Simulasi model diode di LTspice

 

[su_panel border=”3px solid #99FF66″ radius=”5″]
.MODEL contohModDiode d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=10 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1


.MODEL 1n4001 d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=50 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1
* Model generated on October 12, 2003
* Model format: SPICE3, MODEL 1n4001rl d

.MODEL 1n4002 d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=100 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1
* Model generated on October 12, 2003
* Model format: SPICE3

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Untuk nilai breakdown voltage dari perusahaan/produsen/pabrikan lain, silakan melihat kembali pada tulisan yang lalu.

.MODEL elda5b d
+IS=1.22478e-08 RS=0.0414786 N=1.83369 EG=0.6
+XTI=0.05 BV=10 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-09
+KF=0 AF=1

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.


Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

Gambar 26.

Gambar 27.

Gambar 28.

Gambar 29.

Gambar 30.

Gambar 31.

Gambar 32.

Gambar 33.

Gambar 34.[/su_panel]

Contoh pengerjaan penyearah setengah gelombang [sakelar ideal]

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang merupakan pengantar. Disarankan untuk terlebih dahulu membaca tulisan sebelumnya mengenai penyearah setengah gelombang, kemudian membaca mengenai nilai offset pada gelombang sinus.

 

Gambar  1. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar  2. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar  3.

Gambar  4.

Gambar  5.

Gambar  6.

Gambar  7.

[1] … \(\large a^2 = b^2 + c^2\)

[2] … \(\large a = \sqrt{b^2 + c^2}\)

[3] … \(\large \sqrt{a^2-b^2} = c\)

[4] … \(\large U_{rms\: ac+dc}=\sqrt{U_{average\: dc}^2+U_{rms\: ac}^2}\)

[5] … \(\large \sqrt {U_{rms\: ac+dc}^2-U_{rms\: ac}^2}=U_{average\: dc}\)

[6] … \(\large \sqrt {U_{rms\: ac+dc}^2-U_{average\: dc}^2} = U_{rms\: ac}\)

Pada sistem yang disimulasikan, amplitudo tegangan masukan adalah sebesar 16.999 V (≈ 17V), maka tegangan RMS masukan (AC+DC) “terukur” sebesar 12.021 V dan nilai average DC sebesar -452.62 pV yang sesuai dengan perhitungan teoritis secara praktis dapat dianggap setara dengan 0 V.

Berbeda dengan pengukuran dengan menggunakan DMM Fluke 179 , dalam contoh ini “pengukuran” nilai tegangan dengan menggunakan tools pada LTspice akan menghasilkan dua besaran di sisi keluaran, yaitu Urms ac+dc dan Uaverage dc.

Tegangan keluaran Urms ac+dc adalah sebesar 8.5 V dan Uaverage dc sebesar 5.4113 V. Maka dengan menggunakan persamaan [6] perhitungan yang dihasilkan adalah:

( (Urms ac+dc )2 – (Uaverage dc)2 )0.5 =  6.555 V.

Nilai Urms ac =  6.555 V hasil dari perhitungan  tersebut dapat dibandingkan dengan hasil simulasi pada Gambar 8. Di Gambar 8, pada plot pane paling atas dengan gambar sinyal berwarna biru menunjukkan sinyal AC+DC yang dikurangkan dengan nilai DC. Dari hasil “pengukuran” pada simulasi, nilai rms yang masih mengandung unsur DC dikurangi dengan nilai DC. Dapat dilihat bahwa hasil “pengukuran” dengan tool dari LTspice adalah 6.555 V sama dengan hasil perhitungan. Bisakah dibayangkan bahwa sinyal yang tampaknya “DC murni” tanpa pernah menyeberang ke wilayah kuadran tengangan negatif itu ternyata memiliki nilai RMS AC? Silakan ditelusuri lebih lanjut, silakan Googling antara lain dengan kata-kata kunci pulsating DC. Lalu coba pikirkan mengapa berbeda dengan hasil pengukuran dengan DMM Fluke 179? Dapatkah menghubungkan fenomena yang diungkap di artikel ini dengan mode pengukuran AC pada multimeter yang memiliki fitur TrueRMS (atau yang serupa/sebanding)?

Gambar  8.

Tabel 1. Hasil pengukuran

Vrms_AC_in

[V]
UdAV=VDC

[V]
UdRMS=VAC+DC

[V]
UdAC=VAC

[V]
IdAV=IDC

[V]
IdRMS=IAC+DC

[V]
IdAC=IAC

[V]
12.021 5.4113 8.5 ? 54.113 85 ?

Tabel 2. Hasil pengukuran dan perhitungan

Vrms_AC_in

[V]
UdAV=VDC

[V]
UdRMS=VAC+DC

[V]
UdAC=VAC

[V]
IdAV=IDC

[V]
IdRMS=IAC+DC

[V]
IdAC=IAC

[V]
12.021 5.4113 8.5 6.555 54.113 85 65.55

 

 

//scilab

//function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)
function hw2(ACrms_in, UdAV, UcRMS_acdc)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)

//    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai RMS AC+DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UcRMS_acdc)


//    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
//    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    UdAC=sqrt((UcRMS_acdc^2)-(UdAV^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UdAC)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*%pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

//hw2(49,21.2,26.2)
//hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw2(12.021,5.4113,8.5)

Gambar  9a. Menjalankan program di Scilab offline.

Gambar  9b. Menjalankan program di Scilab online.

acrms_in = 12.021,
udav = 5.4113,
ucrms_acdc = 8.5,

udac=sqrt((ucrms_acdc^2)-(udav^2)),
ratio1=udav/acrms_in,
ratio2=ucrms_acdc/acrms_in,
vin_peak = udav*%pi,
rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100,
form_factor = (ucrms_acdc)/(udav),
ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1),
ripple_factor2 = udac / udav,

Gambar  10.

Gambar  11.

Sampai tulisan ini saya buat penggunaan aplikasi Scilab secara online melalui rollApp tidak semudah dan secepat penggunaan aplikasi GNU/Octave secara online. Karena itu sampai update di waktu mendatang, penggunaan Scilab secara offline lebih dianjurkan.

 

%octave

%function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)
function hw2(ACrms_in, UdAV, UcRMS_acdc)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)

%    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai RMS AC+DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UcRMS_acdc)


%    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
%    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    UdAC=sqrt((UcRMS_acdc^2)-(UdAV^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UdAC)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

%hw2(49,21.2,26.2)
%hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw2(12.021,5.4113,8.5)

Gambar  12.

 

Keseluruhan data yang didapatkan dari “pengukuran” menggunakan fasilitas dari LTspice dan juga data hasil perhitungan dapat dikumpulkan menjadi satu dalam tabel. Dengan demikian fakta berupa data dapat diolah menjadi informasi. Istilah-istilah yang belum dipahami dapat dicari keterangannya di Internet dan dibandingkan antara satu sumber informasi dengan yang lainnya.

Tabel 3.

 

Tabel 4.

Untuk ilmu pengatahuan yang telah sejak lama ditata secara sistematis, umumnya  telah teradapat sumber-sumber belajar yang memadai. Terutama di era modern, era Internet seperti ini. Persoalannya adalah niat yang kuat dan kesempatan (waktu) untuk bertekun mencari dan mempelajarinya. Dari teori penunjang , simulasi dan perhitungan dapat dilihat “benang merah”, kesamaan pola data dan hasil perhitungan.

Pada kesempatan ini pengukuran pada komponen dan rangkaian (sistem) perangkat keras (hardware) disimulasikan dengan software LTspice. Lalu perhitungan matematis sudah dicontohkan dengan menggunakan Scilab dan GNU/Octave. Sebelumnya juga telah dicontohkan bagaimana Algeo dapat dimanfaatkan untuk melakukan perhitungan. Begitu pula bagaimana Maxima dan Wolfram Alpha dapat dimanfaatkan untuk belajar memahami persamaan yang memandu pemahaman terhadap kerja komponen dan sistem.

Aplikasi spreadsheet office seperti Excel, Libreoffice dan Google Sheets yang bagi beberapa orang bisa jadi terkesan low tech bila dibandingkan dengan Scilab atau Matlab dapat dimanfaatkan untuk benar-benar membantu proses belajar. Kali ini saya tampilan contoh sederhana yang dapat diterapkan untuk percobaan (eksperimen) lainnya.

Gambar  13.

Gambar  14.

Gambar  15.

Gambar  16. 

 

Pada bagian sebelumnya (sampai Gambar 16) kondisi yang dihadapi adalah dari “pengukuran” (dilakukan dengan simulasi LTspice) didapatkan nilai Urms ac+dc dan Uaverage dc. Sedangkan nilai Urms ac dari keluaran penyearah didapatkan dari perhitungan berdasarkan nilai variabel yang diketahui.
Dengan sedikit perubahan kode pada Scilab dan Octave kita dapat mempelajari kondisi pengukuran hardware yang menghasilkan data pengukuran berupa tegangan rata-rata (average) untuk mode pengukuran DC dan tegangan efektif (RMS) untuk pengukuran AC. Simulasi pada bagian awal post ini dapat dipakai sebagai pembanding untuk hasil pengukuran dengan multimeter.

p_20161013_00095801.jpg.jpgGambar 17.


//scilab

function hw2(ACrms_in, UdAV, UdAC)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)


    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2))
    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*%pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/%pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)    

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)    

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)    
endfunction

//hw2(49,21.2,26.2)
hw2(12.021,5.4113,6.555)

Gambar 18. Perhitungan dengan Scilab


%Octave

function hw3(ACrms_in, UdAV, UdAC)

    printf("Nilai RMS AC masukan (sumber): %3.3f \n", ACrms_in)
    printf("Nilai RMS AC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAC)
    printf("Nilai rata-rata DC keluaran half-wave: %3.3f \n", UdAV)


    UcRMS_acdc=sqrt((UdAV^2)+(UdAC^2));
    printf("Nilai tegangan RMS ac+dc keluaran half-wave rectifier: %3.3f \n", UcRMS_acdc)

    ratio1=UdAV/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rata-rata (dc) keluaran terhadap nilai RMS AC masukan: %3.3f \n", ratio1)

    ratio2=UcRMS_acdc/ACrms_in;
    printf("Nilai perbandingan tegangan rms ac+dc keluaran terhadap nilai RMS masukan: %3.3f \n", ratio2)

    vin_peak = UdAV*pi;
    printf("Nilai tegangan puncak (Vpeak) masukan berdasarkan tegangan rata-rata keluaran (%3.3f) : %3.3f \n", UdAV, vin_peak)

    rect_ratio = ((vin_peak/pi)^2/(0.5*vin_peak)^2)*100;
    printf("Nilai rectification ratio: %3.3f %% \n", rect_ratio)

    form_factor = (UcRMS_acdc)/(UdAV);
    printf("Nilai form factor (FF): %3.3f \n", form_factor)

    ripple_factor1 = sqrt((form_factor^2)-1);
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 1: %3.3f \n", ripple_factor1)

    ripple_factor2 = UdAC / UdAV;
    printf("Nilai ripple factor (RF) cara 2: %3.3f \n", ripple_factor2)
endfunction

%hw2(49,21.2,26.2)
%hw2(12.021,5.4113,6.555)
hw3(12.021,5.4113,6.555)

Gambar 19.

 

 

Berkebalikan dari simulasi sebelumnya dalam  post ini, simulasi kali ini tidak mempergunakan nilai Vrms keluaran (AC+DC) langsung dari “pengukuran” di LTspice.

Gambar 20.

Gambar 21. Kumpulan screenshot tabel dari Google Sheets.

Gambar 22.

 

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆

 

 

Belajar Menggunakan Diode [updated]

Setelah sebelumnya meninjau tentang switch (sakelar) sebagai sebuah awalan dalam usaha memahami kerja (dan menggunakan) komponen sakelar elektronik berbasis semikonduktor, maka kali ini kita meninjau sejenak tentang diode. Melanjutkan dengen diode penting agar upaya belajar kita berlangsung secara sistematis.

Namun karena keterbatasan waktu pada saat saya menulis artikel ini, maka saya tidak membahas detail tentang diode. Pembaruan (update) akan menyusul kemudian. Sudah cukup banyak tutorial tentang diode yang saya lihat sendiri beredar di Internet. Beberapa yang bagus yang berbasis html akan saya urutkan tautannya (link) di bawah ini. Setelah membaca dan berusaha memahaminya, anda bisa kembali lagi ke halaman ini untuk melanjutkan membaca dan menghubungkan dasar teori yang sudah anda peroleh dengan apa yang akan saya ungkapkan, berurutan di sini.

  1. What is an Ideal Diode?
  2. Sparkfun diodes tutorial
  3. Semiconductor Basics
  4. Tutorial: Electronic Circuits-Diodes/Transistors/FETs, Renesas Engineer School
  5. PN Junction Theory
  6. PN Junction Diode
  7. The Signal Diode
  8. Power Diodes and Rectifiers
  9. Full Wave Rectifier
  10. The Zener Diode (opsional untuk bahasan di artikel ini)
  11. Basics: Introduction to Zener Diodes (opsional untuk bahasan di artikel ini)
  12. The Light Emitting Diode
  13. Diode Tutorial
  14. Wikipedia: Diode
  15. p–n diode
  16. Diode modelling

Berikut adalah gambar karakteristik arus dan tegangan (I-V characteristic) yang ideal dari sebuah diode. Tentu saja komponen ideal ini tidak ada. Namun gambar ini membantu kita untuk lebih memahami dasar kerja sebuah komponen diode.

Gambar 1.

Gambar di atas adalah gambar dari artikel pada Wikipedia, yaitu p–n diode. Masih dari artikel yang sama kita maju selangkah lagi dengan memperhatikan gambar-gambar berikut:

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar di atas memberikan informasi seolah-olah terdapat sebuah sumber tegangan pelawan di dalam komponen diode, sehingga berbeda dengan sakelar ideal, diode memerlukan sejumlah tegangan maju untuk mengatasi tegangan pelawan tersebut.

Pada gambar berikut di bawah ini terlihat bahwa ketidakidealan diode bisa diperlihatkan dengan lebih baik jika ditambahkan resistor pada model.

Gambar 4.

Gambar 5.

Adanya kemiringan (gradient / slope) membuat grafik di atas semakin mendekati keadaan yang sesungguhnya pada komponen fisik (riil) diode. Dalam tulisan ini nanti akan saya sertakan gambar yang diperoleh dari DSO.

Pada gambar berikut diperlihatkan grafik yang “maju” selangkah lagi menuju (mendekati) bentuk grafik karakteristik arus-tegangan pada komponen real diode (komponen diode riil). Grafik ini sudah menggambarkan adanya karakteristik arus-tegangan diode pada saat polaritas tegangannya terbalik, lengkap dengan kondisi breakdown.

Gambar 6.

Gambar berikut masih dari situs Wikipedia, menggambarkan bahwa kita bisa membagi unjuk karakteristik arus-tegangan diode ke dalam tiga bagian. Hal ini untuk memudahkan pembahasan. Semoga gambar berikut dapat menyegarkan ingatan anda:

Gambar 7.

Berikut adalah gambar suatu rangkaian (circuit) yang juga akan diwujudkan dalam praktik yang dokumentasinya saya sertakan di tulisan ini. Sumber Wikipedia.org:

Gambar 8.

 

SIMULASI

Setelah menyegarkan kembali karakteristik diode dengan menggunakan grafik, maka tahap berikutnya adalah melakukan simulasi dengan perangkat lunak (software). Ini bertujuan antara lain agar kita dapat mencoba beberapa skenario (misal beberapa nilai komponen maupun konfigurasi) dengan meminimalkan resiko bahaya maupun mempersingkat waktu percobaan. Untuk simulasi ini kita bisa menggunakan aplikasi LTspice yang secara legal gratis (halal) untuk dipergunakan.

 

UJI COBA KOMPONEN FISIK

Berikutnya setelah melakukan simulasi maka tentu saja kita melakukan uji / percobaan pada komponen diode yang sesungguhnya. Unjuk kerja diode ini seringkali berbeda dengan apa yang tertera di datasheet , bahkan jika dokumen itu memang dikeluarkan oleh perusahaan pembuat diode tersebut. Begitu juga, model diode yang menjadi komponen dalam simulasi sangat mungkin akan berbeda dengan keadaan sesungguhnya dari diode, sekalipun serinya sama. Dan terakhir, karakteristik masing-masing komponen fisik diode bisa jadi akan juga berbeda antara satu komponen dengan komponen yang lain. Walaupun kesemuanya berasal dari seri/tipe yang sama.Variasi ini sungguh pun terjadi biasanya dalam keadaan normal tidak akan berbeda terlalu jauh.

Berikut foto set-up pengujian komponen riil:


Gambar 9.

Sebagai perbandingan dan untuk memudahkan, dua osiloskop (oscilloscope) dipergunakan dalam percobaan ini.


Gambar 10.

Percobaan pertama dilakukan dengan menggunakan rangkaian dasar berikut:


Gambar 11.

Rangkaian di atas jika disimulasikan akan menghasilkan grrafik sebagai berikut:


Gambar 12.

Hasilnya tidak lain merupakan grafik penyearah setengah gelombang yang sudah kita akrab dan gampang dikenali. Tegangan listrik antara anode dan katode di simulasi ini ditulis sebagai V(ade,ktd). Sedangkan pada simulasi ini tegangan listrik antara node ktd (katode dari diode) ke titik referensi (gnd) cukup ditulis sebagai V(ktd). Arus listrik yang mengalir pada dua atau lebih komponen yang terhubung seri adalah sama, karena itu arus yang mengalir pada diode sama dengan yang mengalir pada resistor. Jika anda jeli maka anda bisa menemukan bahwa gelombang tegangan sumber yang di rangkaian simulasi ini bertanda V(ade), seolah-olah dipotong menjadi dua bagian.

 

Simulasi YT ini relatif lebih mudah untuk dicoba dengan komponen fisik, karena itu kita lakukan terlebih dahulu. Berikut adalah uji coba rangkaian fisik untuk komponen diode. Pertama dipergunakan oscilloscope kecil satu kanal (DSO Nano) untuk memeriksa tegangan terminal masukan (input), V(ade).


Gambar 13.


Gambar 14.


Gambar 15.

 

Sedangkan dua gambar berikut adalah hasil capture dari DSO 100MHz:


Gambar 16.


Gambar 17.

 

Di DSO kita biasanya bisa menggunakan fasilitas kursor untuk melakukan pengukuran secara “manual”. Baik untuk DSO Nano maupun DSO 100MHz dua kanal. Misalnya untuk DSO Nano:


Gambar 18.

Bisa dilihat nilai delta untuk setengan gelombang adalah 10.0 mS dan delta untuk tegangan dasar ke puncak sebesar 16.6 V. Sedangakan pada gambar di bawah ini, masih menggunakan DSO Nano, kita bisa melihat bahwa tegangan antara anode ke katode dari diode adalah sebesar 0.78 Volt, tidak jauh berbeda dengan hasil simulasi dengan LTspice menggunakan model diode dari tipe yang sama.

 


Gambar 19.

 

Percobaan dengan menggunakan DSO 100MHz akan memberikan kemudahan baik dari segi jumlah kanal (ada dua) maupun kemampuan pencuplikan (BW, sampling). Namun agar memberikan hasil yang benar perlu diperhatikan penggunaan kanal dan probe dengan tepat pada rangkaian.

Kanal pertama (CH1) yang juga merupakan kanal untuk sumbu X pada mode tampilan XY diberi warna pengenal merah. Sedangkan kanal kedua (CH2) yang juga merupakan kanal untuk sumbu Y pada mode tampilan XY diberi warna pengenal biru.

Pada pengukuran dengan mode tampilan YT (besaran tegangan pada sumbu Y dan besaran waktu T pada sumbu X), CH1 dipakai untuk mengukur besar tegangan (jatuh tegangan) pada komponen diode. Probe CH1 ditempatkan di anode pada diode dan koneksi GND dari DSO pada katode dari diode. Pengaturan polaritas pengukurannya persis sama dengan pengukuran pada simulasi LTspice, V(ade,ktd). 

Yang agak repot memang untuk melakukan pengukuran tegangan di antara kaki-kaki resistor, dalam konfigurasi dan percobaan ini. Karena kita tidak ingin melakukan operasi pengurangan matematis dengan DSO. Maka untuk tegangan pada diode maupun resistor masing-masing diukur benar-benar paralel dengan komponennya masing-masing. Karena probe yang dipakai bukan tipe diferensial maka timbul kesulitan. Kita hanya bisa menggunakan satu titik (node) sebagai acuan, yang dihubungakan dengan GND pada DSO. Karena pengukuran CH1 sudah menggunakan node antara katode pada diode dengan resistor sebagai GND, maka CH2 harus menggunakan node yang sama sebagai GND. Artinya probe CH2 justru harus ditempatkan di titik kembali sumber catu daya (ground pada transformer). Dengan demikian nanti ada saatnya kita perlu menggunakan fasilitas invert untuk tampilan gelombang pada CH2, agar polaritasnya sesuai yang kita perlukan.

 

Berikut tampilan gelombang tegangan pada diode (kuning) dan resistor (biru) yang belum dibalik.


Gambar 20.

 

Berikutnya gelombang tegangan pada resistor yang diukur dengan CH2 (biru) dan tampilannya belum dibalik, dipisahkan dengan tampilan gelombang CH1 (kuning) yang mengukur tegangan di diode. Tegangan pada CH2 dinaikkan vertikal ke atas sebanyak 17 Volt.


Gambar 21.

 

Berikutnya gelombang tegangan di resistor yang diukur dengan CH2 (biru) dibalik (inverted). Sehingga yang aslinya mengukur V(gnd,ktd) menjadi V(ktd,gnd) dalam tampilan sebagaimana pada gambar berikut.


Gambar 22.

 

Tampilan gelombang dua kanal (CH1 dan CH2) yang tadinya sengaja dipisahkan, sekarang digabung kembali dengan melakukan reset untuk posisi vertikal pada keduanya.


Gambar 23.

Jika gambar di atas diperhatikan, akan persis seperti bentuk gelombang tegangan pada terminal masukan. Pemotongan tidak persis pada 0.00 mV, melainkan sekitar 0.7V ~ 0.8V karena diode membutuhkan tegangan maju untuk dapat beroperasi, menghantar (kondisi ON).

 

Berikut ini adalah salah satu fasilitas pada DSO yang amat memudahkan pengguna untuk melakukan pengukuran. Warna kuning dan identitas CH1 menunjukkan dengan jelas bahwa kesemua parameter yang ditampilkan adalah pengukuran untuk tegangan yang diukur pada kanal pertama (CH1 /  X / merah).


Gambar 24.

 

Sedangkan pada gambar di bawah tampilan berwarna cyan menunjukkan bahwa pengukuran untuk kanal CH2. Tetapi perlu diingat ini adalah untuk tampilan tegangan pada resistor yang diukur dengan CH2 tetapi gelombangnya sudah dibalik (inverted).


Gambar 25.

 

Berikut adalah tampilan informasi untuk CH2 yang gelombangnya belum dibalik.


Gambar 26.

 

Gambar berikut ini memperlihatkan bahwa besar tegangan R.M.S. pada diode dan resistor bernilai sama.


Gambar 27.

 

TEGANGAN BIAS MAJU

Berikut ini adalah rangkaian simulasi yang dipergunakan untuk mempelajari tegangan maju atau tegangan bias maju pada diode.


Gambar 28.

 

Hasil simulasi rangkaian. Terlihat pergerakan naik dari arus sebagai akibat bias maju dapat tampak lebih jelas jika kita melakukan zoom atau mempersempit rentang pengamatan.


Gambar 29.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada simulasi adalah mudah untuk melakukan pengukuran tegangan pada V(ktd,gnd) atau bisa ditulis sebagai V(ktd). Bahkan pengukuran arus pada diode maupun resistor dapat dengan mudah dilakukan, tidak demikian halnya jika kita mencoba mereplikasi percobaan ini pada XY mode dengan komponen fisik dan DSO dengan probe standar.

Pertama perlu diingat untuk konfigurasi rangkaian ini sebenarnya pengukuran tegangan di resistor dimaksudkan untuk mengukur nilai arus yang melintas di rangkaian. Dengan mempergunakan hukum Ohm, arus dapat dihitung jika nilai resistansi dan nilai tegangan listrik sudah diketahui. Untuk itu jika memungkinkan nilai resistansi hendaknya adalah nilai yan mudah untuk perhitungan matematis. Biasanya kelipatan 1, 10 atau 100. Jika persediaan terbatas, seperti pada uji kali ini, perhitungan masih mudah jika kita kalkuator (termasuk app) tersedia dekat dengan tempat pengujian.

 

Gambar berikut adalah hasil uji dengan komponen fisik dan DSO. Terlebih dahulu diingat dan dipastikan bahwa CH2 telah dibalik (inverted), agar arah arus bisa sesuai (mengikuti arah arus konvensional) dari anode ke katode pada diode.


Gambar 30.


Gambar 31.

 

SIMULASI WILAYAH BREAKDOWN

Berikut adalah simulasi tegangan tembus (breakdown voltage) untuk diode 1N4007.


Gambar 32.


Gambar 33.

 

SIMULASI VARIABLE RESISTOR

Dua gambar berikut adalah simulasi pengaruh nilai resistor pada rangkaian yang tegangan masukkannya dinaikkan berjangkah dari 0 V sampai 1 V, dengan kenaikan sebesar 1 mV.


Gambar 34.


Gambar 35.

 

SIMULASI VARIABLE RESISTOR DENGAN CATU DAYA TEGANGAN SINUS

Terakhir adalah simulasi catu daya arus bolak-balik dengan beberapa nilai resistor pada rangkaian.


Gambar 36.


Gambar 37.

Tiga bagian terakhir dapat memberikan gambaran bagaimana perangkat lunak simulasi rangkaian berbasis SPICE seperti LTspice sungguh sangat membantu dan bermanfaat. Sebelumnya dalam tulisan ini telah kita bandingkan antara hasil simulasi dengan hasil percobaan dengan komponen fisik.

Contoh model SPICE dari diode untuk LTspice

[intense_panel shadow=”8″  border=”1px solid #cfc0c0″]

Post berikut ini adalah contoh dari salah satu model diode dengan format standar SPICE yang dapat dipergunakan di LTspice. Baberapa alternatif cara penggunaan model diode telah dibahas di post sebelumnya. Pemahaman terhadap kedua post ini penting karena bukan hanya akan dipakai untuk keperluan simulasi dengan diode saja. Skill ini akan dipakai juga untuk simulasi dengan komponen lain seperti SCR, TRIAC, BJT, MOSFET dan IGBT.

[/intense_panel] [intense_panel shadow=”11″  border=”2px solid #DFCFCF”]

Sekilas tentang SPICE saya kutip dari tulisan saya yang lalu:

LTspice [7] adalah aplikasi EDA sumber tertutup (closed course) [3], yang bebas pakai berbasis aplikasi SPICE3  [8]. SPICE (Simulation Program with Integrated Circuit  Emphasis) merupakan simulator rangkaian yang dikembangkan di University of California, Berkeley. Program komputer SPICE kemudian dilepas sebagai public domain pada Mei 1972  [9].  SPICE versi 2G6 dilepas ke publik pada April 1983 sedangkan SPICE versi 3F5, dilepas ke publik pada 1993 [10].

Sejak dilepas pertama kali ke publik, SPICE telah menjadi standar industri untuk melakukan simulasi dan memeriksa operasi rangkaian sampai pada tingkat transistor sebelum rancangan memasuki tahap implementasi sebagai IC  (integrated  circuit). Masing-masing  perusahaan produsen komponen elektronika mengembangkan versi turunan SPICE mereka sendiri, misalnya Analog  Devices, Linear Technology (LTC) dan Texas Instruments [9]. Tidak hanya dipergunakan pada industri, SPICE juga umum dipergunakan di dunia pendidikan (perguruan tinggi) karena kemampuannya dan karena penggunaannya bersifat gratis tanpa biaya lisensi.

Banyak aplikasi EDA yang merupakan turunan langsung dan pengembangan dari SPICE. Program turunan yang bersifat komersial (beberapa dilengkapi dengan versi uji coba) antara lain; ISPICE, HSPICE, PSpice, Multisim, Proteus, TINA dan Altium Designer Mixed-Signal Circuit Simulator. Turunan SPICE yang bebas pakai tanpa pembatasan  (gratis) juga umum dipergunakan, seperti XSPICE,  Cider, NGspice dan LTspice.

Sebagai simulator rangkaian analog yang paling umum dipergunakan di dunia [11], SPICE masih sulit untuk tergantikan [12]. Bahkan setelah lebih dari 40 tahun, SPICE (dan  turunannya) masih bertahan sebagai aplikasi EDA yang umum dipergunakan sampai hari ini [9].

Sejarah LTspice dimulai pada tahun 1991 saat program SwitcherCAD yang beroperasi pada OS DOS mulai disediakan oleh LTC (Linear  Technology Corporation). Program LTspice IV sebagai kelanjutan dari SwitcherCAD kemudian dirilis pada tahun 2008 oleh LTC dan juga tersedia untuk publik.  LTspice dilaporkan telah diunduh lebih dari 3 juta kopi dan telah menjadi standar de facto untuk  program berbasis/turunanSPICE [10].

Perusahaan LTC lebih dikenal sebagai produsen komponen elektronika yang unggul untuk bidang catu daya tersaklar (switching power supply). Oleh karena itu LTspice dioptimalkan untuk memiliki kemampuan yang sangat baik untuk melakukan simulasi SMPS (switch mode power supply). Program LTspice yang disediakan untuk diunduh bebas adalah program yang sama yang dipergunakan oleh para perancang IC di LTC  [13]. Dengan penggunaan dan pengembangan yang intensif seperti ini LTspice dikenal sebagai program SPICE yang mampu melakukan simulasi switching regulator (pengendali tersaklar) lebih cepat dari simulator SPICE lainnya.

Program LTspice tidak hanya mampu untuk mensimulasikan (model) komponen produksi LTC saja. Dengan LTspice, pengguna bisa mempergunakan model komponen (dengan standar) SPICE dari berbagai sumber dan produsen. Hal ini sangat memudahkan pengguna karena cukup banyak model komponen dari berbagai perusahaan telah tersedia di berbagai situs di Internet.

LTspice telah dipergunakan sebagai alat bantu pengajaran di banyak perguruan tinggi, antara lain dilaporkan pada  [14]-[17]. LTspice juga telah dipergunakan sebagai alat bantu penelitian untuk tingkat master (tesis) sebagimana dilaporkan pada [3],[18],[19], maupun untuk tingkat doktoral (disertasi)  [20]. Dalam beberapa dokumen paten ditemukan bahwa LTspice telah dipergunakan untuk melakukan simulasi dan validasi rancangan [21],[22].

S. Pradana, A. Susanto, and Widyawan, “Pemanfaatan LTspice dan DesignSpark PCB untuk Simulasi Rangkaian dan Perancangan PCB,” in Seminar Ilmu Pengetahuan Teknik, Inna Garuda Hotel, Yogyakarta, 2013, pp. 130–135 [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.13140/RG.2.1.3054.2247. [Accessed: 10-Oct-2016] [/intense_panel] [su_panel border=”2px solid #FFCC33″ radius=”7″]

Salah satu cara termudah untuk memperoleh model diode adalah dengan mencarinya di situs-situs produsen diode. Biasanya pabrikan akan mengeluarkan model komponen yang diproduksinya untuk beberapa simulator. Di antara software yang merupakan standar adalah format SPICE yang juga dipergunakan oleh LTspice.

Gambar 1. http://www.onsemi.com/pub_link/Collateral/1N4007.REV0.LIB

Pada Gambar 1, ditampilkan contoh bagaimana model untuk diode 1N4007 yang disediakan oleh Onsemi. Model tersebut dipilih dari model-model yang tersedia (Gambar 2).

Gambar 2. Pemilihan model pada Onsemi.

Model ini juga sudah saya simpan di Pastebin: https://pastebin.com/pnqqbfvG. Ada cukup banyak orang/organisasi yang menyimpan dan membagi model komponen SPICE seperti ini di Internet.

**************************************
*      Model Generated by MODPEX     *
*Copyright(c) Symmetry Design Systems*
*         All Rights Reserved        *
*    UNPUBLISHED LICENSED SOFTWARE   *
*   Contains Proprietary Information *
*      Which is The Property of      *
*     SYMMETRY OR ITS LICENSORS      *
*Commercial Use or Resale Restricted *
*   by Symmetry License Agreement    *
**************************************
* Model generated on May 30, 03
* MODEL FORMAT: PSpice
.MODEL D1n4007 d
+IS=7.02767e-09 RS=0.0341512 N=1.80803 EG=1.05743
+XTI=5 BV=1000 IBV=5e-08 CJO=1e-11
+VJ=0.7 M=0.5 FC=0.5 TT=1e-07
+KF=0 AF=1

Cara penggunaan model SPICE ini telah dicontohkan di https://sunupradana.info/pe/2016/10/04/model-diode-di-ltspice/.

[/su_panel]
[su_panel border=”2px solid #663399″ radius=”7″]

Selain Onsemi, Vishay adalah salah satu produsen komponen elektronik untuk blok/perangkat daya.

Gambar 3. Model SPICE pada situs Vishay.

http://www.vishay.com/docs/88000/1n4007.txt

**********************************
* Model created by               *
*   Uni.Dipl.-Ing. Arpad Buermen *
*   arpad.burmen@ieee.org        *
* Copyright:                     *
*   Thomatronik GmbH, Germany    *
*   info@thomatronik.de          *
**********************************
* February 2001
*   SPICE3
.model d1n4007 d is = 1.09774E-008 n = 1.78309 rs = 0.0414388
+ eg = 1.11 xti = 3
+ cjo = 2.8173E-011 vj = 0.50772 m = 0.318974 fc = 0.5
+ tt = 9.85376E-006 bv = 1100 ibv = 0.1 af = 1 kf = 0

http://www.vishay.com/docs/89789/1n4007.txt

**********************************
* Copyright:                     *
*   Thomatronik GmbH, Germany    *
*   info@thomatronik.de          *
**********************************
*   SPICE3
.model d1n4007 d is = 1.43733E-008 n = 1.80829 rs = 0.0414712
+ eg = 1.11 xti = 3 tnom = 27
+ cjo = 2.8119E-011 vj = 0.700053 m = 0.346714 fc = 0.5
+ tt = 4.10886E-006 bv = 1100 ibv = 10 af = 1 kf = 0
[/su_panel]
[su_panel border=”2px solid #FFE365″ radius=”7″]

Gambar 4. Simulasi dengan file pustaka di luar direktori LTspice.

Isi dari file diode_819_ku.sub.

.model 1N5819elda D(Is=31.7u Rs=.051 N=1.373 Cjo=110p M=.35 Eg=.69 Xti=2 Iave=1 Vpk=40 mfg=OnSemi type=Schottky)
[/su_panel]
[su_panel border=”2px solid #FF0000″ radius=”7″]

Pada bagian ini model diode yang diperoleh, misalkan saja begitu, ditambahkan ke pustaka LTspice. Hal ini mempermudah jika model komponen akan sering dipergunakan untuk banyak simulasi yang berbeda. Model akan selalu tersedia di dalam sistem komputer.

.model RF04UA2D D(Is=4.0404E-12 N=1.1718 Rs=.13276 Ikf=15.291E-3 Eg=1.0100 Cjo=10.245E-12 M=.49346 Vj=.85916 Isr=140.45E-12 Nr=3 Bv=200 tt=24.8n Tikf=0.01 Iave=0.2 Vpk=200 mfg=Rohm type=FastRecovery)

Gambar 5. Lokasi pustaka dari LTspice.

Gambar 6. Penambahan model diode ke dalam file pustaka standard.dio

Gambar 7. Simulasi dengan model yang sudah ditambahkan ke dalam file pustaka.

[/su_panel]

 

 

Dari pembagi tegangan ke tahanan dalam [LTspice]

[intense_panel shadow=”11″  title_color=”#0fd19d” border=”1px solid #696161″]

Penggunaan LTspice untuk melakukan simulasi pembagi tegangan dan simulasi tahanan dalam.

[/intense_panel]

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.