PWM, average & rms

Motivasi

Pada artikel sebelumnya, telah dikumpulkan alur belajar tentang frekuensi, periode, duty cycle, dan PWM. Di artikel itu diharapkan sudah dapat terselesaikan permasalahan tentang pengukuran dan pengaturan waktu pada sinyal PWM.

Di instrumen oscilloscope hasil pengukuran rentang waktu yang berlalu ditampilkan pada sumbu horizontal. Pengaturan tampilan dilakukan dengan manipulasi pada knob time/div.

Langkah berikutnya adalah menentukan besar nilai sinyal. Bisa berupa nilai arus atau yang lebih sering adalah nilai tegangan. Di oscilloscope besar sinyal diukur pada sumbu vertikal. Pengaturan tampilan dilakukan dengan memanipulasi knob volt/div.

Dapatkah anda menghitung dan memahami nilai pengukuran dari simulasi pada Tina-TI di Gambar 1?


Gambar 1. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

 Rectangular, Square, Pulse train 

Pengukuran besar sinyal tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang besar nilai (absolut), tetapi juga memerlukan pengetahuan tentang bentuk gelombang dan polaritas.

Ada beberapa istilah yang bisa menimbulkan kebingungan, misalnya:

Rectangular wave, square wave, unidirectional waveforms, bidirectional waveforms, alernating waveforms, pulse, pulse train.

Penyebutan nama gelombang biasanya juga berdasar pada tipenya secara matematis.

Image result for Square and Rectangle difference.wiki"

Gambar di atas ini mungkin akan dapat cepat mengingatkan kita akan perbedaan keduanya.

Kata rectangle dapat ditermahkan menjadi segi empat atau (yang lebih tepat) persegi panjang. Berikut ini ilustrasi yang diambil dari Wikipedia:

Rectangle Geometry Vector.svg

Sedangkan segi empat yang sama sisi disebut sebagai square. Biasa diterjemahkan sebagai persegi atau (yang lebih umum) bujur sangkar. Berikut adalah gambar dari Urban Dictionary:

Image result for

Sudahkah menjadi jelas perbedaan antara square dengan rectangle? Jika belum, lihatlah gambar yang diperoleh dari Quora berikut ini:

Dalam bahasa Indonesia, kadang-kadang beberapa penyebutan berbeda mengacu pada geometri yang sama.

Silakan baca artikel menarik dengan penjelasan rinci dari mikirbae yang salah satu gambarnya saya kutip sebagai berikut:

aneka bangun datar

Juga penjelasan dan contoh soal dari situs “ukuran dan satuan“:

Istilah atau kata kotak sendiri memiliki konsekuensi adanya volume. Tetapi kata ini sering dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memiliki bentuk dua dimensi seperti persegi/bujur sangkar dan persegi panjang. Maka sering ditemui istilah ‘gelombang kotak’.

Setelah menyegarkan kembali ingatan tentang persamaan dan perbedaan antara square (persegi atau bujur sangkar) dengan rectangle (segi empat atau persegi panjang), kita bisa melanjutkan ke penerapannya pada penamaan gelombang.

Penamaan ‘gelombang kotak’ dapat menimbulkan kerancuan jika tidak diperhatikan dan dipilah dengan baik. Untuk itu setelah frekuensi dan periode dibahas di artikel sebelumnya, kali ini kita lanjutkan dulu pembahasan mengenai penamaan gelombang berdasarkan lebar pulsanya (pulse width) baru kemudian mempelajari mengenai polaritas sinyal.


Gambar 2. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 3. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 2 yang diperoleh dari Wikipedia memperlihatkan perbandingan antara square wave dengan bentuk gelombang yang lain. Abaikan terlebih dahulu amplitudo dan polaritas gelombang. Perhatikan dulu lebar pulsanya (pulse width), perbandingan antara waktu ON (high) terhadap waktu OFF (low).

Gambar 3, yang juga diperoleh dari Wikipedia menunjukkan gelombang yang dinamakan sebagai rectangular wave atau pulse wave atau pulse train. Bisa dilihat bahwa lebar pulsa tidak lagi 50 %, meskipun bentuknya sama-sama menyerupai ‘kotak’.

Dikatakan juga bahwa square wave (gelombang persegi atau bujur sangkar) merupakan ‘kasus khusus’ dari rectangular wave. Yaitu suatu rectangular wave yang memiliki duty cycle sebesar 50 %.

Setelah memahami persamaan dan perbedaan antara square wave dengan rectangular wave berdasarkan lebar pulsa (pulse width) arau duty cycle, berikutnya kita akan melihatnya dari sisi polaritas sinyal.

Suatu sinyal (signal) dikatakan memiliki polaritas yang berbalik (alternate) jika amplitudonya berubah/berpindah dari positif ke negatif, atau sebaliknya. Bisa juga disebut sebagai bidirectional waveforms atau alernating waveforms.

Sinyal yang tidak pernah mengalami perubahan polaritas disebut sebagai unidirectional waveforms. Baik square wave maupun rectangular wave (selain square wave) dapat merupakan sinyal  yang unidirectional maupun bidirectional/alternating/bipolar.


Gambar 4. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 4 diperoleh dari situs produsen instrumen elektronik Tektronix. Pada gambar itu baik square wave maupun rectangular wave merupakan alternating wave/bidirectional wave/bipolar. Berbeda dengan Gambar 3 yang menunjukkan rectangular wave yang unipolar.

Pemahaman ini penting karena kadang-kadang ditemui keterangan/gambar yang hanya menyampaikan kombinasi yang tidak lengkap. Misalnya pada Gambar 5 berikut ini yang diperoleh dari situs yang sangat bagus dalam membahas ilmu elektrikal milik James Irvine. Pada tabel di Gambar 5 di bawah ini square wave yang ditampilkan merupkan gelombang yang alternating wave/bipolar wave/bidirectional wave. Sedangkan rectangular wave yang ditampilkan adalah unidirectional wave. Yaitu gelombang yang nilainya positif saat high, dan akan bernilai 0 saat low.


Gambar 5. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

 Unidirection Rectangular Wave 

Untuk memudahkan pembahasan, kita mengikuti filosofi bahwa sebaiknya kita belajar dengan sesuatu yang sederhana terlebih dahulu. Setelah bentuk yang sederhana dipahami barulah secara bertahap kita dapat menambah kompleksitas bahan belajar. Untuk itu, dalam belajar melakukan perhitungan amplitudo gelombang kotak (square wave/rectangular wave), kita sebaiknya mulai dari tipe unidirectional wave. Sinyal yang akan dihitung hanya berada dalam satu polaritas saja yaitu wilayah positif. Pada keadaan terendahnya sinyal ini akan bernilai 0 (nol) volt atau 0 (nol) ampere.


Gambar 6. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Dapatkah anda menghitung nilai average (rata-rata) dan rms pada Gambar 6, yang merupakan hasil simulasi dengan Tina-TI, di atas?

Gelombang pada Gambar 6 adalah square wave, yaitu sinyal PWM rectangular wave yang memilki duty cycle sebesar 50 %. Lebar pulsa, pulse width atau positive pulse width sebesar 10 ms. Periode untuk satu siklus penuh adalah 20 ms. Tegangan maksimum pada saat ON (high) adalah 5 V, sedangkan tegangan minimum saat OFF (low) adalah sebesar 0 V.

Persamaan berikut dipakai untuk mencari nilai rata-rata (average):

Untuk sinyal pada Gambar 6, perhitungan akan seperti ini:

Untuk mencari nilai rms (root-mean-square) dari gelombang kotak persegi (square wave) dapat dipakai persamaan berikut:

Untuk sinyal pada Gambar 6, akan didapat hasil:

Kedua perhitungan itu sebenarnya sama, tetapi berbeda cara dalam menyatakan pemisahan nilai desimal. Yang satu menggunakan ‘koma’ dengan tanda koma (,) sedang yang lain menggunakan tanda titik (.) untuk ‘koma’ (pemisah nilai desimal).


Gambar 7. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Pada Gambar 7, dapat dilihat gelombang kotak yang merupakan rectangular wave. Yaitu pulse train dari PWM yang duty cycle-nya tidak bernilai 50 %. Nilai pulse width (pulse active time) sebesar 5 ms, sedangkan nilai negative pulse width sebesar 15 ms, sehingga nilai periode sebesar 20 ms.

Pada bentuk sinyal seperti ini, nilai rata-rata (misalnya tegangan rata-rata) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Untuk Gambar 7, hasil perhitungan akan seperti ini:

Anda mungkin memperhatikan bahwa sekalipun hasilnya berbeda, tetapi persamaan untuk mencari nilai rata-rata pada Gambar 7 sama dengan persamaan rata-rata pada Gambar 6.  Bedanya pada square wave nilai positive pulse width selalu setengah dari besar nilai periode.

Untuk mencari nilai rms pada rectangular wave seperti pada Gambar 7 dipergunakan persamaan berikut:

Persamaan ini juga dapat dipergunakan pada unidirectionial square wave karena gelombang itu merupakan kasus khusus dari unidirectional rectangular wave.

Hasil perhitungan untuk Gambar 7 akan seperti ini:

 Bidirection Rectangular Wave 

Pada percobaan dasar di laboratorium elektronika daya, umumnya yang dipergunakan adalah unidirectionial wave. Tetapi kadang-kadang kita akan menemui gelombang yang bipolar, memiliki nilai positif dan negatif. Seperti simulasi dengan Multisim Live pada Gambar 8 berikut ini.


Gambar 8. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 9. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 10. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Untuk mempermudah belajar kita akan mencari contoh yang mudah untuk dipahami. Saya menemukan contoh yang bagus untuk dijadikan bahan belajar untuk menentukan nilai rata-rata bipolar/bidirectional rectangular wave. Gambar 9 adalah visualisasi dengan simulasi LTspice dari contoh perhitungan yang saya capture dan tampilkan pada Gambar 10. Kuncinya adalah perthitungan integral (jumlah) dari keseluruhan nilai amplitudo sinyal (misalnya tegangan) untuk seluruh rentang periode dibagi dengan periode. Pada kedua gambar dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sama dengan 1,8 V.

Untuk mencari nilai rms pada Gambar 9 di atas (klik Gambar 9 untuk memperbesar tampilan), maka diperlukan persamaan sebagai berikut:

Pada contoh Gambar 9 hasil perhitungannya akan sama dengan hasil simulasi, yaitu:

Bagaimana dengan rectangular wave yang memiliki postur simetris seperti pada Gambar 8 di atas? Kita dapat melakukan simulasi kembali dengan LTspice seperti pada Gambar 11.


Gambar 11. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Hasil simulasi LTspice pada Gambar 11 dapat dibandingkan dengan perhitungan manual. Perhitungan untuk nilai rata-rata dapat menggunakan persamaan yang sama seperti pada Gambar 10. Baik hasil perhitungan maupun penalaran sederhana akan menghasilkan nilai yang sama, yaitu 0 (nol). Luas wilayah positif sama persis dengan luas wilayah negatif, karena itu nilai rata-ratanya sama dengan nol.

Adapun hasil pada Gambar 11 yaitu 9,1667 nV merupakan ketidakidealan yang dapat diabaikan dan diartikan sama dengan nol untuk gelombang ideal. Pengukuran pada sistem fisik juga akan memberikan nilai yang hampir selalu tidak ideal. Baik karena bentuk sinyal/gelombangnya ataupun karena akurasi & resolusi sistem alat ukurnya.

Pada Gambar 11 di atas pula bisa kita lihat nilai rms yaitu sebesar 5 V. Memang untuk bidirectional square wave/bipolar pulse waveform seperti itu, nilai rms selalu sama dengan nilai puncaknya.

Jika tertarik untuk lebih lanjut mempelajari tentang perhitungan rectangular wave/square wave baik yang unidirectional maupun yang alternating / bipolar / bidirectional, dapat membaca dua artikel berikut:

  1. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  2. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.

 TEXT: 

  1. Square [Wikipedia]
  2. Square [Math is fun]
  3. Square [Britannica]
  4. Difference Between Square vs. Rectangle
  5. Rectangle [Wikipedia]
  6. Theorems about Quadrilaterals
  7. rectangle
  8. What is the difference between a square and a rectangle?
  9. Jenis dan Sifat Segiempat
  10. Berapa Jumlah Besaran Sudut dalam Suatu Bidang Segi Empat?
  11. Electropedia
  12. A Dictionary of Electronics and Electrical Engineering (5 ed.)
  13. KBBI Daring
  14. Frequency [Wikipedia]
  15. What is frequency?
  16. Frequency [earthguide]
  17. Wave Variables [Texas Gateway]
  18. Square pulse train [electropedia]
  19. Electrical Waveforms
  20. Square wave [Wikipedia]
  21. Pulse wave [Wikipedia]
  22. Square Wave
  23. Tutorial 2 – Waveforms
  24. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  25. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.
  26. Waveform and Signal Analysis
  27. What is duty cycle?
  28. Pulse Width Modulation
  29. Duty cycle [Wikipedia]
  30. Laureate Duty Cycle & Pulse Width Modulation (PWM) Meter
  31. analogWrite()
  32. Secrets of Arduino PWM
  33. Arduino-PWM-Frequency
  34. What is a Pulse Width Modulation (PWM) Signal and What is it Used For?
  35. Pulse Width Modulation
  36. Pulse-width modulation [Wikipedia]
  37. Pulse Width Modulation
  38. PWM
  39. Pulse Width Modulation [Sparkfun]
  40. What is PWM (Pulse Width Modulation)?
  41. Basic – Pulse Width Modulation (Pwm)
  42. Introduction to Pulse Width Modulation
  43. PWM – Pulse Width Modulation Tutorial | CCP Module
  44. Pulse width modulation (PWM) components
  45. Pulse Width Modulation (PWM) [Comlab]
  46. Frequency-controlled induction motor drive systems

Perkenalan dengan GNU Octave

[intense_panel shadow=”11″  border=”1px solid #696161″]

Jenis software (perangakat lunak) komputasi dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian. Dua bagian yang menjadi perhatian untuk pembahasan kali ini adalah numerical analysis software dan computer algebra systems. Mesikipun sebagian software dapat melakukan keduanya (dua jenis pekerjaan matematis). Contoh dari numerical analysis software adalah MATLAB, Scilab dan GNU/Octave. Sedangkan Maxima termasuk ke dalam computer algebra systems.

[/intense_panel] [su_panel border=”2px solid #CCFF00″ radius=”10″]

Program komputer GNU/Octave (lazim hanya disebut sebagai Octave) dapat dipergunakan secara online maupun offline. Keuntungan mempergunakannya secara offline (sebagaimana banyak program komputer lainnya) adalah bahwa pengguna tidak terlalu tergantung pada kondisi koneksi Internet. Sedangkan keuntungan mempergunakan secara online adalah bahwa pengguna tidak perlu melakukan proses instalasi yang kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan lancar dan mudah. Pengguna juga tidak perlu melakukan pemeliharaan secara berkala (seperti melakukan update).

Gambar 5. rollApp

[/su_panel]
[su_panel border=”2px solid #FFFF33″ radius=”10″]

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #80B3FF” radius=”10″]

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

syms x
a=int((sin(x))^2,0,2*pi)
b = sqrt((1/(2*pi))*a)

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #FF3300″ radius=”10″]

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

function y = cariRMS(A)
syms x
y = A * double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)))
endfunction

Gambar 26.

function y = cariRMS(A)
    syms x
    y = A * double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)));
    printf("Nilai RMS dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y);
endfunction

Gambar 27.

function y = cariRMS(A)
    syms x
    y1 = A * double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)));
    y2 = A * (1/(sqrt(2)));
    y3 = A * 0.707
    printf("Nilai RMS (y1) dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y1);
    printf("Nilai RMS (y2) dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y2);
    printf("Nilai RMS (y3) dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y3);
endfunction

Gambar 28.

Gambar 29.

function y = cari_peak(a_rms)
    syms x
    y1 = a_rms * 1/double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)));
    y2 = a_rms * (sqrt(2));
    y3 = a_rms * 1/0.707;

    printf("Nilai peak (y1) dari gelombang sinus dengan nilai rms %d adalah: %d \n", a_rms, y1);
    printf("Nilai peak (y2) dari gelombang sinus dengan nilai rms %d adalah: %d \n", a_rms, y2);
    printf("Nilai peak (y3) dari gelombang sinus dengan nilai rms %d adalah: %d \n", a_rms, y3);
endfunction

Gambar 30.

[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #DCDC2C” radius=”10″]

Gambar 31.


function Arms=frms(Ain,divr)
    x=linspace(0,2*pi,divr);
    y=sin(x);
    Arms=Ain*sqrt(mean(y.^2));
endfunction

Gambar 32.

Gambar 33.


function Arms=frms(Ain,divr)
    x=0:divr:2*pi;
    y=sin(x);
    Arms=Ain*sqrt(mean(y.^2));
endfunction

Gambar 34.


screenshot_20161012-013400.jpgGambar 35.

screenshot_20161012-013414.jpgGambar 36.

screenshot_20161012-013740.jpgGambar 37.

screenshot_20161012-013823.jpgGambar 38.


screenshot_20161012-023134.jpgGambar 39.

screenshot_20161012-023142.jpgGambar 40.

screenshot_20161012-023240.jpgGambar 41.


Gambar 42.

[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #FF3333″ radius=”10″]

screenshot_20161002-013226.jpgGambar 43.

wp-1476212385010.jpegGambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #6699FF” radius=”10″]

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

function n=plotSig(Ain,res,endz)
    A = Ain;
    f = 1;
    theta = 0;
    x = 0:res:endz;
    y = A*sin((2*pi*f*x)+theta);
    plot(x,y)
endfunction

Gambar 50.

function n=plotSig(Ain,fin,res,endz)
    A = Ain;
    f = fin;
    theta = 0;
    x = 0:res:endz;
    y = A*sin((2*pi*f*x)+theta);
    plot(x,y)
endfunction

Gambar 51.

[/su_panel]

 

Fungsi pada Scilab dan cara lain menghitung RMS gelombang sinus

Pada post sebelumnya telah diungkapkan uji coba penggunaan Scilab untuk perhitungan numeris average (mean) dan RMS untuk gelombang sinus. Sedangkan perhitungan simbolik untuk menurunkan persamaan average dan RMS gelombang sinus dipergunakan Maxima, yang telah juga saya ungkap di post yang lain. Persamaan-persamaan ini bisa dibuktikan dengan percobaan menggunakan komponen hardware, dibantu dengan simulasi sebagai pembanding [link].

Pada post ini akan diungkapkan ulang mengenai penggunaan Scilab dengan fungsi. Juga sekaligus beberapa cara lain untuk menghitung hal yang sama yang pernah diungkap di post sebelumnya.

 

Gambar 1.

[su_panel border=”2px solid #7FFF81″ shadow=”1px 2px 2px #7FFF81″ radius=”10″]

Pada bagian pertama ini percobaan penggunaan Scilab dimulai dari bentuk yang sederhana. Persamaan untuk mencari nilai RMS dari gelombang sinus dilakukan dengan pengaturan bahwa nilai amplitudonya (A_in) tetap yaitu bernilai satu.

Di bagian ini, sama seperti pada post terdahulu, kembali akan dimulai dengan penggunaan fungsi sqrt dan integrate.

clear;
clc;
A_in=1;
A_rms= A_in * sqrt((1/(2*%pi))*integrate('(sin(x))^2','x',0,(2*%pi)))

Gambar 2.

Gambar 3. Hasil perhitungan.

Pada Gambar 3, dapat dilihat hasil perhitungan numerik untuk mencari nilai RMS gelombang sinus.

Gambar 4. Nilai A_in diganti menjadi 100.

Gambar 5. Hasil perhitungan, nilai A_rms.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #FF6473″ shadow=”1px 2px 2px #D95562″ radius=”10″]

function [coef1,A_rms]=hitungRMS(A_in)
    coef1=sqrt((1/(2*%pi))*integrate('(sin(x))^2','x',0,(2*%pi)))
    A_rms=coef1*A_in
endfunction

Contoh salah:

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Perhatikan penyebab sehingga Scilab menampilkan pesan kesalahan pada Gambar 8.

Contoh benar:

Gambar 9. Penampilan hasil perhitungan dalam matrix.

Gambar 10. Penamaan matrix pada pemanggilan fungsi.

Gambar 11. Pemanggilan fungsi tanpa menyediakan matrix untuk hasil.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #65E6FF” shadow=”1px 2px 2px #65E6FF” radius=”10″]

Penggunaan fungsi linspace dan mean.

function Arms=hitungRMSv2(Ain,divr)
    x=linspace(0,2*%pi,divr)
    y=sin(x)
    Arms=Ain*sqrt(mean(y.^2))
endfunction

Gambar 12.

Gambar 13.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #A46D00″ shadow=”1px 2px 2px #A46D00″ radius=”10″]

Fungsi disp.

function Arms=hitungRMSv2(Ain,divr)
    x=linspace(0,2*%pi,divr)
    y=sin(x)
    Arms=Ain*sqrt(mean(y.^2))
    disp (Arms, 'Nilai RMS dari Amplitudo yang anda masukkan')
endfunction

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #D1FF8C” shadow=”1px 2px 2px #D1FF8C” radius=”10″]

clear;
clc;
function y = f(x), y = x + 1, endfunction

Gambar 17.

Gambar 18.


clear;
clc;
function j = d(w), j = w + 1, endfunction

Gambar 19.


clear;
clc;
function j = d(w), j = w + 1, endfunction

A1=d(3)^2
A2=d(4)^2
A3=d(5)^2

Gambar 20.


clear;
clc;
function y = f(x), y = (sin(x))^2, endfunction

rms = sqrt( (1/(2*%pi)) * intg(0, 2*%pi, f))

Gambar 21.


clear;
clc;
function y = f(x), y = (sin(x))^2, endfunction
rms = sqrt( (1/(2*%pi)) * intg(0, 2*%pi, f));
printf("Nilai rms adalah :  " + string(rms));

Gambar 22.


Fungsi printf.

clear;
clc;
function y = f(x)
    y = (sin(x))^2
endfunction
rms = sqrt( (1/(2*%pi)) * intg(0, 2*%pi, f))

Gambar 23.


Fungsi intg.

clear;
clc;
function y = f(x)
    y = (sin(x))^2
endfunction
function hitungRMS(Ain)
    rmsNum = sqrt( (1/(2*%pi)) * intg(0, 2*%pi, f));
    rms = Ain * rmsNum;
    disp(rms,"Nilai rms dari sinyal masukan: ")
endfunction

Gambar 24.

Gambar 25.

Gambar 26.

Gambar 27.

clear;
clc;
function y = f(x)
    y = (sin(x))^2
endfunction
function hitungPeak(rms_in)
    rmsNum = sqrt( (1/(2*%pi)) * intg(0, 2*%pi, f));
    S_peak = rms_in / rmsNum;
    disp(S_peak,"Nilai amplitudo dari masukan rms :  ")
endfunction

Gambar 28.

Gambar 29.

Gambar 30.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #C5BB4A” shadow=”1px 2px 2px #C5BB4A” radius=”10″]

function sunu_rms
    // clear;
    clc ;
    A = 1;
    x =0:1:10;

    sig =(integrate('A^2*(sin(x))^2','x',0,2*%pi))/(2*%pi);
    disp (sig, 'Kuadrat dari sinyal adalah : ');

    y2 = round (sig);
    disp (y2 , 'Pembulatan nilai kuadrat dari sinyal adalah:');

    A_rms=sqrt(sig);
    disp (A_rms , 'Nilai RMS (cara #1) dari sinyal adalah:');

    A_rms=A* sqrt((integrate('(sin(x))^2','x',0,2*%pi))/(2*%pi));
    disp (A_rms , 'Nilai RMS (cara #2) dari sinyal adalah:');

    A_rms=sqrt((integrate('(A*(sin(x)))^2','x',0,2*%pi))/(2*%pi));
    disp (A_rms , 'Nilai RMS (cara #3) dari sinyal adalah:');

    A_rms=sqrt((integrate('A^2*(cos(x))^2','x',0,2*%pi))/(2*%pi));
    disp (A_rms , 'Nilai RMS (cara #4) dari sinyal adalah:');        
endfunction

Gambar 31.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #CCFF33″ shadow=”1px 2px 2px #CCFF33″ radius=”10″]

\(y = A\times \sin \left ( x+\theta \right )\)

clear;
clc;
function plotSig(Ain,res,end)
    //clc;
    A = Ain;
    f = 1;
    theta = 0;
    x = 0:res:end;
    y = A*sin((x)+theta);
    plot(x,y)
endfunction
plotSig(1,1e-3,2*%pi)

Gambar 32.

Gambar 33.


\(y = A \times \sin \left ( \left (2\times \pi \times f \times t \right ) +  \theta \right )\)
clear;
clc;
function plotSig(Ain,res,end)
    //clc;
    A = Ain;
    f = 1;
    theta = 0;
    x = 0:res:end;
    y = A*sin((2*%pi*f*x)+theta);
    plot(x,y)
endfunction
plotSig(1,1e-3,1)

Gambar 34.

Gambar 35.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #FF3300″ shadow=”1px 2px 2px #FF3300″ radius=”10″]

clear;
clc;
function A_sesaat(Ain,t,thetaRad)
    //clc;
    y = Ain*sin((t)+thetaRad);
    disp(y,"Nilai amplitudo")
endfunction
A_sesaat(1,1.57,0)
A_sesaat(1, (1/4)*(2*%pi) ,0)

Gambar 36.


clear;
clc;
function A_sesaat(Ain,f,t,thetaRad)
    //clc;
    y = Ain*sin((2*%pi*f*t)+thetaRad);
    disp(y,"Nilai amplitudo")
endfunction
A_sesaat(1,50,0.005,0)
A_sesaat(1,50, asin(1)/(2*%pi*50) ,0)

Gambar 37.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #9900FF” shadow=”1px 2px 2px #8900E5″ radius=”10″]

Contoh penggunaan fungsi intsplin.

clc
t=0:1e-1:2*%pi;
sqrt((1/(2*%pi))*intsplin(t,sin(t).^2))

t=0:1e-3:2*%pi;
sqrt((1/(2*%pi))*intsplin(t,sin(t).^2))

Gambar 38.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #80B3FF” shadow=”1px 2px 2px #80B3FF” radius=”10″]

Semua perhitungan yang menggunakan fungsi sin maupun cos dalam Scilab dihitung dalam radian. Sedangkan untuk mode derajat (degree) fungsi yang dipegunakan adalah sind dan cosd.

Gambar 39. [/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #FF33CC” radius=”10″]

screenshot_20161012-020433.jpgGambar 40.

screenshot_20161012-020446.jpgGambar 41.

screenshot_20161012-020455.jpgGambar 42.

screenshot_20161012-021254.jpgGambar 43.

screenshot_20161012-021118.jpgGambar 44.

[/su_panel]

Rata-rata dan RMS dengan WolframAlpha

Pada post ini saya hanya akan menyampaikan beberapa screenshot yang menunjukkan bagaimana WolframAlpha dapat dipakai sebagai sarana belajar untuk memahami tentang average (rata-rata) dan RMS.

screenshot_20161002-013348.jpgGambar 1.

screenshot_20161002-014136.jpgGambar 2.

screenshot_20161002-013226.jpgGambar 3.

screenshot_20161001-000242.jpgGambar 4. Nilai average untuk setengah gelombang sinus (dari 0 sampai π).

screenshot_20160930-212738.jpgGambar 5. Nilai RMS untuk satu gelombang penuh sinus (dari 0 sampai 2π).

screenshot_20161002-013651.jpgGambar 6. Contoh konversi tegangan puncak ke RMS.

screenshot_20160930-210735.jpgGambar 7. Power RMS.

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆ 

 

Transformer tegangan bolak-balik satu fase dengan beban resistor

Pada artikel sebelumnya tentang gelombang sinus pada tegangan A.C., trafo tidak dibebani. Kali ini transformer dibebani dengan dua buah resistor 100 Ohm dengan kemampuan 5 Watt.

 

Gambar 1. Konfigurasi rangkaian percobaan

 

Gambar 2. Set-up uji dengan komponen.

 

Gambar 3. Bentuk gelombang sinus pada kedua kanal menunjukkan bentuk gelombang sinus yang tidak ideal.

 

Gambar 4. Hasil simulasi rangkaian pada LTspice.

Pada Gambar 4, dapat dilihat hasil simulasi dengan LTspice terhadap konfigurasi rangkaian yang diuji dengan oscilloscope. Pada gambar itu kurva gelombang berwarna merah menggambarkan gelombang tegangan pada node vout. Pada pengujian hardware node ini diukur menggunakan kanal satu (CH1) pada oscilloscope dengan hasil keluaran berupa kurva gelombang berwarna kuning. Sedangkan kurva gelombang berwarna biru menggambarkan gelombang tegangan pada node tengah. Pada pengujian hardware node ini diukur menggunakan kanal dua (CH2) pada oscilloscope dengan hasil keluaran berupa kurva gelombang berwarna cyan. Pada Gambar 4, terdapat kotak informasi yang memberikan keterangan tentang gelombang pada node tengah. Di sana terlihat nilai rms terhitung sebesar 6.2225 V.

 

Gambar 5. Tampilan DSO dengan parameter utama gelombang di CH1 dan CH2.

Pada Gambar 5, terlihat bahwa prinsip pembagi tegangan terbukti. Nilai pengukuran gampang untuk dikenali karena komponen resistor yang digunakan memiliki nilai nominal yang sama. Nilai tegangan di CH2 adalah separuh dari nilai tegangan di CH1. Pada Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa nilai pengukuran Vrms untuk CH2 6.20V tidak jauh berbeda dengan hasil simulasi dengan LTspice yaitu 6.2225 V. Ini memberikan keyakinan pada kemampuan mesin SPICE seperti pada LTspice untuk melakukan simulasi rangkaian. Tergantung pada seberapa detail model yang kita pergunakan dalam melakukan simulasi.

 

Gambar 6. Hasil pengukuran pada kanal satu (CH1) DSO pada tegangan terminal (node Vout).

 

Gambar 7. Hasil pengukuran pada kanal dua (CH2) DSO pada tegangan node tengah.

 

Gambar 8. Panduan istilah untuk memahami parameter hasil pengukuran DSO.

 

Kita bisa melakukan perhitungan “di dalam kepala” (on the fly), di belakang amplop atau kertas lainnya, dengan kalkulator atau dengan aplikasi. Berikut contoh pemanfaatan aplikasi untuk pembuktian pengukuran dan simulasi kita.

Gambar 9. Contoh pemanfaatan aplikasi Android untuk penghitungan pembagi tegangan.

 

Gambar 10. Contoh penggunaan aplikasi untuk melihat hubungan berdasar hukum Ohm.

Pada Gambar 10, kita lihat perhitungan yang menghubungkan antara nilai tahanan, tegangan, dan arus listrik. Dengan cara ini kita bisa mengetahui besar arus yang melalui suatu path dengan mengukur tegangan listrik yang antara node-nodenya. Pada CH2 kita mengukur nilai tegangan sebesar 6.2 Volt, dengan pengetahuan bahwa nilai nominal komponen tahanan (resistor) adalah sebesar 100 Ohm maka kita bisa mengetahui bahwa nilai arus yang melalui kaki-kaki resistor itu sebesar 62 mA.

Dengan percobaan simulasi dan pengukuran ini kita juga bisa mengetahui bahwa bentuk gelombang arus (yang diwakili gelombang tegangan pada CH2) bentuknya sama dengan gelombang tegangan terminal masukan. Berbeda hanya pada besar nilainya saja. Dengan demikian pada rangkaian yang bersifat resistif, gelombang tegangan dan arus dikatakan sefase (berada pada fase yang sama).