KKNI, SNPT dan SKTTK

Dalam dunia kerekayasaan (engineering) dan kerekayasaan teknologi (engineering technology) sudah umum ditemui penggunaan standar (acuan) dalam merancang maupun dalam melakukan suatu kegiatan. Lebih dari itu, standar yang diacu pun seringkali merupakan standar Internasional. Standar-standar tersebut ditaati atau minimal tidak diabaikan begitu saja oleh mereka yang secara profesional maupun vokasional berkecimpung di bidang kerekayasaan. Benar atau salah suatu pilihan tindakan suatu saat akan diadili berdasarkan standar-standar itu, sengaja dengan ringan menyalahinya hanya akan mendatangkan bahaya.

Kodifikasi yang disepakati, diakui atau diadopsi oleh banyak negara sudah merupakan suatu keumuman di bidang engineering, khususnya bidang EEE (elecrtical & electronics engineering), nama-nama seperti IEC dan IEEE sudah tidak begitu asing lagi bagi banyak pelaku di dunia industri ini. Karena itu untuk bidang engineering education (pendidikan kerekayasaan), yang juga secara umum dulu disebut pendidikan teknik, kebiasaan mengikuti standar ini tidaklah aneh/janggal.

Dunia pendidikan yang meneliti dan membahas mengenai bagaimana manusia belajar sudah sejak lama memiliki teori-teori yang memudahkan proses pembelajaran. Meskipun berbeda dengan persamaan-persamaan “baku” di dunia engineering, teori-teori di dunia pendidikan masih terbukti membantu pembelajaran pada siswa/mahasiswa. 

Kampung Global

Setelah era kemudahan komunikasi dan transportasi membuat Bumi seakan-akan menjadi semakin kecil, dibutuhkan pengaturan baru agar pertukaran tenaga kerja antar negara tidak lagi mengalami hambatan yang sesungguhnya tidak diperlukan. Perlu adanya kesepakatan mengenai standar kemampuan (kompetensi) tenaga kerja. Kesadaran akan hal ini terus bergulir dan dibakukan dalam sejumlah kerangka (framework). Di masa datang hal semacam ini akan menjadi sangat umum seperti halnya keumuman standar-standar lain dalam bidang engineering.

Di Slideshare saya kutipkan mengenai rangkaian dari KKNI, SNPT (SN DIKTI) sampai SKTTK. Slides yang ada di sana tidak memaparkan secara rinci mengenai prosesnya, tetapi kutipan hanya saya pakai untuk menyampaikan mengenai arah penyelarasan dalam tiga bidang tersebut. Bagaimana bidang pendidikan (termasuk pendidikan tinggi) dan bidang ketenagalistrikan (dalam hal sumber daya manusia pelaksananya) secara logis mengacu pada pengaturan KKNI dalam bidang ketenagakerjaan.

Di bagian awal saya mempergunakan dua slide untuk mengutip bagian dari PUIL. Tujuanya semata-mata hanya untuk menunjukkan bahwa mengikuti standar internasional bukanlah hal yang aneh, bahkan untuk sebuah standar nasional. Melakukan ratifikasi bagi sebuah negara, negara maju sekalipun, adalah hal yang lumrah. Begitu pula bagi negara yang merupakan anggota suatu organisasi (bidang tertentu). Bagi negara yang sedang berkembang (tertinggal) dalam hal sains, kerekayasaan dan teknologi, mangacu atau bahkan mengikuti standar dari negara-negara yang lebih maju bukanlah hal yang tabu atau aneh. Justru dalam banyak hal, pilihan itu menyederhanakan dan mempermudah proses.

Pada bagian selanjutnya saya mencantumkan kutipan bagaimana standar PLN (SPLN) juga wajar mengacu pada standar IEC. Lalu berikutnya saya mengutip kerangka kualifikasi di Irlandia dan Eropa lainnya sebagai pembanding.

Pada bagian kutipan untuk pengaturan di dalam negeri, saya mengutip apa yang diproyeksikan untuk dimiliki oleh lulusan D3 maupun D4. Baik menurut standar tingkat di bidang ketenagakerjaan (KKNI), bidang pendidikan melalui SN-DIKTI (SNPT), maupun standar untuk pekerja/tenaga teknik ketenagalistrikan.

Tantangan Zaman

Perlu diingat juga bahwa di luar standar ini, kemajuan zaman juga terus berlangsung. Ada banyak proses yang sekarang beralih dari manual dengan tenaga hewan atau manusia menjadi proses yang telah terotomatisasi. Sebagian peran manusia telah dikurangi bahkan dihilangkan dari sistem. Padahal jumlah penduduk tidak tercatat berkurang setiap tahun, belum ada penurunan angka pertumbuhan penduduk yang signifikan  di Indonesia. Ini menghasilkan tantangan yang besar, ada peningkatan risiko jumlah pengangguran yang semakin besar sementara pelatihan dan pendidikan calon pekerja sulit untuk berubah.

Manusia pekerja masa depan harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan masa depan, bukan masa lalu. Pelatihan perlu diselaraskan dengan perkembangan teknologi dan proyeksi apa saja peran manusia di dalam suatu sistem, di industri dan di peradaban masa depan. Itu kalau mau selamat sejahtera sebagai sebuah bangsa/negara.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *