Model LED untuk simulasi rangkaian elektronik

[ [ LED models, datahseet, links ] ]
 

Elektronika Daya (Power Electronics) adalah bidang ilmu interdisiplin yang luas dan kompleks. Salah satu pokok bahasan di dalamnya adalah tentang catu daya (power supply) yang berkembang dari sistem rectifier dan dc-dc converter. Suatu catu daya (power supply unit, PSU) dapat dirancang untuk tujuan penggunaan umum, bisa dipergunakan oleh banyak sistem perangkat selama parameter tegangan, arus, riak, dan dayanya sesuai. Tetapi ada pula jenis-jenis catu daya yang memang ditujukan untuk penggunaan/keperluan khusus seperti salah satunya adalah sebagai sumber energi bagi LED (light emitting diodes).  Salah satu kaidah dasar yang sederhana tetapi merupakan hal yang penting di sistem kendali adalah bahwa jika hendak mengendalikan sesuatu, maka seharusnya mengenali sistem yang hendak dikendalikan itu dengan baik terlebih dahulu. Ini adalah pernyataan yang mudah untuk dibaca/diucapkan tetapi sering sulit untuk dipraktikkan. Untungnya, sejauh berkenaan dengan komponen/sistem/peralatan elektronika, jumlah informasi yang tersedia sekarang jauh lebih banyak dari masa-masa sebelumnya. Dengan Internet, kita bisa menemukan langsung di sumber aslinya maupun di tempat lain. Ada banyak bahan yang bisa diperbandingkan satu sama lain. Bagi praktisi elektronika di level rangkaian, tantangannya adalah bahwa seringkali komponen LED yang ada tidak disertai dengan penanda/dokumentasi yang baik. Berbeda dengan, misalnya, BJT atau MOSFET (terutama yang tipe through hole / thru hole) yang memiliki penanda tipe komponen yang jelas. Meskipun terdapat komponen palsu, banyak BJT dan MOSFET yang bahkan memiliki pananda lambang produsen yang bisa dibaca jelas di body komponen. Bergantung pada kedalaman perancangan, kadang-kadang sebagai solusi pengguna dapat melakukan pengukuran sendiri terhadap komponen LED. Misalnya jika hanya diperlukan data tentang respon tegangan-arus dalam rentang batas pendek, maka LED dapat diperlakukan sebagai sebuah black box. Berikutnya dengan menggunakan masing pencari informasi di Internet seperti Google atau Bing, diupayakan untuk menemukan komponen LED yang sebanding. Ini tentu bukan cara yang baik apalagi ideal, tetapi pendekatan ini masih lebih baik dilakukan daripada menggunakan komponen dengan model yang parameter/unjuk kerjanya sama sekali berbeda. Dengan Google atau Bing pula bisa ditelusuri data dan informasi dari website beberapa perusahaan tenama produsen LED. Ini tentu jumlah yang sangat kecil daripada total perusahaan sebenaranya. Tetapi karena cukup berpengaruh di bidang ini, maka cukup mewakili untuk keperluan belajar. Beberapa yang cukup dikenal misalnya, Cree, Lumileds, Osram, Luminus, Nichia. Beberapa komponen juga dapat ditemukan di website perusahaan distributor komponen/peralatan/sistem. Salah satu keuntungan cara ini adalah kita bisa menemukan produk dari beberapa pabrikan sekaligus. Misalnya dari Mouser, Newark, Arrow, Farnell, Future Electronics, Jameco, dan Allied. Cara lainnya lagi adalah dengan mencari dengan menggunakan mesin pencari khusus untuk komponen/barang elektronika. Misalnya FindChips, Octopart, atau oemsecrets. Beberapa datasheet komponen yang sudah obsolete bahkan juga bisa ditemukan di Alldatasheet, DataSheet, Datasheetarchive, Datasheet4U, dan DatasheetsPDF. Untuk keperluan belajar, kita dapat membalik prosesnya. Kita dapat melihat model komponen apa saja yang tersedia di simulator. Umumnya simulator memberikan keterangan mengenai parameter operasi dasar, termasuk untuk LED. Jika ada yang dianggap bisa diharapkan cukup sesuai dengan tujuan rancangan yang dikehendaki, kita bisa mencari keterangan lebih lanjut tentang model itu. 

LTspice

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Jendela pemilihan komponen diode, termasuk LED di LTspice.

Salah satu alasan mengapa saya memilih LTspice sebagai salah satu simuator untuk kuliah elektronika daya adalah karena simulator ini versatile. Pengguna dapat memanfaatkan simulator ini di level sistem dengan model komponen yang (mendekati) ideal. Tetapi juga sedari dulu, dengan relatif mudah melakukan simulasi level rangkaian yang mempergunakan model komponen SPICE. Untuk beberapa komponen, bahkan terdapat beberapa model yang bisa dipilih. Beberapa model adalah dari komponen yang sudah dinyatakan obsolete oleh produsen asalnya. Tetapi ini tidak berati model komponen itu menjadi sama sekali tidak berguna. Pertama, ada banyak tipe komponen yang kemudian dilisensikan ke perusahaan lain menjadi OEM. Banyak komponen dari pabrikan China yang merupakan produksi seperti ini. Misalnya dari produsen Tatalux, atau sejumlah besar lainnya yang bisa ditemui di situs Alibaba atau Aliexpress.  Untuk keperluan belajar atau perancangan awal, setidaknya kita masih bisa menemukan datashet atau spesifikasi teknisnya sebagai pembanding. Sebagai contoh, komponen LED NSCW100 yang dulu diproduksi oleh Nichia, telah dimasukkan ke dalam komponen yang discontinued sejak tahun 2017. LED itu masih dapat dilihat keterangan dan lembar datanya di situs RS Components. Begitu juga dengan komponen dari perusahaan lain LXHL-BW02 dan W5AP-LZMZ-5K8L.

Sebagai contoh bagaimana pengggunaan model SPICE yang disediakan beberapa produsen LED di simulator LTspice, saya ambilkan salah satu produk LED. Saya sampaikan salah satu alur kerja yang bisa dipakai sebagai jalan belajar. Supaya menarik dan kontekstual dengan penerapan teknologi, saya coba ajak untuk melihat salah satu penerapan LED, yaitu sebagai senter (flashlight/torch). Saya tidak mempromosikan atau melakukan endorsement apapun, ini hanya agar alur belajar lebih dekat dengan skenario riil. Kali ini, di bagian ini, simulasi dilakukan untuk LED XHP70 yang diproduksi oleh Cree.

Gambar 2. Tampilan etalase penjualan senter di situs Shopee.

Gambar 3. Contoh etalase penjualan senter dengan LED HXP70 di situs Lazada.

Gambar 4. Tampilan Tokopedia, LED dan driver

Gambar 5. Halaman produk XHP70 di website perusahaan Cree.

Gambar 5 memberikan keterangan umum mengenai suatu tipe/jenis produk. Apa saja hal yang dianggap unggul dan ingin disampaikan oleh produsen. Gambar 6 adalah screenshot contoh kutipan dokumen keterangan yang lebih lengkap dari produsen mengenai pemetaan produk yang mereka miliki. Dari dokumen seperti ini kita bisa belajar membandingkan antara satu tipe produk dengan tipe produk lainnya. Mengenai posisi tipe LED tertentu dalam peta produk yang ditawarkan. Misalnya di Gambar 6 kita bisa mengetahui bahwa untuk keluarga XLAMP, XHP70 adalah LED yang memiliki daya paling besar. Jika kita memerlukan tipe lain dengan tegangan dan penggunaan energi yang lebih kecil, kita bisa melihat di tabel nama-nama sebagai informasi awal. Dari nama (kata-kata) itu kita bisa menelusuri lebih lanjut untuk mencari informasi apakah tipe itu yang cocok untuk keperluan kita. 

Gambar 6. Product and Application Guide, Cree.

Gambar 7. Kutipan datasheet, karakteristik kelistrikan. 

Gambar 8. Kutipan datasheet, hubungan kelistrikan.

Berikut ini adalah kutipan lengkap model SPICE untuk LED XHP70. Di simulasi boleh saja hanya mengambil bagian yang memang akan disimulasikan, disalin langsung ke halaman schematic.

Gambar 9. Contoh App Note untuk lebih memahami operasi LED.

Jika tidak ingin berhenti hanya di ranah teoritis dasar, dokumen seperti yang sampulnya ditampilkan di Gambar 9 menjadi bahan belajar yang penting. Catatan serupa ini merangkum cukup banyak hal-hal penting tetapi praktis dalam penggunaan/pemanfaatan komponen/alat. Dokumen semacam ini berstatus wajib baca. Dari dokumen ini bisa diperoleh sejumlah kata-kata kunci yang bisa dipakai untuk mencari informasi tambahan atau informasi sebagai pembanding.

Gambar 10. Karakteristik tegangan-arus general untuk model LED XHP70 produksi Cree.

Gambar 10 memperlihatkan hubungan tegangan V1 di sumbu horizontal dan masing-masing besaran lainnya di sumbu vertikal. Simulasi dilakukan dalam mode DC Sweep.

Gambar 11. Karakteristik tegangan diode vs. arus diode untuk model LED XHP70 produksi Cree.

Gambar 11 adalah simulasi yang dilakukan dalam mode transient dan mempergunakan nilai tegangan diode (node di anode) sebagai sumbu horizontal. Ini adalah sekadar demonstrasi bagaimana suatu model SPICE dari LED (contohnya XHP70) dapat disimulasikan di simulator berbasis SPICE. Tentu saja rangkaian seperti ini bukanlah rangkaian pembatas arus yang baik untuk LED berdaya besar seperti XHP70. Karena itu rangkaian ini memang dalam penerapannya perlu diganti dengan rangkaian driver yang lebih baik. Biasanya berbasis dc-dc converter. Ini hanyalah contoh saja, cara yang sama bisa diterapkan untuk model komponen LED yang lain (misalnya seperti di halaman ini). 

 

Simulasi model diode di LTspice

 

[su_panel border=”3px solid #99FF66″ radius=”5″]
.MODEL contohModDiode d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=10 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1


.MODEL 1n4001 d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=50 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1
* Model generated on October 12, 2003
* Model format: SPICE3, MODEL 1n4001rl d

.MODEL 1n4002 d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=100 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1
* Model generated on October 12, 2003
* Model format: SPICE3

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Untuk nilai breakdown voltage dari perusahaan/produsen/pabrikan lain, silakan melihat kembali pada tulisan yang lalu.

.MODEL elda5b d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=10 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.


Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

Gambar 26.

Gambar 27.

Gambar 28.

Gambar 29.

Gambar 30.

Gambar 31.

Gambar 32.

Gambar 33.

Gambar 34.[/su_panel]

Mengenal Sequel

[Pembaruan. SEQUEL tidak lagi masuk dalam pengenalan di ELDA 1. Artikel ini tetap dipertahankan sebagai history dan wawasan.]

SEQUEL adalah perangkat lunak simulasi komponen, rangkaian, dan sistem elektronik. Mirip LTspice, PSPICE (Orcad), Multisim, dan Proteus ISIS. Perangkat lunak Sequel dikembangkan oleh Department of Electrical Engineering, Indian Institute of Technology Bombay (IIT Bombay).

 

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

Gambar 26.

Gambar 27.

Gambar 28.

Gambar 29.

Gambar 30.

Gambar 31.

Gambar 32.

Gambar 33.

Gambar 34.

Gambar 35.

Gambar 36.

Gambar 37.

 

Contoh pengerjaan penyearah setengah gelombang [sakelar ideal]

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang merupakan pengantar. Disarankan untuk terlebih dahulu membaca tulisan sebelumnya mengenai penyearah setengah gelombang, kemudian membaca mengenai nilai offset pada gelombang sinus.

 

Gambar  1. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar  2. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar  3.

Gambar  4.

Gambar  5.

Gambar  6.

Gambar  7.

[1] … \(\large a^2 = b^2 + c^2\)

[2] … \(\large a = \sqrt{b^2 + c^2}\)

[3] … \(\large \sqrt{a^2-b^2} = c\)

[4] … \(\large U_{rms\: ac+dc}=\sqrt{U_{average\: dc}^2+U_{rms\: ac}^2}\)

[5] … \(\large \sqrt {U_{rms\: ac+dc}^2-U_{rms\: ac}^2}=U_{average\: dc}\)

[6] … \(\large \sqrt {U_{rms\: ac+dc}^2-U_{average\: dc}^2} = U_{rms\: ac}\)

Pada sistem yang disimulasikan, amplitudo tegangan masukan adalah sebesar 16.999 V (≈ 17V), maka tegangan RMS masukan (AC+DC) “terukur” sebesar 12.021 V dan nilai average DC sebesar -452.62 pV yang sesuai dengan perhitungan teoritis secara praktis dapat dianggap setara dengan 0 V.

Berbeda dengan pengukuran dengan menggunakan DMM Fluke 179 , dalam contoh ini “pengukuran” nilai tegangan dengan menggunakan tools pada LTspice akan menghasilkan dua besaran di sisi keluaran, yaitu Urms ac+dc dan Uaverage dc.

Tegangan keluaran Urms ac+dc adalah sebesar 8.5 V dan Uaverage dc sebesar 5.4113 V. Maka dengan menggunakan persamaan [6] perhitungan yang dihasilkan adalah:

( (Urms ac+dc )2 – (Uaverage dc)2 )0.5 =  6.555 V.

Nilai Urms ac =  6.555 V hasil dari perhitungan  tersebut dapat dibandingkan dengan hasil simulasi pada Gambar 8. Di Gambar 8, pada plot pane paling atas dengan gambar sinyal berwarna biru menunjukkan sinyal AC+DC yang dikurangkan dengan nilai DC. Dari hasil “pengukuran” pada simulasi, nilai rms yang masih mengandung unsur DC dikurangi dengan nilai DC. Dapat dilihat bahwa hasil “pengukuran” dengan tool dari LTspice adalah 6.555 V sama dengan hasil perhitungan. Bisakah dibayangkan bahwa sinyal yang tampaknya “DC murni” tanpa pernah menyeberang ke wilayah kuadran tengangan negatif itu ternyata memiliki nilai RMS AC? Silakan ditelusuri lebih lanjut, silakan Googling antara lain dengan kata-kata kunci pulsating DC. Lalu coba pikirkan mengapa berbeda dengan hasil pengukuran dengan DMM Fluke 179? Dapatkah menghubungkan fenomena yang diungkap di artikel ini dengan mode pengukuran AC pada multimeter yang memiliki fitur TrueRMS (atau yang serupa/sebanding)?

Gambar  8.

Tabel 1. Hasil pengukuran

Vrms_AC_in

[V]
UdAV=VDC

[V]
UdRMS=VAC+DC

[V]
UdAC=VAC

[V]
IdAV=IDC

[V]
IdRMS=IAC+DC

[V]
IdAC=IAC

[V]
12.021 5.4113 8.5 ? 54.113 85 ?

Tabel 2. Hasil pengukuran dan perhitungan

Vrms_AC_in

[V]
UdAV=VDC

[V]
UdRMS=VAC+DC

[V]
UdAC=VAC

[V]
IdAV=IDC

[V]
IdRMS=IAC+DC

[V]
IdAC=IAC

[V]
12.021 5.4113 8.5 6.555 54.113 85 65.55

 

 

//scilab

//function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)
function hw2(ACrms_in, UdAV, UcRMS_acdc)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)

//    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai RMS AC+DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UcRMS_acdc)


//    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
//    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    UdAC=sqrt((UcRMS_acdc^2)-(UdAV^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UdAC)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*%pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

//hw2(49,21.2,26.2)
//hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw2(12.021,5.4113,8.5)

Gambar  9a. Menjalankan program di Scilab offline.

Gambar  9b. Menjalankan program di Scilab online.

acrms_in = 12.021,
udav = 5.4113,
ucrms_acdc = 8.5,

udac=sqrt((ucrms_acdc^2)-(udav^2)),
ratio1=udav/acrms_in,
ratio2=ucrms_acdc/acrms_in,
vin_peak = udav*%pi,
rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100,
form_factor = (ucrms_acdc)/(udav),
ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1),
ripple_factor2 = udac / udav,

Gambar  10.

Gambar  11.

Sampai tulisan ini saya buat penggunaan aplikasi Scilab secara online melalui rollApp tidak semudah dan secepat penggunaan aplikasi GNU/Octave secara online. Karena itu sampai update di waktu mendatang, penggunaan Scilab secara offline lebih dianjurkan.

 

%octave

%function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)
function hw2(ACrms_in, UdAV, UcRMS_acdc)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)

%    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai RMS AC+DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UcRMS_acdc)


%    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
%    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    UdAC=sqrt((UcRMS_acdc^2)-(UdAV^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UdAC)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

%hw2(49,21.2,26.2)
%hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw2(12.021,5.4113,8.5)

Gambar  12.

 

Keseluruhan data yang didapatkan dari “pengukuran” menggunakan fasilitas dari LTspice dan juga data hasil perhitungan dapat dikumpulkan menjadi satu dalam tabel. Dengan demikian fakta berupa data dapat diolah menjadi informasi. Istilah-istilah yang belum dipahami dapat dicari keterangannya di Internet dan dibandingkan antara satu sumber informasi dengan yang lainnya.

Tabel 3.

 

Tabel 4.

Untuk ilmu pengatahuan yang telah sejak lama ditata secara sistematis, umumnya  telah teradapat sumber-sumber belajar yang memadai. Terutama di era modern, era Internet seperti ini. Persoalannya adalah niat yang kuat dan kesempatan (waktu) untuk bertekun mencari dan mempelajarinya. Dari teori penunjang , simulasi dan perhitungan dapat dilihat “benang merah”, kesamaan pola data dan hasil perhitungan.

Pada kesempatan ini pengukuran pada komponen dan rangkaian (sistem) perangkat keras (hardware) disimulasikan dengan software LTspice. Lalu perhitungan matematis sudah dicontohkan dengan menggunakan Scilab dan GNU/Octave. Sebelumnya juga telah dicontohkan bagaimana Algeo dapat dimanfaatkan untuk melakukan perhitungan. Begitu pula bagaimana Maxima dan Wolfram Alpha dapat dimanfaatkan untuk belajar memahami persamaan yang memandu pemahaman terhadap kerja komponen dan sistem.

Aplikasi spreadsheet office seperti Excel, Libreoffice dan Google Sheets yang bagi beberapa orang bisa jadi terkesan low tech bila dibandingkan dengan Scilab atau Matlab dapat dimanfaatkan untuk benar-benar membantu proses belajar. Kali ini saya tampilan contoh sederhana yang dapat diterapkan untuk percobaan (eksperimen) lainnya.

Gambar  13.

Gambar  14.

Gambar  15.

Gambar  16. 

 

Pada bagian sebelumnya (sampai Gambar 16) kondisi yang dihadapi adalah dari “pengukuran” (dilakukan dengan simulasi LTspice) didapatkan nilai Urms ac+dc dan Uaverage dc. Sedangkan nilai Urms ac dari keluaran penyearah didapatkan dari perhitungan berdasarkan nilai variabel yang diketahui.
Dengan sedikit perubahan kode pada Scilab dan Octave kita dapat mempelajari kondisi pengukuran hardware yang menghasilkan data pengukuran berupa tegangan rata-rata (average) untuk mode pengukuran DC dan tegangan efektif (RMS) untuk pengukuran AC. Simulasi pada bagian awal post ini dapat dipakai sebagai pembanding untuk hasil pengukuran dengan multimeter.

p_20161013_00095801.jpg.jpgGambar 17.


//scilab

function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)


    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*%pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

//hw2(49,21.2,26.2)
hw2(12.021,5.4113,6.555)

Gambar 18. Perhitungan dengan Scilab


%Octave

function hw3(ACrms_in, UdAV, UdAC)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)


    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2));
    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)
endfunction

%hw2(49,21.2,26.2)
%hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw3(12.021,5.4113,6.555)

Gambar 19.

 

 

Berkebalikan dari simulasi sebelumnya dalam  post ini, simulasi kali ini tidak mempergunakan nilai Vrms keluaran (AC+DC) langsung dari “pengukuran” di LTspice.

Gambar 20.

Gambar 21. Kumpulan screenshot tabel dari Google Sheets.

Gambar 22.

 

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆

 

 

Perkenalan dengan GNU Octave

[intense_panel shadow=”11″  border=”1px solid #696161″]

Jenis software (perangakat lunak) komputasi dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian. Dua bagian yang menjadi perhatian untuk pembahasan kali ini adalah numerical analysis software dan computer algebra systems. Mesikipun sebagian software dapat melakukan keduanya (dua jenis pekerjaan matematis). Contoh dari numerical analysis software adalah MATLAB, Scilab dan GNU/Octave. Sedangkan Maxima termasuk ke dalam computer algebra systems.

[/intense_panel] [su_panel border=”2px solid #CCFF00″ radius=”10″]

Program komputer GNU/Octave (lazim hanya disebut sebagai Octave) dapat dipergunakan secara online maupun offline. Keuntungan mempergunakannya secara offline (sebagaimana banyak program komputer lainnya) adalah bahwa pengguna tidak terlalu tergantung pada kondisi koneksi Internet. Sedangkan keuntungan mempergunakan secara online adalah bahwa pengguna tidak perlu melakukan proses instalasi yang kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan lancar dan mudah. Pengguna juga tidak perlu melakukan pemeliharaan secara berkala (seperti melakukan update).

Gambar 5. rollApp

[/su_panel]
[su_panel border=”2px solid #FFFF33″ radius=”10″]

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #80B3FF” radius=”10″]

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

syms x
a=int((sin(x))^2,0,2*pi)
b = sqrt((1/(2*pi))*a)

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #FF3300″ radius=”10″]

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

function y = cariRMS(A)
syms x
y = A * double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)))
endfunction

Gambar 26.

function y = cariRMS(A)
    syms x
    y = A * double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)));
    printf("Nilai RMS dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y);
endfunction

Gambar 27.

function y = cariRMS(A)
    syms x
    y1 = A * double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)));
    y2 = A * (1/(sqrt(2)));
    y3 = A * 0.707
    printf("Nilai RMS (y1) dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y1);
    printf("Nilai RMS (y2) dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y2);
    printf("Nilai RMS (y3) dari gelombang sinus dengan amplitudo %d adalah: %d \n", A, y3);
endfunction

Gambar 28.

Gambar 29.

function y = cari_peak(a_rms)
    syms x
    y1 = a_rms * 1/double(sqrt((1/(2*pi)) * int((sin(x))^2,0,2*pi)));
    y2 = a_rms * (sqrt(2));
    y3 = a_rms * 1/0.707;

    printf("Nilai peak (y1) dari gelombang sinus dengan nilai rms %d adalah: %d \n", a_rms, y1);
    printf("Nilai peak (y2) dari gelombang sinus dengan nilai rms %d adalah: %d \n", a_rms, y2);
    printf("Nilai peak (y3) dari gelombang sinus dengan nilai rms %d adalah: %d \n", a_rms, y3);
endfunction

Gambar 30.

[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #DCDC2C” radius=”10″]

Gambar 31.


function Arms=frms(Ain,divr)
    x=linspace(0,2*pi,divr);
    y=sin(x);
    Arms=Ain*sqrt(mean(y.^2));
endfunction

Gambar 32.

Gambar 33.


function Arms=frms(Ain,divr)
    x=0:divr:2*pi;
    y=sin(x);
    Arms=Ain*sqrt(mean(y.^2));
endfunction

Gambar 34.


screenshot_20161012-013400.jpgGambar 35.

screenshot_20161012-013414.jpgGambar 36.

screenshot_20161012-013740.jpgGambar 37.

screenshot_20161012-013823.jpgGambar 38.


screenshot_20161012-023134.jpgGambar 39.

screenshot_20161012-023142.jpgGambar 40.

screenshot_20161012-023240.jpgGambar 41.


Gambar 42.

[/su_panel] [su_panel border=”2px solid #FF3333″ radius=”10″]

screenshot_20161002-013226.jpgGambar 43.

wp-1476212385010.jpegGambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #6699FF” radius=”10″]

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

function n=plotSig(Ain,res,endz)
    A = Ain;
    f = 1;
    theta = 0;
    x = 0:res:endz;
    y = A*sin((2*pi*f*x)+theta);
    plot(x,y)
endfunction

Gambar 50.

function n=plotSig(Ain,fin,res,endz)
    A = Ain;
    f = fin;
    theta = 0;
    x = 0:res:endz;
    y = A*sin((2*pi*f*x)+theta);
    plot(x,y)
endfunction

Gambar 51.

[/su_panel]