Pada halaman ini akan coba diberikan contoh praktik sederhana penyearah setangah gelombang beban resistif sederhana. Rangkaian ini hanya terdiri dari satu buah diode (sebagai penyearah) dan satu buah resistor (sebagai beban).
Contoh praktik ini dapat dipakai untuk praktik mandiri dengan nilai tegangan masukan yang berbeda.
Peringatan: Jangan lakukan jika anda tidak paham dan mendatangkan risiko bagi keselamatan jiwa.
Gambar 1.
Gambar 1 adalah simulasi rangkaian dasar untuk rangkaian half-wave rectifier dengan beban satu buah resistor. Anda bisa melihat bentuk gelombang V(out) yang juga bentuk gelombang arus yang melewati R1. Perhatikan bahwa LTspice mempergunakan nilai tegangan puncak (peak) atau amplitude sebagai nilai pada sumber tegangan.
Gambar 2.
Gambar 2 adalah contoh dari rangkaian penyearah setengah gelombang yang dibuat dengan mengikuti gaya Manhattan. Sisi positif sumber yang dihubungkan ke anode ada pada bagian kiri atas gambar pada diode, sedangkan sisi ground ada pada bagian kanan bawah yaitu pada sisi kaki resistor yang tidak terhubung dengan diode.
Sebelum melanjutkan langkah untuk mengalirkan arus listrik ke rangkaian, pastikan bahwa untuk rangkaian ini catu daya sudah berada pada nilai yang tepat.
Atur agar tegangan masukan nilainya lebih kecil dari 10 VAC (yaitu Vrms AC)!
Gambar 3.
Cara mengalirkan energi listrik dapat dilihat di Gambar 3. Hubungkan crocodile clip seperti pada Gambar 3 dengan hati-hati agar tidak sampai membuat kaki-kaki komponen terlepas dari papan PCB.
Gambar 4.
Jika sudah dipastikan bahwa tegangan masukan sudah sesuai dan tidak lebih dari 10 VAC (yaitu Vrms AC) maka probe dari oscilloscope bisa dihubungkan seperti pada Gambar 4.
Sebagai contoh hasil pengaturan praktik bisa dilihat sebagaimana pada Gambar 5. Untuk memperbesar tampilan gambar, klik kanan pada mouse lalu klik pilih Open image in new tab atau klik di sini.
Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan hasil percobaan dengan dua kanal (channel) oscilloscope. Untuk percobaan ini nilai masukan adalah sebesar 6,60 Volt (berdasarkan True RMS DMM) atau terdeteksi sebesar 6,520 V di oscilloscope. Nilai masukan di bawah 10 Volt AC adalah upaya untuk menjaga keselamatan oscilloscope. Terutama dari kemungkinan kesalahan aktivitas praktik sehingga terjadi kelebihan tegangan masukan di atas kemampuan dari alat ukur, misalnya oscilloscope GDS-2104A atau ISDS205.
Gambar 6. [ Klik di sini untuk memperbesar tampilan gambar. ]
Untuk bisa memahami informasi pada Gambar 6, pembaca perlu mengacu kembali artikel berikut: Perhitungan nilai gelombang AC dengan nilai offset. Perhatikan perbedaan antara nilai RMS di LTspice (AC+DC) dengan nilai RMS pada DMM (hanya nilai AC).
Bandingkan nilai-nilai (parameter) yang diperoleh dari simulasi dengan LTspice, nilai yang didapat dari pengukuran menggunakan DMM (digital multimeter), serta nilai yang diukur dengan oscilloscope.
Sekarang saatnya
Pelajari ulang semua bahan pelajaran di bagian atas halaman ini. Baca kembali halaman artikel lain jika diperlukan.
Perhatikan gambar rangkaian untuk praktik sebagai berikut ini:
Gambar 7.
01. Perhatikan Gambar 7 dan bandingkan dengan rangkaian fisik yang sesungguhnya. Bacalah semua keterangan langkah-langkah berikut sampai selesai sebelum mencoba;
02. Pastikan rangkaian tidak sedang terhubung dengan catu daya lalu dengan DMM (digital multimeter) ukurlah nilai resistor. Kemudian periksa kondisi diode dengan menggunakan “Diode Mode” pada DMM;
03. Atur tegangan catu daya agar bernilai antara 6 Volt AC sampai 9 Volt AC. Tanyakan nilai masukan yang diperlukan kepada instruktur yang bertugas;
04. Aturlah nilai-nilai komponen pada file simulasi LTspice agar mendekati dan sesuai dengan nilai komponen yang sesungguhnya;
05. Lakukan simulasi rangkaian menggunakan LTspice dengan benar. Catat hasilnya di lembar data anda;
06. Hubungkan rangkaian penyearah dengan catu daya. Perhatikan polaritas catu daya, jangan sampai terbalik;
07. Dengan menggunakan DMM ukur tegangan AC dan DC antara: node A dengan GND. Catat dengan baik hasil pengukuran;
08. Dengan menggunakan DMM ukur tegangan AC dan DC antara: node B dengan GND. Catat dengan baik hasil pengukuran;
09. Hitung nilai arus yang melewati resistor berdasarkan pengukuran nilai resistor dan nilai tegangan di antara kaki-kaki resistor;
10. Pasanglah probe Kanal #1 (Ch 1) pada posisi node A dalam rangkaian penyearah. Perhatikan tampilan gelombang dan pengukuran di oscilloscope. Bandingkan hasilnya dengan teori, perhitungan, simulasi dan pengukuran dengan DMM;
11. Pasanglah probe Kanal #2 (Ch 2) pada posisi node B dalam rangkaian penyearah. Perhatikan tampilan gelombang dan pengukuran di oscilloscope. Bandingkan hasilnya dengan teori, perhitungan, simulasi dan pengukuran dengan DMM;
12. Simpan tampilan informasi dari oscilloscope dengan menggunakan USB flashdisk;
13. Buka file hasil penyimpanan di laptop atau cell phone untuk memastikan hasilnya dalam keadaan baik;
14. Jika semua hasil pengukuran sudah sesuai dengan teori (nilai deviasi kecil sekali) maka turunkan nilai tegangan catu daya sampai nol volt ( 0 V );
15. Matikan catu daya (power off) dan lepaskan kabel yang menghubungkan catu daya dengan rangkaian;
Kali ini kita akan membahas tentang konfigurasi dasar dari penyearah gelombang penuh (full-wave rectifier) dalam bentuk jembatan Graetz (Graetz bridge).
Untuk memudahkan proses membaca, disarankan untuk membuka halaman ini dalam dua tab atau dua window(jendela). Supaya mudah untuk membaca keterangan dan membandingkan dengan / mengamati gambar. Agar tidak bolak-balik melakukan scroll.
[/intense_panel]
Tulisan ini dan tulisan lain dalam seri ini disusun dengan mode fail safe, artinya memang ditujukan terutama bagi yang ingin belajar secara mandiri. Dengan bemikian kadang-kadang bagi mereka yang sudah paham, akan terasa agak panjang. Silakan skim and scan 🙂 .
BENTUK FISIK
Sebelum mempelajari cara kerja dan melakukan analisis dasar, kita berkenalan dulu dengan bentuk fisik dari komponen jembatan diode yang telah cukup banyak dijual umum di pasaran.
Gambar 1. Contoh bentuk fisik komponen penyearah jembatan diode (sumber:Wikipedia).
Gambar 2. Contoh fisik komponen komersial bridge rectifier (sumber:WestFlorida components).
Sebelum adanya komponen jembatan diode yang sudah diringkas dalam satu package, konfigurasi jembatan diode ini dibangun dari komponen diode diskrit. Cara seperti ini masih bisa dipergunakan hingga saat ini, misalnya karena alasan harga atau ketersediaan komponen.
Gambar 3. Penyearah jembatan diode dari komponen diode diskrit (tunggal), (sumber:Wikipedia).
OPERASI DASAR
Berikutnya untuk memahami cara kerja komponen/konfigurasi jembatan diode ini, kita mulai dengan memperhatikan seksama animasi berikut. Luangkan waktu beberapa saat untuk benar-benar memperhatikan pergantian siklus dan diode yang aktif pada tiap saat itu.
Gambar 4. Animasi operasi dasar Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).
Gambar 5. Setengah siklus positif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).
Pada Gambar 5, bisa kita lihat operasi Graetz bridge rectifier saat setengah siklus positif sumber tegangan A.C., yaitu dalam gambar ini saat jalur arus di bagian atas sedang bernilai lebih positif jika dibandingkan dengan jalur arus yang di bawahnya. Jalur arus yang memiliki tegangan yang lebih positif itu diberi warna merah, sedang yang lebih negatif berwarna biru.
Dalam gambar itu saat jalur sumber di bagian atas lebih positif dari jalur di bawahnya, diode pada bagian kiri atas pola diamond (berlian) akan aktif. Diode akan menghantar seperti sakelar tertutup, dan pada Gambar 5 itu semua yang aktif dalam potensi listrik positif diberi warna merah. Sedangkan bagian rangkaian yang berpotensi lebih negatif diberi warna biru. Jika terminal terhubung dengan beban maka arus listrik dari sumber akan melewati diode (yang diberi tanda warna merah) ke beban dan kembali ke sumber melalui jalur yang diberi tanda pembeda berupa warna biru. Diode kanan bawah pola berlian itu diberi penanda beda dengan warna biru. Diode biru itu menjadi jalur pulang arus listrik dari beban menuju sumber catu daya.
Gambar 6. Setengah siklus negatif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).
Kondisi yang digambarkan pada Gambar 6 berkebalikan dari kondisi yang digambarkan pada Gambar 5. Polaritas tegangan pada terminal sumber terbalik, yang di atas sekarang lebih negatif dari yang di bawah. Pada kondisi ini semua diode yang tadi aktif pada situasi di Gambar 5 akan mati (off, tidak bekerja). Sebaliknya diode yang tadinya tidak aktif, maka pada situasi ini akan aktif. Dalam gambar terlihat diode yang aktif berwarna merah (arus untuk polaritas tegangan yang lebih positif) dan berwarna biru (arus untuk polaritas tegangan yang lebih negatif).
Salah satu ciri yang menonjol pada rangkaian jembatan diode ini adalah bahwa dari sisi terminal beban, polaritas tegangan akan tetap sama, tidak berubah. Pergantian terus-menerus, periodik, dari polaritas sumber tegangan arus bolak-balik tidak berpengaruh pada polaritas tegangan beban. Ciri lainnya yang lebih ringan (trivia) adalah bentuk lambang diagram yang berupa berlian (diamond) yang iconic yang terkenal itu. Ciri ini sebenarnya tidak merupakan keharusan, baik dalam diagram maupun dalam perwujudannya. Bentuk tidaklah mengikat sepanjang koneksi antar node-nya tetap.
Gambar 7. Bentuk lain diagram koneksi beserta warna aktifasinya, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).
OPERASI DASAR
Gambar 8. Konfigurasi dasar simulasi dan pengukuran riil penyearah jembatan diode rangkaian terbuka.
Di Gambar 8, semua node diberi tanda secara eksplisit untuk memudahkan (n1, n2, n3, n4). Pada konfigurasi ini perlu diperhatikan bahwa titik common sebagai acuan pengukuran (lazim juga disebut gnd, ground) adalah node di sisi sumber tegangan AC. Node gnd adalah juga node n3 di rangkaian ini. Semua pengukuran dengan DSO di kanal satu (CH1) dan kanal dua (CH2) akan dibandingkan nilainya dengan node ini.
Gambar 9. Hasil simulasi rangkaian pada Gambar 8.
Di Gambar 8, node n3 dipakai sebagai titik acuan (common) bagi perhitungan level tegangan di semua node di satu saat yang sama. Hasilnya tampak di Gambar 9, tegangan di node n1; V(n1) dapat menjadi panduan pembanding visual bagi semua gelombang hasil pengukuran lainnya.
Saat tegangan di n1 memasuki fase siklus nilai tegangan lebih positif terhadap nilai tegangan di n3 (yang dipakai sebagai acuan, common, gnd), begitu pun nilai tegangan di n4. Di node n4, saat yang sama, nilai tegangannya juga lebih positif daripada nilai tegangan di n3 yang dipakai sebagai acuan. Dengan begitu kita bisa melihat bahwa tegangan n4 mengikuti trend nilai tegangan yang sama dengan n1 pada setengah siklus positif n1 (kurva biru). Sedangkan nilai tegangan di n2 akan mengikuti trend nilai tegangan n1 di setengah siklus negatif (kurva pink). Hal ini akan lebih mudah dipahami nanti dengan penggunaan beban resistor. Pada bagian ini yang lebih penting mengetahui pergantian polaritas pada pasangan node sumber seperti yang diungkap pada Gambar 8 dan Gambar 9, tidak mengubah polaritas di node n2 dan n4. Sekali lagi artinya polaritas tegangan di n2 dan n4, tetap.
Gambar 10.Pengujian dengan DSO konfigurasi rangkaian seperti pada Gambar 8.
Gambar 11. Hasil dari proses uji (Gambar 10), #1 n1, #2 n4, #3 n2.
Gelombang pada Gambar 11 adalah hasil pengujian diode bridge riil sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 10. Ground dari DSO (oscilloscope) dihubungkan dengan salah satu keluaran transformer. Untuk mempermudah pengujian mengikuti pengaturan penamaan node seperti pada Gambar 8. Point nomor satu di Gambar 11, adalah kurva gelombang sinus di n1, ini sama seperti kurva pada Gambar 9. Kurva yang diberi tanda nomor dua adalah hasil pengukuran pada n4, kebetulan foto pada Gambar 10 tepat menggambarkan konfigurasi probe saat pengambilan nilai tegangan di node ini. Keluaran terminal positif dari komponen diode bridge (n4) sama polanya dengan hasil simulasi di Gambar 9. Karena DSO yang dipergunakan hanya memiliki dua kanal, maka kurna no 3 sebenarnya adalah tampilan hasil penyimpanan dari pengukuran sebelumnya. Dalam uji ini kurva no 3 adalah tegangan di node n2, terminal negatif dari diode bridge. Hasilnya juga sesuai dengan hasil simulasi pada Gambar 9.
Gambar 12. Anotasi lebih rinci dari Gambar 11.
Di Gambar 12, anotasi no 1 menggambarkan saat node n1 berada dalam setengah siklus positif (tegangannya lebih positif dari node acuan n3). Pada setengah siklus positif itu tegangan di n4 juga positif, ditunjukkan dengan anotasi no 2. Sedangkan no 3 menunjukkan bahwa pada setengah siklus positif itu tegangan di n2 mendekati nol. Sebaliknya pada setengah siklus negatif tegangan di n4 mendekati nol dan tegangan di n2 (anotasi no 6) bernilai negatif terhadap n3 seperti tegangan di n1 pada saat itu.
Gambar 13. Konfigurasi uji diode bridge CH1 untuk n4 dan CH2 untuk n2.
Gambar 14. Hasil uji diode bridge (Gambar 13), CH1 (kuning) untuk n4 dan CH2 (cyan) untuk n2.
Gambar 15. Konfigurasi simulasi dan pengujian dengan node n2 sebagai acuan.
Gambar 16. Hasil pengujian dengan node n2 sebagai acuan.
Gambar 17. Pengenal diode untuk simulasi dan pengujian, D1, D2, D3, D4.
Konfigurasi rangkaian pada Gambar 15, memiliki kesamaan dengan rangkaian pada Gambar 8. Perbedaannya adalah pada Gambar 15, terdapat resistor 200 Ohm (2 x 100 Ohm, 5 Watt di rangkaian uji) dan node yang dipergunakan sebagai acuan adalah n2 dan bukan lagi n3. Hasil simulasi terlihat pada Gambar 16, tegangan antara n1 terhadap n3 masih bisa disimulasikan dengan menggunakan cara pengukuran diferensial. Kita bisa melihat bahwa untuk rentang 20 mS (satu siklus penuh gelombang sinus 50 Hz), satu siklus sinus masukan menghasilkan dua pulsa (two pulse). Ini berbeda dengan penyearah setengah-gelombang yang hanya menghasilkan satu pulsa setiap satu siklus penuh gelombang sinus masukan. Dengan demikian pada full wave bridge rectifier ini baik setengah siklus positif maupun setengah siklus negatif dari input akan menghasilkan keluaran di sisi DC.
Kita bisa membandingkan kurva hasil simulasi pada Gambar 16, V(n1,n3) dengan V(n4), dan pada saat yang sama dengan V(n1) dan V(n3). Misalnya dapat dilihat bahwa V(n4) berasal dari gabungan V(n1) dengan V(n3). Pada Gambar 16, pulsa pertama pada V(n4) berasal dari V(n1). Pulsa ini berasal dari diode D1 (Gambar 17) yang aktif bersama diode D2, sedangkan D3 dan D4 dalam keadaan off. Ini terjadi saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus positif.
Pulsa kedua pada V(n4), yaitu dari 10 mS sampai 20 mS, merupakan “sumbangan” dari V(n3) karena D3 dan D4 menjadi aktif (on) pada saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus negatif. Pada saat ini D1 dan D2 dalam keadaan mati (off). Pola yang sama berlangsung berulang terus menerus (periodik) selama kondisi prasyarat terpenuhi.
Gambar 18. Bentuk lain penyusunan diode diskrit dari penyearah gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).
PENGUKURAN RANGKAIAN
Gambar 19. Foto test bed untuk menguji hasil simulasi pada komponen riil.
Gambar 20. Kurva hasil uji; #1:V(n4), #2:V(n1), #3:V(n3).
Semua kurva pada Gambar 20 adalah perbandingan pengukuran dengan node n2 sebagai acuan. Konfigurasi pengujian sama dengan konfigurasi pada Gambar 15. Karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan DSO yang hanya memiliki dua kanal maka fasilitas Ref dipergunakan untuk menyimpan dan menampilkan kurava gelombang ketiga, (dalam Gambar 20 adalah kurva #3). Kurva #1 menunjukkan V(n4), tegangan kaki positif pada komponen diode bridge. Kurva #2 menunjukkan V(n1), tegangan pada salah satu sumber AC. Kurva #3 menunjukkan V(n3), tegangan pada salah satu sumber AC yang berbeda dari yang diukur dan menghasilkan kurva #2. Sekedar untuk memudahkan pengenalan, dapat ditetapkan kurva #2 adalah hasil pengukuran pada terminal fase pada/dari trafo sedangkan kurva #3 adalah hasil pengukuran pada terminal 0 (nol) pada trafo.
Gambar 21. Kurva hasil uji; #4:V(n4), #5:V(n1), #6:V(n3), dengan base yang diatur sama.
Gambar di atas sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Gambar 20, perbedaannya hanyalah posisi vertikal dari kurva #5 dan #6 telah dibuat sama (satu level). Dengan begitu saya harapkan akan lebih mudah untuk membayangkan bahwa kurva #4 sebenarnya terdiri dari kurva #5 dan #6.
Gambar 22. Setup untuk menguji komponen riil dengan fasilitas MATH di DSO.
Gambar 23. Kurva hasil pengukuran pada Gambar 22.
Setup pada Gambar 22 masih mengikuti setup pada Gambar 15, tanpa R2. Pada uji kali ini fasilitas penyimpanan kurva pada DSO (REF) tidak lagi dipergunakan. Yang dipakai adalah fasilitas MATH, sehingga dua hasil pengukuran bisa langsung ditambahkan. Dari gambar 22 dan 23, CH1 dipergunakan untuk mengukur n3 sedangkan CH2 dipergunakan untuk mengukur n1. Kurva #1 adalah hasil perhitungan langsung, penambahan CH1 dengan CH2. Dari gambar 20, 21 dan 23 kita bisa yakin bahwa tegangan yang terukur pada kaki positif jembatan diode (node n4) adalah hasil dari penjumlahan tegangan pada masing-masing terminal/kaki fase masukan tegangan arus bolak-balik, dengan titik acuan (pembanding) adalah terminal negatif pada kaki jembatan diode (n2).
Gambar 24. Dua siklus penuh gelombang masukan memberikan empat pulsa keluaran pada penyearah jembatan.
Gambar 25. Pengukuran satu pulsa keluaran penyearah menggunakan manual cursor.
Gambar 26. Pengukuran frekuensi pulsa keluaran penyearah Graetz menggunakan auto cursor.
Gambar 27. Nilai Vmax pada tegangan keluaran.
Gambar 28. Nilai Vtop pada tegangan keluaran.
Gambar 29. Visualisasi nilai Vpp pada tegangan keluaran.
Gambar 30. Visualisasi nilai Vmean pada tegangan keluaran.
Gambar 31. Visualisasi nilai Vrms pada tegangan keluaran.
Gambar 32. Panduan untuk memahami definisi parameter pada pengukuran pada DSO.
At this point, you may be wondering what the difference is between the “top” of a waveform (Vtop) versus the “maximum” of a waveform (Vmax), as well as the difference between the “base” of a waveform (Vbase) versus the “minimum” of a waveform (Vmin).
Vtop is the steady- state high level of the waveform. This is the voltage level of the waveform after the overshoot and ringing have settled. Likewise, Vbase is the steady- state low level of the waveform. For digital pulse parameter measurements, Vtop and Vbase are often more important parameters to measure than the absolute maximum and minimum voltages of the waveform (Vmax and Vmin), which are the peak values of the overshoot.
Gambar 33. Parameter pengukuran tegangan pada CH1 DSO, tegangan keluaran penyarah jembatan.
Gambar 34. Parameter pengukuran pada tegangan masukan penyarah jembatan.
PERSAMAAN RATA-RATA (AVG, Average)
Gambar 35. Persamaan Vavg untuk penyearah gelombang penuh
Dari hasil simulasi dan pengukuran pada rangkaian riil yang telah dilakukan, diketahui bahwa penyearah jembatan Graetz akan memberikan tegangan keularan baik pada setengah siklus positif maupun negatif dari tegangan masukan. Karena itu pada persamaan #1 dan #2 di Gambar 35, perhitungan untuk mencari nilai rata-rata menggunakan satu satu siklus penuh (setengah siklus positif dan setengah siklus negatif)
Gambar 36. Perhitungan untuk nilai Vavg
Dari uji persamaan seperti yang terlihat pada Gambar 36, kita bisa mendapatkan persamaan sederhana dengan pembulatan. Persamaan nilai rata-rata yang didapat untuk penyerah gelombang penuh mudah ditebak ternyata nilainya dua kali dari nilai rata-rata pada penyerah setengah gelombang.
Vavgbridge full-wave = 0.637 x Vinput_peak.
Gambar 37. Subtitusi Vpeak dengan Vrms.
Vavgbridge full-wave = 0.900 x Vinput_rms.
Sebagai contoh, jika tegangan puncak pada sisi suplai adalah 17.6 V maka,
Vavg bridge full-wave = 0.637 x 17.6 = 11.211 = 12.1 Volt.
Atau jika menggunakan nilai rms dari suplai sebesar 12 V maka ,
Vavg bridge full-wave = 0.900 x 12.0 = 10.80 = 10.8 Volt.
Sebagaimana pada penyearah setengah gelombang, setidaknya ada dua faktor yang harus diperhatikan pada perhitungan. Pertama adalah adanya jatuh tegangan pada diode, semakin banyak diode dalam rangkaian maka akan semakin banyak jatuh tegangan dan ketidakidealan lainnya yang berkaitan dengan adanya komponen fisik dalam rangkaian. Kedua, bahwa semua persamaan yang dipergunakan berasal dari asumsi bahwa masukan dari catu daya adalah tegangan AC dengan bentuk gelombang sinus yang ideal. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, seperti yang terlihat dari hasil pengukuran di oscilloscope.
PERSAMAAN RMS (root mean square)
Gambar 38. Perhitungan untuk mendapatkan persamaan rms dari penyearah gelombang penuh.
Gambar 39. Pengujian dan penyederhanaan untuk mendapatkan nilai rms dari penyearah gelombang penuh.
Pada Gambar 38 dan Gambar 39, hasil perhitungan memberikan informasi bahwa ternyata nilai rms untuk penyearah gelombang penuh sama dengan nilai rms untuk perhitungan satu siklus penuh dari gelombang sinus ideal. Artinya untuk nilai efektif, rms, kondisi polaritas positif atau negatif tidak memberikan perbedaan pada beban resistor. Efek panas yang dihasilkan sama saja antara keluaran penyearah gelombang penuh berupa tegangan DC maupun tegangan suplai dengan gelombang sinus, selama keduanya memiliki nilai rms yang sama.
Gambar 40. catatan: .options plotwinsize=0
Gambar 41. catatan: .options plotwinsize=0
Gambar 42.
Gambar 43.
Gambar 44.
Gambar 45.
Gambar 46.
Gambar 47.
Gambar 48.
Gambar 49.
Berikut adalah video yang saya buat untuk memudahkan belajar mengenai pokok bahasan penyearah satu fase gelombang penuh sistem jembatan ini. Di dalamnya terdapat cuplikan sasaran dari proses belajar, simulasi rangkaian menggunakan EveryCircuit secara live, dan soal latihan.
Untuk jangka panjang, langkah-langkah yang sistematis untuk mempelajari tentang penyearah setengah gelombang dengan beban RL (R-L) adalah dengan mempelajari masing-masing komponen pembentuknya. Hal ini baik untuk diusahakan dengan sungguh-sungguh setelah melihat gambaran besar (overview) dari rangkaian/sistem.
Untuk komponen resistor, penyegaran kembali dapat dilakukan dengan membaca ulang sumber-sumber antara lain seperti: Wikipedia, Sparkfun, atau Rohm. Sedangkan untuk diode (terutama untuk keperluan penyearahan dari AC ke DC, sumber-sumber belajar telah dicantumkan di post ini juga di sini.
Bahan untuk mengingat kembali tentang komponen induktor juga sudah banyak terdapat di Internet. Beberapa contoh ada di kumpulan link berikut:
Karena proses belajar ini termasuk cukup panjang, mungkin perlu mengingat kembali “kecenderungan umum” mengenai tantangan dalam menjalaninya. 🙂 .
Google is your friend!
Ungkapan di atas bukanlah isapan jempol belaka atau suatu ajakan “normatif” atau bahkan suatu ungkapan promosi. Era Internet sudah sejak lama ditandai dengan adanya banjir informasi. Untuk cukup banyak hal, alih-alih sulit untuk mencari informasi maka yang terjadi adalah tantangan bagaimana memilah informasi yang tersedia. Dengan kata kunci yang tepat, setahap demi setahap lebih sering daripada tidak informasi yang memang bersifat umum bisa ditemukan. Untuk kegiatan belajar mengajar, hal seperti ini sudah merupakan bagian yang rutin dalam proses. Terutama untuk yang merasa bosan “dijajah” atau “dikuasai” oleh kaum atau bangsa asing 🙂 . Berbuat/bertindak dengan sistematis setelah menyusun rencana, untuk membangun peradaban adalah lebih baik daripada cuma rutin menggelar demo jalanan, IMHO.
Sekadar sebagai contoh kasus, informasi seperti ini sudah sangat banyak tersedia di berbagai tempat di jaringan internet (Internet) untuk dapat dibandingkan satu sama lain.
Perhitungan pada Gambar 36 adalah perhitungan sederhana yang teori penunjang/landasan teoritisnya dapat dengan mudah dicari untuk diperbandingkan dengan bantuan mesin pencari di Internet.
Bagaimana dengan simulasi dengan beban L (induktor) murni?
Salah satu “keuntungan” tertinggal adalah kenyataan bahwa ada kemungkinan bisa belajar dari yang sudah lebih dahulu maju. Pendapat yang saya sering ungkapkan adalah bahwa sepanjang menganai sains dan teknologi (termasuk engineering dan engineering technology), penduduk Indonesia masih memiliki kesempatan untuk belajar dari penduduk di negara-negara yang lebih maju. Ada cukup banyak hal yang baru terpikirkan, baru dialami dan baru ditanyakan ternyata sudah pernah terjadi di tempat lain yang lebih maju, sudah dibahas dan sering sudah ditemukan solusinya. Persoalannya adalah apakah kita cukup punya “kerendahan hati”, minat dan kesempatan untuk mempelajarinya.
Berikut ini adalah salah satu yang bisa dijadikan contoh. Agar di lain kesempatan mahasiswa bisa memiliki kemampuan untuk secara mandiri mencari informasi sejenis.
PSIM adalah salah satu produk dari perusahaan Powersim yang ditujukan khusus untuk keperluan simulasi di bidang elektronika daya (power electronics). Bersama beberapa produk lain sejenis PSIM menjadi standar industri. Namun demikian versi utuh dari PSIM tidaklah gratis. dengan kata lain jika hendak mempergunakan fitur-fitunya secara untuh pengguna secara legal harus membayar. Untuk keperluan pendidikan di engineering technology penggunaan PSIM dapat digantikan dengan simulator lain yang gratis seperti LTspice. Merskipun begitu banyak hasil simulasi dari PSIM yang baik untuk dijadikan pembanding dan/atau bahan belajar.
[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]
Untuk memudahkan proses belajar, disarankan untuk membuka halaman post ini di dua tab atau window pada browser. Dengan demikian pengguna dapat dengan lebih cepat membandingkan antara gelombang tegangan/arus dengan rangkaian atau antar gelombang.
Pada sistem yang disimulasikan, amplitudo tegangan masukan adalah sebesar 16.999 V (≈ 17V), maka tegangan RMS masukan (AC+DC) “terukur” sebesar 12.021 V dan nilai average DC sebesar -452.62 pV yang sesuai dengan perhitungan teoritis secara praktis dapat dianggap setara dengan 0 V.
Berbeda dengan pengukuran dengan menggunakan DMM Fluke 179 , dalam contoh ini “pengukuran” nilai tegangan dengan menggunakan tools pada LTspice akan menghasilkan dua besaran di sisi keluaran, yaitu Urms ac+dc dan Uaverage dc.
Tegangan keluaran Urms ac+dc adalah sebesar 8.5 V dan Uaverage dc sebesar 5.4113 V. Maka dengan menggunakan persamaan [6] perhitungan yang dihasilkan adalah:
( (Urms ac+dc )2 – (Uaverage dc)2 )0.5 = 6.555 V.
Nilai Urms ac = 6.555 V hasil dari perhitungan tersebut dapat dibandingkan dengan hasil simulasi pada Gambar 8. Di Gambar 8, pada plot pane paling atas dengan gambar sinyal berwarna biru menunjukkan sinyal AC+DC yang dikurangkan dengan nilai DC. Dari hasil “pengukuran” pada simulasi, nilai rms yang masih mengandung unsur DC dikurangi dengan nilai DC. Dapat dilihat bahwa hasil “pengukuran” dengan tool dari LTspice adalah 6.555 V sama dengan hasil perhitungan. Bisakah dibayangkan bahwa sinyal yang tampaknya “DC murni” tanpa pernah menyeberang ke wilayah kuadran tengangan negatif itu ternyata memiliki nilai RMS AC? Silakan ditelusuri lebih lanjut, silakan Googling antara lain dengan kata-kata kunci pulsating DC. Lalu coba pikirkan mengapa berbeda dengan hasil pengukuran dengan DMM Fluke 179? Dapatkah menghubungkan fenomena yang diungkap di artikel ini dengan mode pengukuran AC pada multimeter yang memiliki fitur TrueRMS (atau yang serupa/sebanding)?
Sampai tulisan ini saya buat penggunaan aplikasi Scilab secara online melalui rollApp tidak semudah dan secepat penggunaan aplikasi GNU/Octave secara online. Karena itu sampai update di waktu mendatang, penggunaan Scilab secara offline lebih dianjurkan.
Keseluruhan data yang didapatkan dari “pengukuran” menggunakan fasilitas dari LTspice dan juga data hasil perhitungan dapat dikumpulkan menjadi satu dalam tabel. Dengan demikian fakta berupa data dapat diolah menjadi informasi. Istilah-istilah yang belum dipahami dapat dicari keterangannya di Internet dan dibandingkan antara satu sumber informasi dengan yang lainnya.
Tabel 3.
Tabel 4.
Untuk ilmu pengatahuan yang telah sejak lama ditata secara sistematis, umumnya telah teradapat sumber-sumber belajar yang memadai. Terutama di era modern, era Internet seperti ini. Persoalannya adalah niat yang kuat dan kesempatan (waktu) untuk bertekun mencari dan mempelajarinya. Dari teori penunjang , simulasi dan perhitungan dapat dilihat “benang merah”, kesamaan pola data dan hasil perhitungan.
Pada kesempatan ini pengukuran pada komponen dan rangkaian (sistem) perangkat keras (hardware) disimulasikan dengan software LTspice. Lalu perhitungan matematis sudah dicontohkan dengan menggunakan Scilab dan GNU/Octave. Sebelumnya juga telah dicontohkan bagaimana Algeo dapat dimanfaatkan untuk melakukan perhitungan. Begitu pula bagaimana Maxima dan Wolfram Alpha dapat dimanfaatkan untuk belajar memahami persamaan yang memandu pemahaman terhadap kerja komponen dan sistem.
Aplikasi spreadsheetoffice seperti Excel, Libreoffice dan Google Sheets yang bagi beberapa orang bisa jadi terkesan low tech bila dibandingkan dengan Scilab atau Matlab dapat dimanfaatkan untuk benar-benar membantu proses belajar. Kali ini saya tampilan contoh sederhana yang dapat diterapkan untuk percobaan (eksperimen) lainnya.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Pada bagian sebelumnya (sampai Gambar 16) kondisi yang dihadapi adalah dari “pengukuran” (dilakukan dengan simulasi LTspice) didapatkan nilai Urms ac+dc dan Uaverage dc. Sedangkan nilai Urms ac dari keluaran penyearah didapatkan dari perhitungan berdasarkan nilai variabel yang diketahui.
Dengan sedikit perubahan kode pada Scilab dan Octave kita dapat mempelajari kondisi pengukuran hardware yang menghasilkan data pengukuran berupa tegangan rata-rata (average) untuk mode pengukuran DC dan tegangan efektif (RMS) untuk pengukuran AC. Simulasi pada bagian awal post ini dapat dipakai sebagai pembanding untuk hasil pengukuran dengan multimeter.
Berkebalikan dari simulasi sebelumnya dalam post ini, simulasi kali ini tidak mempergunakan nilai Vrms keluaran (AC+DC) langsung dari “pengukuran” di LTspice.
Gambar 20.
Gambar 21. Kumpulan screenshot tabel dari Google Sheets.