tidak mudah untuk diubah. Cara pengubahan nilai frekuensi PWM ini dapat dicari di bagian link di akhir artikel.
Gambar 10 adalah hasil pengukuran pada pembangkitan PWM dengan menggunakan variasi kode yang ketiga. Bisa dilihat bahwa dengan cara ini pengguna dapat mendekati nilai frekuensi default Arduino (490 Hz) dan duty cycle yang hampir sama. Waku penundaan untuk tetap ON adalah sebesar 150 μs dan penundaan untuk tetap OFF sebesar 1870 μs. Jika saja waktu yang dipakai untuk semua kode lain dapat diabaikan, maka duty cycle akan sebesar 7,426 %. Ada pun hasil pengukuran pada pin 3 dengan logic analyzer menunjukkan duty cycle sebesar 7,502 %.
Pada kode variasi yang keempat, nilai 20 dari 256 (8-bit) menunjukkan perbandingan 7,813 %. Pada Gambar 11, nilai duty cycle terukur dan terhitung sebesar 7,845 %. Bandingkan hasil ini dengan hasil dari variasi kode yang ketiga.
Sampai di sini anda seharusnya sudah bisa menentukan nilai duty cycle, periode dan frekuensi berdasarkan nilai penundaan yang diberikan pada kode program variasi yang ketiga di atas. Jika masih ada kebingungan atau ada yang terlupakan, silakan baca kembali artikel di link ini. Nah bisakah anda melakukan hal yang sebaliknya? Jika anda diberikan sebuah nilai frekuensi dan sebuah nilai duty cycle, bisakah anda menentukan nilai masing-masing penundaan di kode program ‘variasi kode yang ketiga’?
Lihatlah kode program yang telah di-capture berikut ini, dapatkah anda memahaminya?
Gambar 12. Kode program pengembangan, variasi kelima
Gambar 13. Hasil pengukuran logic analyzer terhadap kerja kode variasi kelima
Gambar 14. Keluaran komunikasi serial
Anda bisa mengubah-ubah kode variasi kelima dan melakukan modifikasi yang sesuai untuk pembelajaran anda.
Kode dasar variasi ketiga ini dipakai untuk melakukan eksperimen pada praktikum penyakelaran Mosfet. Pada dasarnya variasi-variasi kode program ini dapat dipakai untuk penyakelaran BJT, Mosfet, IGBT, SCR, TRIAC, LED, dan komponen lain dengan rangkaian yang sesuai.
Fritzing adalah salah satu dari perangkat lunak gratis yang dapat dipergunakan dengan baik untuk belajar elektronika. Perangkat lunak ini bisa bekerja baik di lingkungan sistem operasi GNU/Linux maupun Microsoft Windows. Masing-masing software memiliki keunggulannya masing-masing bagi setiap tipe pengguna dan keperluan. Untuk pelajaran elektronika daya ada beberapa hal yang menarik dari Fritzing.
Pertama, sebagaimana yang telah diungkap Fritzing juga dapat bekerja di sistem ber-OS GNU/Linux seperti Fedora, Debian, Ubuntu, atau Mint. Ini penting karena OS ini bersifat gratis sehingga memungkinkan untuk dijadikan platform belajar yang dapat dipakai secara luas.
Gambar 1. Fritzing di sistem dengan OS GNU/Linux Mint.
Kedua, Fritzing memberikan fasilitas pengguna untuk melakukan perancangan sistem di breadboard. Ini sangat memudahkan bagi pengguna yang membutuhkan alat bantu perancangan atau dokumentasi pada sistem yang menggunakan breadboard.
Gambar 2. [Sumber: Sensing the Temperature with the LM35.]
Ketiga, Fritzing terus menerus diperbaharui (updated) termasuk untuk komponen, terutama komponen yang popular. Dengan begitu pengguna akan semakin mudah untuk melakukan perancangan, terutama untuk perancangan dengan menggunakan sistem papan seperti Arduino.
Gambar 3. [Sumber: Sensing the Temperature with the LM35.]
Keempat, Fritzing tidak hanya memiliki fitur perancangan pada breadboard sebagai tambahan dari fitur perancangan schematic dan PCB tetapi juga menyediakan tempat untuk melakukan coding (misalnya untuk sistem Arduino). Sehingga Fritzing cukup lengkap untuk mengembangkan sistem prototipe maupun untuk membantu proses belajar.
Gambar 4. [Sumber: Sensing the Temperature with the LM35.]
Untuk melakukan instalasi calon pengguna bisa langsung menuju ke bagian download dari situs Fritzing, yaitu: http://fritzing.org/download/. Petunjuk instalasi untuk beberapa OS yang berbeda juga telah disediakan di halaman yang sama.
Setelah instalasi berhasil selesai dilakukan dengan baik, cara pertama belajar umumnya adalah dengan melihat contoh yang sudah jadi. Ini memudahkan untuk memberikan gambaran tentang apa saja yang bisa dilakukan dengan software yang sedang dipergunakan. Cari yang paling sederhana sehingga relatif mudah untuk dipahami.
Gambar 5. Memilih contoh proyek Blink
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Fritzing cocok dipakai untuk proyek yang berskala kecil, tidak memiliki banyak komponen, mengunakan breadboard atau menggunakan sistem papan mikrokontroler seperti Arduino.
ExpressPCB adalah software gratis untuk perancangan PCB yang dipergunakan di lingkungan OS Microsoft Windows. Versi-versi awal dari software ini masih dapat bekerja dengan baik di sistem ber-OS GNU/Linux dengan bantuan wine. Versi yang lebih baru tampaknya hanya dapat berjalan baik di sistem MS Windows.
Sebelum perkembangan Fritzing, ExpressPCB adalah software yang gratis yang termasuk paling ringan dan cepat untuk mengembangkan PCB yang berskala kecil (sederhana).