Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang Satu Fase Beban Resistif

Sebelum mempelajari materi pada halaman ini dan melakukan percoban, disarankan untuk mempelajari atau membaca kembali artikel berikut:

Pada halaman ini akan coba diberikan contoh praktik sederhana penyearah setangah gelombang beban resistif sederhana. Rangkaian ini hanya terdiri dari satu buah diode (sebagai penyearah) dan satu buah resistor (sebagai beban).

Contoh praktik ini dapat dipakai untuk praktik mandiri dengan nilai tegangan masukan yang berbeda.

Peringatan: Jangan lakukan jika anda tidak paham dan mendatangkan risiko bagi keselamatan jiwa.

Gambar 1. 

Gambar 1 adalah simulasi rangkaian dasar untuk rangkaian half-wave rectifier dengan beban satu buah resistor. Anda bisa melihat bentuk gelombang V(out) yang juga bentuk gelombang arus yang melewati R1. Perhatikan bahwa LTspice mempergunakan nilai tegangan puncak (peak)  atau amplitude sebagai nilai pada sumber tegangan.

Gambar 2.

Gambar 2 adalah contoh dari rangkaian penyearah setengah gelombang yang dibuat dengan mengikuti gaya Manhattan. Sisi positif sumber yang dihubungkan ke anode ada pada bagian kiri atas gambar pada diode, sedangkan sisi ground ada pada bagian kanan bawah yaitu pada sisi kaki resistor yang tidak terhubung dengan diode.

Sebelum melanjutkan langkah untuk mengalirkan arus listrik ke rangkaian, pastikan bahwa untuk rangkaian ini catu daya sudah berada pada nilai yang tepat.

Atur agar tegangan masukan nilainya lebih kecil dari 10 VAC (yaitu Vrms AC)!

Gambar 3.

Cara mengalirkan energi listrik dapat dilihat di Gambar 3. Hubungkan crocodile clip seperti pada Gambar 3 dengan hati-hati agar tidak sampai membuat kaki-kaki komponen terlepas dari papan PCB.

Gambar 4.

Jika sudah dipastikan bahwa tegangan masukan sudah sesuai dan tidak lebih dari 10 VAC (yaitu Vrms AC) maka probe dari oscilloscope bisa dihubungkan seperti pada Gambar 4.

Sebagai contoh hasil pengaturan praktik bisa dilihat sebagaimana pada Gambar 5. Untuk memperbesar tampilan gambar, klik kanan pada mouse lalu klik pilih Open image in new tab atau klik di sini.

Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan hasil percobaan dengan dua kanal (channel) oscilloscope. Untuk percobaan ini nilai masukan adalah sebesar 6,60 Volt (berdasarkan True RMS DMM) atau terdeteksi sebesar 6,520 V di oscilloscope. Nilai masukan di bawah 10 Volt AC adalah upaya untuk menjaga keselamatan oscilloscope. Terutama dari kemungkinan kesalahan aktivitas praktik sehingga terjadi kelebihan tegangan masukan di atas kemampuan dari alat ukur, misalnya oscilloscope GDS-2104A atau ISDS205.

Gambar 6. [ Klik di sini untuk memperbesar tampilan gambar. ]

Untuk bisa memahami informasi pada Gambar 6, pembaca perlu mengacu kembali artikel berikut: Perhitungan nilai gelombang AC dengan nilai offset. Perhatikan perbedaan antara nilai RMS di LTspice (AC+DC) dengan nilai RMS pada DMM (hanya nilai AC).

Bandingkan nilai-nilai (parameter) yang diperoleh dari simulasi dengan LTspice, nilai yang didapat dari pengukuran menggunakan DMM (digital multimeter), serta nilai yang diukur dengan oscilloscope.

Sekarang saatnya

Pelajari ulang semua bahan pelajaran di bagian atas halaman ini. Baca kembali halaman artikel lain jika diperlukan.

Perhatikan gambar rangkaian untuk praktik sebagai berikut ini:


Gambar 7.

01. Perhatikan Gambar 7 dan bandingkan dengan rangkaian fisik yang sesungguhnya. Bacalah semua keterangan langkah-langkah berikut sampai selesai sebelum mencoba;

02. Pastikan rangkaian tidak sedang terhubung dengan catu daya lalu dengan DMM (digital multimeter) ukurlah nilai resistor. Kemudian periksa kondisi diode dengan menggunakan “Diode Mode” pada DMM;

03. Atur tegangan catu daya agar bernilai antara 6 Volt AC sampai 9 Volt AC. Tanyakan nilai masukan yang diperlukan kepada instruktur yang bertugas;

04. Aturlah nilai-nilai komponen pada file simulasi LTspice agar mendekati dan sesuai dengan nilai komponen yang sesungguhnya;

05. Lakukan simulasi rangkaian menggunakan LTspice dengan benar. Catat hasilnya di lembar data anda;

06. Hubungkan rangkaian penyearah dengan catu daya. Perhatikan polaritas catu daya, jangan sampai terbalik;

07. Dengan menggunakan DMM ukur tegangan AC dan DC antara: node A dengan GND. Catat dengan baik hasil pengukuran;

08. Dengan menggunakan DMM ukur tegangan AC dan DC antara: node B dengan GND. Catat dengan baik hasil pengukuran;

09. Hitung nilai arus yang melewati resistor berdasarkan pengukuran nilai resistor dan nilai tegangan di antara kaki-kaki resistor;

10. Pasanglah probe Kanal #1 (Ch 1) pada posisi node A dalam rangkaian penyearah. Perhatikan tampilan gelombang dan pengukuran di oscilloscope. Bandingkan hasilnya dengan teori, perhitungan, simulasi dan pengukuran dengan DMM;

11. Pasanglah probe Kanal #2 (Ch 2) pada posisi node B dalam rangkaian penyearah. Perhatikan tampilan gelombang dan pengukuran di oscilloscope. Bandingkan hasilnya dengan teori, perhitungan, simulasi dan pengukuran dengan DMM;

12. Simpan tampilan informasi dari oscilloscope dengan menggunakan USB flashdisk;

13. Buka file hasil penyimpanan di laptop atau cell phone untuk memastikan hasilnya dalam keadaan baik;

14. Jika semua hasil pengukuran sudah sesuai dengan teori (nilai deviasi kecil sekali) maka turunkan nilai tegangan catu daya sampai nol volt ( 0 V );

15. Matikan catu daya (power off) dan lepaskan kabel yang menghubungkan catu daya dengan rangkaian;

16. Matikan dengan baik semua alat ukur;

17. Kerjakan laporan praktik.

Belajar dan pembelajaran

Salah satu masalah (tantangan) bagi siswa, mahasiswa maupun bagi siapa saja yang belajar (pelajar) adalah pemahaman mengenai apa itu belajar (juga pembelajaran). Pelajaran tentang belajar tampaknya masih belum begitu sering diulang dan dipelajari. Maka ungkapan yang umum adalah,”Pokoknya belajar.”

Yang berubah seiring pergantian tahun dan zaman tidak hanya perangkat keras teknologi yang mudah terlihat oleh mata, seperti ponsel dan komputer elektronik. Sebenarnya yang jarang teramati oleh masyarakat umum adalah perubahan, perkembangan dan kemajuan dasar-dasar terwujudnya suatu produk teknologi, yaitu sains. Sains menjadi dasar dari bidang kerekayasaan (engineering) dan juga teknologi (technology). Dan dalam sains, manusia berusaha semakin mengembangkan pemahaman mengena banyak hal di alam semesta, termasuk pada diri manusia. Pemahaman itu terus menerus diperluas, diperiksa dan diperbaiki. Dalam sains tidak dikenal pemahaman manusia yang benar-benar absolut benar. Jika terdapat cukup bukti yang kuat maka suatu pendapat yang dahulu dipercayai dan “dipegang” bisa saja diganti. Masih ingat tentang perkembangan (evolusi) teori tentang atom? Bahkan suatu teori yang diterima setelah penjelasan-penjelasan ilmiahnya dikaji dengan seksama, suatu saat bisa tidak lagi dipakai. Kadang-kadang yang menggugurkannya cukup dengan penjelasan yang lebih baik yang diperiksa oleh banyak ahli.

Gambar 1. Evolusi model atom [sumber: Wikipedia]

http://2.bp.blogspot.com/-dCKSQInAi9g/T9fuVe--FgI/AAAAAAAAAA4/i79zaSWBSPs/s1600/FG05_26.jpgGambar 2. Model-model atom [sumber: Atomic History]
Perubahan pemahaman manusia tentang atom bukanlah satu-satunya perkembangan pemahaman manusia yang dituangkan dalam struktur sains (science). Pemahaman tentang diri manusia pun terus berkembang, termasuk tentang belajar. Bagaimana manusia belajar, apa saja penyebabnya, bagaimana prosesnya dan apa saja tantangannya. Pemahaman berkembang dari yang dulunya menanggap pelajar hanya seperti ember kosong yang hendak diisi menjadi agen belajar yang aktif.

Gambar 3. “Pembelajaran” mode TCL [sumber: slideshare oleh Ridwan]
Perkembangan tentang diri manusia baik sebagai individu maupun dalam kumpulan yang besar sebagai masyarakat dipelajari dan dikembangkan melalui berbagai macam cabang bidang ilmu. Dari awalnya berupa filsafat kuno sampai terbagi ke bidang-bidang khusus yang kemudian bertemu kembali dalam bentuk kajian multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Kajian-kajian psikologi, biologi, ekonomi dan antropologi antara lain menghasilkan sinergi dalam pemahaman bagaimana manusia belajar di rentang usia, gender dan budaya. Mirip dengan perkembangan pada pokok ilmu Fisika dan Biologi, semua ilmu-ilmu ini membantu kita untuk berusaha lebih paham mengenai diri kita sebagai manusia, bagaimana kita berpikir dan bertindak dan terutama (untuk kepentingan bahasan ini) mengenai bagaimana kita belajar.

Gambar 4. Ilustrasi pengembangan pengetahuan [sumber: liorzoref.com]

PictureGambar 5. Pentingnya membaca [sumber: furqanasif.com]
Sayangnya, upaya pemahaman ini agar jarang dilakukan di proses belajar di tahap dasar. Lebih celaka lagi, di tahap lanjut pun untuk beberapa bidang, sering diabaikan pula karena dianggap bukan bagian dari kajian. Padahal sama seperti fungsi oksigen dalam udara dan proses bernapas bagi manusia, pemahaman tentang belajar dan ciri-cirinya merupakan dasar atau fondasi bagi “bangunan” di atasnya. Kelemahan pada fondasi akan membahayakan tahapan berikutnya.

Mengejar kemajuan dengan dasar (atau arah) yang salah sedari awal itu bukan hanya tidak efisien tetapi sering tidak efektif. Dan lebih dari itu sering mengundang bahaya yang besar. Jutaan orang mati, literally, disebabkan dasar pemahaman yang salah.

Gambar 6. Mengejar kemajuan dengan arah dan cara yang salah

Gambar 7. Kemajuan sering tidak berarti kalau dilakukan dengan salah

Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa sebelum mengejar kemajuan, harus diupayakan terlebih dahulu untuk menetapkan arah dan cara yang sebenar mungkin. Orang sering terpesona dan terlena dengan progress tetapi sering tidak peduli bahwa arahnya salah. Kalau arah sudah salah maka apa yang dianggap sebagai kemajuan tadi menjadi tidak berarti, bahkan lebih sering mendatangkan kerugian. Jadi, apakah kita berhasil menyelesaikan menebang pohon di hutan untuk kemudian menyadari kita menebang di hutan yang salah dan dengan arah yang salah pula? Atau, apakah kita berusaha untuk cepat menaiki tangga, padahal tangga itu kita sandarkan di dinding yang salah (seperti ilustrasi pada Gambar 8)?

Gambar 8. Memanjat tangga di dinding yang salah

 

Salah satu masalah dalam potensi masalah pembelajaran di perguruan tinggi dalam bidang yang bukan keguruan dan ilmu pendidikan adalah adanya pengabaian perkembangan dan pencapaian dalam teori/ilmu mengenai bagaimana manusia belajar. Terutama untuk bidang-bidang yang lazim dikenal sebagai eksakta, termasuk kerekayasaan (enginering) dan kerekayasaan teknologi (engineering technology). Pada satu sisi ini “bisa dipahami” karena bidang-bidang yang sering juga disebut sebagai ilmu-ilmu teknik ini dianggap sudah memiliki sejumlah besar kesulitan yang menjadi tantangan tersendiri. Karena itu ada keengganan untuk “menambahinya” dengan tantangan baru yaitu memahami cara pembelajaran. Namun demikian, seiring waktu disadari bahwa cara seperti itu tidaklah benar. Sebagaimana ada ilmu yang dikembangkan, misalnya, untuk memahami cara kerja dan pemanfaatan energi listrik, maka ada pula ilmu yang dikembangkan untuk membantu proses belajar. Dan tentu saja ilmu itu juga harus dipergunakan sebagaimana ilmu-ilmu yang lain. Pembahasan mengenai hal tersebut tercakup dalam engineering education.

Gambar 9 menampilkan contoh buku dalam Bahasa Indonesia yang relatif masih bisa diperoleh dengan mudah. Buku ini menurut saya bagus dan bermanfaat bukan saja untuk para pengajar tetapi bahkan untuk para pelajar. Dengan menggunakan buku ini, baik pengajar maupun pelajar dapat mengacu pada acuan yang sama untuk memformulasikan bagaimana proses belajar itu dapat berlangsung dengan lebih baik. Buku ini cukup ringkas dan praktis untuk dipergunakan bahkan untuk bidang engineering/engineering technology.

Beberapa bagian penting untuk fondasi proses pembelajaran saya kutip di sini semata-mata untuk keperluan pendidikan dan non komersial. Bila tertarik (dan disarankan) untuk membaca silakan membeli buku ini.

Gambar 9. Contoh sumber bacaan mengenai pembelajaran

Dikutip dari : E. Siregar, Teori belajar dan pembelajaran. Ghalia Indonesia, 2010.

A. Pengertian Belajar, Ciri-Ciri Belajar dan Mengapa Belajar?

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

 

Dengan demikian, dapat simpulkan bahwa seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat—obatan. Kecuali itu, perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja.

 

Orang yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan, istilah “proses belajar mengajar” atau ”kegiatan belajar mengajar” adalah istilah yang tidak asing lagi. Dalam kedua istilah tersebut kita lihat, adanya dua istilah yaitu ”belajar” dan “mengajar”. Keduanya seolah- olah tak terpisahkan satu sama lain, ada anggapan bahwa kalau ada proses belajar tentulah ada proses mengajar. Seseorang belajar karena ada yang mengajar. Tetapi benarkah itu? Kalau mengajar kita pandang sebagai satu-satunya kegiatan atau proses yang dapat menghasilkan belajar pada diri seseorang, pendapat tersebut tidaklah benar. Proses belajar dapat terjadi kapan saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Karena itu istilah “pembelajaran” mengandung makna yang lebih luas daripada “mengajar”, pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.

 

Gambar 10. Pengajaran VS pembelajaran

#fairUse #educational #nonCommercial


Jika pengumpamaan pelajar seperti ember kosong yang akan diisi oleh orang lain tidaklah begitu tepat, maka analogi lain dari pelajar dapat diambil. Perbedaannya adalah pada letak peran utama yang diambil. Dalam pemahaman modern seperti yang sudah dijabarkan di bagian sebelum ini hingga Gambar 10, peran utama dalam proses pembelajaran ada pada pelajar, bukan lagi pada pengajar seperti pemahaman pada zaman dahulu.

Analogi baru yang dimaksud adalah seperti pada Gambar 11 berikut. Sebagian pengguna komputer elektronik seperti desktop PC maupun laptop  pernah mengetahui perlunya melakukan format pada hard disk (HDD). Format ulang bahkan kadang diperlukan untuk melakukan instalasi sistem operasi yang berbeda, terutama pada masa lalu. Misalnya sistem operasi Microsoft Windows cocok mempergunakan format partisi FAT, FAT32 dan NTFS. Kesulitan akan terjadi kalau format partisi HDD adalah ext3, misalnya. Format ini cocok untuk OS GNU/Linux seperti Ubuntu atau Slackware.

Perbedaannya adalah analogi dini dipakai untuk menjelaskan bahwa siswa/pelajar secara aktif melakukan format ulang sendiri terhadap dirinya. Faktor di luar hanya membantu, misalnya lingkungan manusia, pengajar dan sarana penunjang lainnya. Format ulang diperlukan kalau ingin mencapai hasil yang sesuai. Karena belajar adalah berubah, maka perubahan perlu terjadi dan perlu dilakukan di atas dasar yang sesuai dan benar.

Gambar 11. Format partisi di sistem GNU/Linux


Hal lain tentang belajar adalah pengungkapan secara informal suatu kegiatan. Sebagai contoh, jika seseorang ditanya tentang apa yang sedang dilakukannya ada kemungkinan ia menjawab bahwa ia sedang belajar. Sebenarnya ia sedang membaca, dan sebagaimana yang sudah dipahami membaca belum tentu berarti belajar, sungguh-sungguh belajar.

Katakanlah kita menerima ungkapan informal seperti itu maka ungkapan belajar secara informal dapat berarti dua hal. Mempelajari sesuatu yang baru atau mengulang sesuatu (yang dulu pernah dipelajari).

Mempelajari sesuatu yang baru sama seperti hakekat belajar yang sudah dibahas, hasilnya seharusnya adalah adanya perubahan. Tanpa adanya perubahan maka sesungguhnya seseorang tidaklah bisa dianggap telah belajar (sesuatu yang baru). Yang kedua adalah mengulang sesuatu yang telah pernah “dipelajari”. Hasilnya bisa saja berupa perubahan, karena hal yang sama bisa jadi dipelajari dengan sudut pandang yang berbeda, pendekatan yang berbeda, situasi/lingkungan yang berbeda dan cara yang berbeda. Tetapi secara umum, mengulangi suatu bahan lebih akan mungkin menghasilkan peningkatan ketepatan, kecepatan dan secara umum keterampilan.

Sungguhpun pencapaian tiap individu akan berbeda-beda tetapi secara umum pola yang akan dihasilkannya sama.

Gambar 12. “Belajar”


Tantangan untuk mahasiswa D3 dan D4 akan semakin besar seiring kemajuan zaman. Semakin maju peradaban manusia dalam sains dan teknologi akan semakin banyak pola kerja manusia yang berubah/bergeser. Dengan bantuan otomatisasi dan robotika peran manusia untuk pekerjaan yang mengandalkan kemampuan motorik akan semakin berkurang di banyak bidang industri.

Sesuai KKNI, maka tingkat pekerjaan yang harusnya disasar dan memang menjadi bagian dari kompetensinya tidak lagi bertumpu pada kemampuan psikomotorik semata. Sebagai contoh, pada Gambar 13 adalah kondisi ruang monitoring dan pengendali di salah satu pembangkit listrik. Pemantauan sudah dilaksanakan dengan bantuan teknologi komputasi dan komunikasi, menggunakan komputer elektronik. Operator tentu dituntut memiliki dasar kemampuan analisis data dan situasi yang lebih baik agar dapat menilai dan memvisualisasikan kondisi operasi sistem. Gambar 14 adalah foto dari ruang kendali pada pembangkit yang lebih baru. Adanya peningkatan otomatisasi memudahkan proses pemantuan dan pengendalian oleh manusia. Untuk sebagian besar operasi rutin telah dapat ditangani oleh algoritma komputasi. Hal seperti ini sudah umum terjadi saat ini. Sehingga pembelajaran untuk mahasiswa pun perlu disesuaikan ulang.

Gambar 13. Salah satu contoh ruang kendali pembangkit listrik

Gambar 14. Ruang kendali pembangkit yang lebih baru


Proses pendidikan di perguruan tinggi sesungguhnya tidak hanya melayani kepentingan mahasiswa dan orangtua mahasiswa, tetapi juga melayani kepentingan bangsa dan negara. Adalah kepentingan negara untuk dapat memiliki penduduk yang tiap kurun waktu terdapat perbaikan dalam hal kualitas sumber dayanya. Ini penting agar negara tersebut bisa bersaing di dunia internasional, bisa meningkatkan taraf hidup penduduknya dan memajukan peradabannya.

Hasil pendidikan tinggi bukan hanya berupa kecakapan kerja operasional di bidang spesifik, seperti pelatihan keterampilan tertentu saja. Hasil utama pendidikan tinggi sesungguhnya adalah perubahan cara dan pola pikir menjadi lebih terbuka dan lebih maju, Mampu menyerap kemajuan peradaban lain dan memajukan peradaban bangsa dan negaranya sendiri.

Sebagian dari bukti adanya perubahan cara dan pola pikir dapat dengan mudah dipantau di berbagai media sosial dewasa ini. Bagaimana berita fake dan hoax sangat sering disebarkan oleh orang-orang yang bahkan telah lulus pendidikan di perguruan tinggi. Padahal ciri telah belajar adalah adanya perubahan yang nyata. Berarti masih ada kesenjangan antara capaian dari pola pembelajaran dengan hasil pendidikan tinggi. Sesuatu yang harus secara nyata dan sistematis dibenahi.

Gambar 15 saya pahami sebagai gambar canda mereka yang bergerak di bidang TI. Saat musim liburan, saat beberapa personel sedang libur, tentu diharapkan sistem tidak mengalami gangguan. Tetapi untuk tulisan ini, gambar ini saya pakai untuk menyampaikan bahwa salah satu hasil dari pembelajaran di perguruan tinggi adalah adanya perubahan cara pikir menuju penghormatan terhadap korelasi dan kausalitas. Terutama untuk mahasiswa kerekayasaan/perekayasaan teknologi (engineering technology) yang juga sering dipanggil “anak teknik”. Ada cara-cara tertentu untuk melakukan sesuatu, ada prosedur, ada sistematika yang perlu diacu dan ditaati. Misalnya, kembali ke Gambar 15, seorang teknisi/technologist tidak bisa berharap sistemnya tidak akan mengalami gangguan hanya dengan melakukan hal seperti di dalam foto bercanda itu. Ada prosedur teknis yang harus diikuti, dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan gangguan.

Gambar 15.  Bercanda, harapan sebelum ditinggal berlibur [sumber: twitter.com/Fluidityss/status/808629570115084288]
Berbeda lagi dengan Gambar 16, gambar ini dulu sering dipakai sebagai hoax dengan banyak versi tulisan (caption), menjadi meme yang viral. Setelah beberapa tahu berlalu dan faktanya sudah menjadi umum, meme serupa ini menjadi meme sarcasm yang menunjukkan kekonyolan banyak orang yang sering membagi hoax.

Image result for ular menyelamatkan ikanGambar 16. Hoax ular menyelamatkan ikan

Gambar 17 memiliki pola yang sama dengan Gambar 16, bedanya adalah dipakai untuk menunjukkan bagaimana bahkan sekarang media massa konvensional dianggap latah untuk ikut menyebarkan “berita” yang belum mereka verifikasi dengan baik sebagaimana lazimnya sebuah media massa.

Image result for ular menyelamatkan ikanGambar 17. “Ular pemberani”

Image result for ular menyelamatkan ikanGambar 18. Elang “menolong” ikan

Gambar 18 ini lebih mirip dengan Gambar 16, tentang hoax yang disebarkan tanpa memperhatikan logika dan fakta. Berita-berita palsu dan hoax seperti ini menjadi salah satu penanda berhasil tidaknya pembelajaran secara umum. Karena pembelajaran di perguruan tinggi bukan hanya berupa pelatihan keterampilan untuk satu bidang kegiatan semata. Ada pengembangan pola pikir di sana, ada pembiasaan pencarian informasi dan analisis informasi yang harusnya sudah menjadi bagian integral dari suatu pendidikan tinggi.

Sudahkah bersedia untuk berubah?

Save

Mencari [model] komponen untuk simulasi LTspice

[su_panel border=”3px solid #99FF66″ radius=”7″]

Pada post yang lalu saya telah mengungkapkan contoh penggunaan model pada simulasi di simulator LTspice. Di tulisan Model diode di LTspice, saya memperkenalkan model komponen dengan komponen diode sebagai contoh. Berikutnya pada post Contoh model SPICE dari diode untuk LTspice , saya memaparkan contoh cara mencari dan mempergunakan model SPICE untuk komponen standar di LTspice. Di situ komponen yang dipergunakan masih berupa diode. Untuk komponen seperti diode, bahkan BJT maupun MOSFET, pengguna masih bisa mempergunakan symbol yang disediakan oleh LTspice. Yang perlu ditambahkan adalah model SPICE yang ekivalen dengan unjuk kerja elektronis dari komponen yang akan dipakai.

Tetapi ada kalanya pengguna perlu mempergunakan komponen yang berbeda dengan simbol yang telah disediakan oleh LTspice. Terkadang bahkan ada saat pengguna lebih mudah untuk mempergunakan symbol yang sudah disediakan bersama dengan pustaka (library) model komponen oleh pengguna lain (termasuk produsen pembuat komponen).

Sekadar sebagai contoh, komponen yang bisa jadi belum tersedia misalnya adalah komponen regulator tegangan seperti 7805 dan IC x555 (NE555, LM555). Seperti keluarga x78xx lainnya (LM7812 misalnya), komponen LM7805 menggunakan simbol komponen berkaki tiga. IC x555 mempergunakan simbol kotak berkaki delapan.

[/su_panel]

[su_panel border=”3px solid #FFCC00″ radius=”7″]

Motivasi utama dalam tulisan ini adalah untuk memberikan pelajar (terutama dalam hal ini mahasiswa) semangat tambahan untuk mampu mencari model komponen yang sesuai dan untuk kemudian mempergunakannya. Era saat tulisan ini dibuat adalah era yang disebut era informasi [MIT link] {{1}}. Meskipun era informasi sudah bertahun-tahun didengungkan dan menurut beberapa sumber sekarang ini sebenarnya sudah mulai memasuki era imajinasi ( imagination age [Forbes link] ) {{2}}. Oleh karena itu pola pelatihan, pengajaran dan pendidikan yang bertumpu pada model era industri (industrial age) sudah tidak lagi cocok untuk kehidupan modern (era ini) {{3}} {{4}}.

Salah satu wujud keterampilan dasar yang diperlukan di era ini adalah kemampuan untuk mencari informasi. Pelajaran elektronika daya juga tidak terlepas dari pola ini. Alih-alih hanya menerima informasi, mahasiswa diajar dan dilatih untuk mampu mencari sendiri informasi yang diperlukan. Dengan perumpamaan yang sederhana, ini sama seperti memberi alat pancing dan melatih cara mempergunakannya ketimbang langsung memberi ikan setiap kali dibutuhkan. Di masa yang akan datang, dengan keterampilan yang dimiliki, bahkan tanpa bantuan pelatih, alumnus sudah mampu mencari sendiri informasi yang diperlukannya dengan efektif dan efisien.

Gambar 1.

Lebih lanjut untuk pembahasan mengenai cara belajar dan pola pendidikan tinggi dapat dilihat kembali pada dua tautan berikut: link 1, link 2. Singkatnya adalah suatu kewajaran dan bahkan kewajiban bagi lulusan pendidikan tinggi untuk lebih mampu secar mandiri mencari dan memanfaatkan informasi dibandingkan dengan mereka yang berada di jenjang kualifikasi satu sampai empat. Dengan demikian sumber daya yang dipergunakan untuk menyelesaikan proses pendidikan tinggi menjadi lebih berarti, tidak menjadi sia-sia.

Kunci utama dari belajar untuk mencari informasi yang diperlukan ini adalah kemauan untuk berproses. Terjemahan yang sederhana dan gamblang adalah: tidak malas berpikir. Dalam dunia sains dan rekayasa (engineering), kemalasan dalam “dosis” tertentu memiliki peran positif dan tempatnya tersendiri. Tanpa adanya “kemalasan yang proporsional”, orang akan mudah menghamburkan semua sumber daya yang ada tanpa perhitungan yang baik, tidak efisien dan bahkan bisa jadi tidak efektif. Namun demikian kemalasan yang amat sangat yang tidak pada tempatnya malah akan membahayakan upaya pencapaian sesuatu yang diinginkan/diharapkan. Malas berpikir menjadi penyebab dari malas berusaha. 

[/su_panel]

[su_panel border=”3px solid #336699″ radius=”7″]

Contoh pertama dari proses ini adalah pencarian model untuk simulasi rangkaian regulator tegangan. Pada proses ini bisa dilihat bagaimana kadang-kadang pencarian informasi yang sesuai tidak dapat dilakukan “satu kali jadi”. Kadang-kadang pencarian perlu dilakukan beberapa kali. Dari satu sumber ke sumber lainnya secara bertahap dan berantai. Dari sumber bahasan yang lebih umum ke sumber bahasan yang lebih spesifik, lebih khusus. Ada kalanya juga pencarian dilakukan dari sumber yang sama tingkat kekhususannya tetapi informasi yang disediakannya tidak tepat, salah, atau tidak sesuai. Misalnya suatu halaman pada situs mencantumkan model dari satu komponen yang dibutuhkan tetapi setelah dicoba, model tersebut tidak berfungsi baik. Sementara di halaman itu tersedia juga link  ke (halaman) situs/sumber yang lain yang bisa dicoba. 

Pencarian umumnya bisa dimulai dengan mempergunakan mesin pencari umum seperti Google, Bing, DuckDuckGo atau Ixquick. Untuk model komponen SPICE (misalnya untuk LTspice), banyak model yang akan ditemukan di luar situs resmi produsen komponen. Misalnya di situs forum pengguna LTspice, atau di forum-forum yang membahas tentang elektronika (komponen, rangkaian atau sistem). Misalnya seperti yang terlihat di Gambar 2.

Gambar 2.

Gambar 3

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa salah seorang user dalam forum ini memberikan tanggapan berupa file model yang dapat dicoba. Di Gambar 4 terlihat model yang sudah saya ekstrak dari format kompresi zip ke dalam folder/direktori yang sesuai di LTspice.

Gambar 4.

Gambar 5.

Uji dalam bentuk yang paling sederhana dapat dilakukan untuk melihat apakah model yang tersedia sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna, sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Sering kali pengujian yang paling sederhana adalah justru pengujian yang tepat untuk melihat unjuk kerja komponen. Hal ini juga bersesuaian dengan prinsip Occam’s razor {{5}}. Kemudian bergantung pada keperluan simulasi, tingkat keakuratan model dapat dibandingkan satu sama lain dan diambil yang paling sesuai.

Model komponen 7805 ini hanyalah sebagai contoh bagaimana suatu model SPICE dapat ditemukan. Pada prinsinya, tergantung tingkat kebutuhan, suatu model komponen untuk simulasi rangkaian dapat diupayakan sungguh-sungguh untuk bisa ditemukan. Terlebih untuk komponen yang diketahui relatif banyak dipergunakan. Syarat dasar yang mutlak adalah tidak malas berpikir dan berusaha.

[/su_panel]

[su_panel border=”3px solid #D745ED” radius=”7″]

Berikutnya adalah contoh pencarian rangkaian yang mempergunakan IC x555. Ada beberapa model komponen yang disediakan oleh pengguna lain, tetapi untuk mengawali belajar bisa memulai dari komponen yang telah tersedia.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 6 memperlihatkan salah satu halaman pada sebuah situs yang memaparkan tentang simulasi x555 (NE555) mempergunakan LTspice. Di dalamnya sudah terdapat file simulasi yang bisa diunduh (download). Hasil percobaannya diperlihatkan pada Gambar 7. Sedangkan pada Gambar 8 berikut, simulasi dilakukan dengan model modifikasi dari sumber lain.

Gambar 8.

Model dan rangkaian simulasi yang lain dapat ditemukan dengan cara yang sama. Salah satu yang memudahkan adalah dengan bantuan pencarian lewat gambar, misalnya dengan Google Image seperti pada Gambar 9.

Gambar 9.

[/su_panel]

[[1]]The Information Age (also known as the Computer Age, Digital Age, or New Media Age) is a period in human history characterized by the shift from traditional industry that the Industrial Revolution brought through industrialization, to an economy based on information computerization. The onset of the Information Age is associated with the Digital Revolution, just as the Industrial Revolution marked the onset of the Industrial Age. ~Wikipedia  [[1]]

[[2]]The imagination age is a theoretical period beyond the information age where creativity and imagination will become the primary creators of economic value. This contrasts with the information age where analysis and thinking were the main activities. ~Wikipedia  [[2]]

[[3]]The Industrial Age is a period of history that encompasses the changes in economic and social organization that began around 1760 in Great Britain and later in other countries, characterized chiefly by the replacement of hand tools with power-driven machines such as the power loom and the steam engine, and by the concentration of industry in large establishments. ~Wikipedia  [[3]]

[[4]]The industrial age is over. The computer, not the engine, is the dominant machine in today’s business world. Thinking is the most valuable skill in a post-industrial economy. No wonder philosophers are doing better and better. ~WHY PHILOSOPHY?  [[4]]

[[5]]Salah satu prinsip yang terkenal dalam ilmu pengetahuan (atau lebih khususnya dalam sains) adalah prinsip gunting Ockham (Ockham’s razor principle). Prinsip ini menyatakan kita sebaiknya membuat asumsi tidak melebihi kebutuhan minimum. Jika terdapat lebih dari satu penjelasan untuk satu keadaan maka penjelasan yang paling sederhana yang biasanya yang paling baik, tapi tentunya semua penjelasan yang ada yang kemudian dibandingkan adalah penjelasan-penjelasan yang telah memenuhi kecukupan dalam mewakili eksperimen yang ada. Einstein pada tahun 1933 di buku berjudul On the Method of Theoretical Physics menyatakan: “it can scarcely be denied that the supreme goal of all theory is to make the irreducible basic elements as simple and as few as possible without having to surrender the adequate representation of a single datum of experience.” ~Ockhams Razor Principle  [[5]]

Save

Penyearah gelombang penuh jembatan Graetz

Pada artikel/tulisan sebelumnya, kita telah mencoba memahami pensaklaran sebagai aksi dasar dari kerja komponen di elektronika daya. Dari pemahaman itu kita mencoba mempelajari diode sebagai perwujudan sakelar elektronik. Lalu sebelum belajar bagaimana upaya penyearahan, kita belajar terlebih dahulu masukan yang akan kita searahkan, dalam hal ini yaitu tegangan A.C. dan kita belajar parameter yang penting dari gelombang sinus. Lalu kita berkenalan dengan penggunaan sebuah diode sebagai penyearah setengah gelombang (half wave rectifier).

Kali ini kita akan membahas tentang konfigurasi dasar dari penyearah gelombang penuh (full-wave rectifier) dalam bentuk jembatan Graetz (Graetz bridge).

[intense_panel shadow=”11″ border=”1px solid #696161″]

Untuk memudahkan proses membaca, disarankan untuk membuka halaman ini dalam dua tab atau dua window(jendela). Supaya mudah untuk membaca keterangan dan membandingkan dengan / mengamati gambar. Agar tidak bolak-balik melakukan scroll.

[/intense_panel]

Tulisan ini dan tulisan lain dalam seri ini disusun dengan mode fail safe, artinya memang ditujukan terutama bagi yang ingin belajar secara mandiri. Dengan bemikian kadang-kadang bagi mereka yang sudah paham, akan terasa agak panjang. Silakan skim and scan 🙂 .

 

BENTUK FISIK

Sebelum mempelajari cara kerja dan melakukan analisis dasar, kita berkenalan dulu dengan bentuk fisik dari komponen jembatan diode yang telah cukup banyak dijual umum di pasaran.


Gambar 1. Contoh bentuk fisik komponen penyearah jembatan diode (sumber:Wikipedia).


Gambar 2. Contoh fisik komponen komersial bridge rectifier (sumber:WestFlorida components).

Sebelum adanya komponen jembatan diode yang sudah diringkas dalam satu package, konfigurasi jembatan diode ini dibangun dari komponen diode diskrit. Cara seperti ini masih bisa dipergunakan hingga saat ini, misalnya karena alasan harga atau ketersediaan komponen.


Gambar 3. Penyearah jembatan diode dari komponen diode diskrit (tunggal), (sumber:Wikipedia).

 

 OPERASI DASAR

Berikutnya untuk memahami cara kerja komponen/konfigurasi jembatan diode ini, kita mulai dengan memperhatikan seksama animasi berikut. Luangkan waktu beberapa saat untuk benar-benar memperhatikan pergantian siklus dan diode yang aktif pada tiap saat itu.


Gambar 4. Animasi operasi dasar Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 


Gambar 5. Setengah siklus positif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

Pada Gambar 5, bisa kita lihat operasi Graetz bridge rectifier saat setengah siklus positif sumber tegangan A.C., yaitu dalam gambar ini saat jalur arus di bagian atas sedang bernilai lebih positif jika dibandingkan dengan jalur arus yang di bawahnya. Jalur arus yang memiliki tegangan yang lebih positif itu diberi warna merah, sedang yang lebih negatif berwarna biru.

Dalam gambar itu saat jalur sumber di bagian atas lebih positif dari jalur di bawahnya, diode pada bagian kiri atas pola diamond (berlian) akan aktif. Diode akan menghantar seperti sakelar tertutup, dan pada Gambar 5 itu semua yang aktif dalam potensi listrik positif diberi warna merah. Sedangkan bagian rangkaian yang berpotensi lebih negatif diberi warna biru. Jika terminal terhubung dengan beban maka arus listrik dari sumber akan melewati diode (yang diberi tanda warna merah) ke beban dan kembali ke sumber melalui jalur yang diberi tanda pembeda berupa warna biru. Diode kanan bawah pola berlian itu diberi penanda beda dengan warna biru. Diode biru itu menjadi jalur pulang arus listrik dari beban menuju sumber catu daya.


Gambar 6. Setengah siklus negatif dari penyearah jembatan gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

Kondisi yang digambarkan pada Gambar 6 berkebalikan dari kondisi yang digambarkan pada Gambar 5. Polaritas tegangan pada terminal sumber terbalik, yang di atas sekarang lebih negatif dari yang di bawah. Pada kondisi ini semua diode yang tadi aktif pada situasi di Gambar 5 akan mati (off, tidak bekerja). Sebaliknya diode yang tadinya tidak aktif, maka pada situasi ini akan aktif. Dalam gambar terlihat diode yang aktif berwarna merah (arus untuk polaritas tegangan yang lebih positif) dan berwarna biru (arus untuk polaritas tegangan yang lebih negatif).

Salah satu ciri yang menonjol pada rangkaian  jembatan diode ini adalah bahwa dari sisi terminal beban, polaritas tegangan akan tetap sama, tidak berubah. Pergantian terus-menerus, periodik, dari polaritas sumber tegangan arus bolak-balik tidak berpengaruh pada polaritas tegangan beban. Ciri lainnya yang lebih ringan (trivia) adalah bentuk lambang diagram yang berupa berlian (diamond) yang iconic yang terkenal itu. Ciri ini sebenarnya tidak merupakan keharusan, baik dalam diagram maupun dalam perwujudannya. Bentuk tidaklah mengikat sepanjang koneksi antar node-nya tetap.


Gambar 7. Bentuk lain diagram koneksi beserta warna aktifasinya, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 

 OPERASI DASAR


Gambar 8. Konfigurasi dasar simulasi dan pengukuran riil penyearah jembatan diode rangkaian terbuka.

Di Gambar 8, semua node diberi tanda secara eksplisit untuk memudahkan (n1, n2, n3, n4). Pada konfigurasi ini perlu diperhatikan bahwa titik common sebagai acuan pengukuran (lazim juga disebut gnd, ground) adalah node di sisi sumber tegangan AC. Node gnd adalah juga node n3 di rangkaian ini. Semua pengukuran dengan DSO di kanal satu (CH1) dan kanal dua (CH2) akan dibandingkan nilainya dengan node ini.

 


Gambar 9. Hasil simulasi rangkaian pada Gambar 8.

Di Gambar 8, node n3 dipakai sebagai titik acuan (common) bagi perhitungan level tegangan di semua node di satu saat yang sama. Hasilnya tampak di Gambar 9, tegangan di node n1; V(n1) dapat menjadi panduan pembanding visual bagi semua gelombang hasil pengukuran lainnya.

Saat tegangan di n1 memasuki fase siklus nilai tegangan lebih positif terhadap nilai tegangan di n3 (yang dipakai sebagai acuan, common, gnd), begitu pun nilai tegangan di n4. Di node n4, saat yang sama, nilai tegangannya juga lebih positif daripada nilai tegangan di n3 yang dipakai sebagai acuan. Dengan begitu kita bisa melihat bahwa tegangan n4 mengikuti trend nilai tegangan yang sama dengan n1 pada setengah siklus positif n1 (kurva biru). Sedangkan nilai tegangan di n2 akan mengikuti trend nilai tegangan n1 di setengah siklus negatif (kurva pink). Hal ini akan lebih mudah dipahami nanti dengan penggunaan beban resistor. Pada bagian ini yang lebih penting mengetahui pergantian polaritas pada pasangan node sumber seperti yang diungkap pada Gambar 8 dan Gambar 9, tidak mengubah polaritas di node n2 dan n4. Sekali lagi artinya polaritas tegangan di n2 dan n4, tetap.

 


Gambar 10.Pengujian dengan DSO konfigurasi rangkaian seperti pada Gambar 8.


Gambar 11. Hasil dari proses uji (Gambar 10), #1 n1, #2 n4, #3 n2.

Gelombang pada Gambar 11 adalah hasil pengujian diode bridge riil sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 10. Ground dari DSO (oscilloscope) dihubungkan dengan salah satu keluaran transformer. Untuk mempermudah pengujian mengikuti pengaturan penamaan node seperti pada Gambar 8. Point nomor satu di Gambar 11, adalah kurva gelombang sinus di n1, ini sama seperti kurva pada Gambar 9. Kurva yang diberi tanda nomor dua adalah hasil pengukuran pada n4, kebetulan foto pada Gambar 10 tepat menggambarkan konfigurasi probe saat pengambilan nilai tegangan di node ini. Keluaran terminal positif dari komponen diode bridge (n4) sama polanya dengan hasil simulasi di Gambar 9. Karena DSO yang dipergunakan hanya memiliki dua kanal, maka kurna no 3 sebenarnya adalah tampilan hasil penyimpanan dari pengukuran sebelumnya. Dalam uji ini kurva no 3 adalah tegangan di node n2, terminal negatif dari diode bridge. Hasilnya juga sesuai dengan hasil simulasi pada Gambar 9.


Gambar 12. Anotasi lebih rinci dari Gambar 11.

Di Gambar 12, anotasi no 1 menggambarkan saat node n1 berada dalam setengah siklus positif (tegangannya lebih positif dari node acuan n3). Pada setengah siklus positif itu tegangan di n4 juga positif, ditunjukkan dengan anotasi no 2. Sedangkan no 3 menunjukkan bahwa pada setengah siklus positif itu tegangan di n2 mendekati nol. Sebaliknya pada setengah siklus negatif tegangan di n4 mendekati nol dan tegangan di n2 (anotasi no 6) bernilai negatif terhadap n3 seperti tegangan di n1 pada saat itu.

 


Gambar 13. Konfigurasi uji diode bridge CH1 untuk n4 dan CH2 untuk n2.


Gambar 14. Hasil uji diode bridge (Gambar 13), CH1 (kuning)  untuk n4 dan CH2 (cyan) untuk n2.

 


Gambar 15. Konfigurasi simulasi dan pengujian dengan node n2 sebagai acuan.


Gambar 16. Hasil pengujian dengan node n2 sebagai acuan.


Gambar 17. Pengenal diode untuk simulasi dan pengujian, D1, D2, D3, D4.

Konfigurasi rangkaian pada Gambar 15, memiliki kesamaan dengan rangkaian pada Gambar 8. Perbedaannya adalah pada Gambar 15, terdapat resistor 200 Ohm (2 x 100 Ohm, 5 Watt di rangkaian uji) dan node yang dipergunakan sebagai acuan adalah n2 dan bukan lagi n3. Hasil simulasi terlihat pada Gambar 16, tegangan antara n1 terhadap n3 masih bisa disimulasikan dengan menggunakan cara pengukuran diferensial. Kita bisa melihat bahwa untuk rentang 20 mS (satu siklus penuh gelombang sinus 50 Hz), satu siklus sinus masukan menghasilkan dua pulsa (two pulse). Ini berbeda dengan penyearah setengah-gelombang yang hanya menghasilkan satu pulsa setiap satu siklus penuh gelombang sinus masukan. Dengan demikian pada full wave bridge rectifier ini baik setengah siklus positif maupun setengah siklus negatif dari input akan menghasilkan keluaran di sisi DC.

Kita bisa membandingkan kurva hasil simulasi pada Gambar 16,  V(n1,n3) dengan V(n4), dan pada saat yang sama dengan V(n1) dan V(n3).  Misalnya dapat dilihat bahwa V(n4) berasal dari gabungan V(n1) dengan V(n3). Pada Gambar 16, pulsa pertama pada V(n4) berasal dari V(n1). Pulsa ini berasal dari diode D1 (Gambar 17) yang aktif bersama diode D2, sedangkan D3 dan D4 dalam keadaan off. Ini terjadi saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus positif.

Pulsa kedua pada V(n4), yaitu dari 10 mS sampai 20 mS, merupakan “sumbangan” dari V(n3) karena D3 dan D4 menjadi aktif (on) pada saat V(n1,n3) berada dalam setengah siklus negatif. Pada saat ini D1 dan D2 dalam keadaan mati (off). Pola yang sama berlangsung berulang terus menerus (periodik) selama kondisi prasyarat terpenuhi.

 


Gambar 18. Bentuk lain penyusunan diode diskrit dari penyearah gelombang penuh, Graetzr bridge rectifier, (sumber:Wikipedia).

 

PENGUKURAN RANGKAIAN


Gambar 19. Foto test bed untuk menguji hasil simulasi pada komponen riil.


Gambar 20. Kurva hasil uji; #1:V(n4), #2:V(n1), #3:V(n3).

Semua kurva pada Gambar 20 adalah perbandingan pengukuran dengan node n2 sebagai acuan. Konfigurasi pengujian sama dengan konfigurasi pada Gambar 15. Karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan DSO yang hanya memiliki dua kanal maka fasilitas Ref dipergunakan untuk menyimpan dan menampilkan kurava gelombang ketiga, (dalam Gambar 20 adalah kurva #3).  Kurva #1 menunjukkan V(n4), tegangan kaki positif pada komponen diode bridge. Kurva #2 menunjukkan V(n1), tegangan pada salah satu sumber AC. Kurva #3 menunjukkan V(n3), tegangan pada salah satu sumber AC yang berbeda dari yang diukur dan menghasilkan kurva #2. Sekedar untuk memudahkan pengenalan, dapat ditetapkan kurva #2 adalah hasil pengukuran pada  terminal fase pada/dari trafo sedangkan kurva #3 adalah hasil pengukuran pada terminal 0 (nol) pada trafo.


Gambar 21. Kurva hasil uji; #4:V(n4), #5:V(n1), #6:V(n3), dengan base yang diatur sama.

Gambar di atas sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Gambar 20, perbedaannya hanyalah posisi vertikal dari kurva #5 dan #6 telah dibuat sama (satu level). Dengan begitu saya harapkan akan lebih mudah untuk membayangkan bahwa kurva #4 sebenarnya terdiri dari kurva #5 dan #6.

 


Gambar 22. Setup untuk menguji komponen riil dengan fasilitas MATH di DSO.


Gambar 23. Kurva hasil pengukuran pada Gambar 22.

Setup pada Gambar 22 masih mengikuti setup pada Gambar 15, tanpa R2. Pada uji kali ini fasilitas penyimpanan kurva pada DSO (REF) tidak lagi dipergunakan. Yang dipakai adalah fasilitas MATH, sehingga dua hasil pengukuran bisa langsung ditambahkan. Dari gambar 22 dan 23, CH1 dipergunakan untuk mengukur n3 sedangkan CH2 dipergunakan untuk mengukur n1. Kurva #1 adalah hasil perhitungan langsung, penambahan CH1 dengan CH2. Dari gambar 20, 21 dan 23 kita bisa yakin bahwa tegangan yang terukur pada kaki positif jembatan diode (node n4) adalah hasil dari penjumlahan tegangan pada masing-masing terminal/kaki fase masukan tegangan arus bolak-balik, dengan titik acuan (pembanding)  adalah terminal negatif pada kaki jembatan diode  (n2).

 


Gambar 24. Dua siklus penuh gelombang masukan memberikan empat pulsa keluaran pada penyearah jembatan.


Gambar 25. Pengukuran satu pulsa keluaran penyearah menggunakan manual cursor.


Gambar 26. Pengukuran frekuensi pulsa keluaran penyearah Graetz menggunakan auto cursor.


Gambar 27. Nilai Vmax pada tegangan keluaran.


Gambar 28. Nilai Vtop pada tegangan keluaran.


Gambar 29. Visualisasi nilai Vpp pada tegangan keluaran.


Gambar 30. Visualisasi nilai Vmean pada tegangan keluaran.


Gambar 31. Visualisasi nilai Vrms pada tegangan keluaran.


Gambar 32. Panduan untuk memahami definisi parameter pada pengukuran pada DSO.

Mengenai Vmax, Vtop, Vmin dan Vbase, dapat mengacu pada keterangan dari Agilent 3000 X-Series Oscilloscopes Advanced Training Guide:

At this point, you may be wondering what the difference is between the “top” of a waveform (Vtop) versus the “maximum” of a waveform (Vmax), as well as the difference between the “base” of a waveform (Vbase) versus  the “minimum” of a waveform (Vmin).

Vtop is the steady- state high level of the waveform. This is the voltage level of the waveform after the overshoot and ringing have settled. Likewise, Vbase is the steady- state low level of the waveform. For digital pulse parameter measurements, Vtop and Vbase are often more important parameters to measure than the absolute maximum and minimum voltages of the waveform (Vmax and Vmin), which are the peak values of the overshoot.

 


Gambar 33. Parameter pengukuran tegangan pada CH1 DSO, tegangan keluaran penyarah jembatan.


Gambar 34. Parameter pengukuran pada tegangan masukan penyarah jembatan.

 

PERSAMAAN RATA-RATA (AVG, Average)


Gambar 35. Persamaan Vavg untuk penyearah gelombang penuh

Dari hasil simulasi dan pengukuran pada rangkaian riil yang telah dilakukan, diketahui bahwa penyearah jembatan Graetz akan memberikan tegangan keularan baik pada setengah siklus positif maupun negatif dari tegangan masukan. Karena itu pada persamaan #1 dan #2 di Gambar 35, perhitungan untuk mencari nilai rata-rata menggunakan satu satu siklus penuh (setengah siklus positif dan setengah siklus negatif)


Gambar 36. Perhitungan untuk nilai Vavg

Dari uji persamaan seperti yang terlihat pada Gambar 36, kita bisa mendapatkan persamaan sederhana dengan pembulatan. Persamaan nilai rata-rata yang didapat untuk penyerah gelombang penuh mudah ditebak ternyata nilainya dua kali dari nilai rata-rata pada penyerah setengah gelombang.

Vavg bridge full-wave = 0.637 x Vinput_peak.


Gambar 37. Subtitusi Vpeak dengan Vrms.

Vavg bridge full-wave = 0.900 x Vinput_rms.

Sebagai contoh, jika tegangan puncak pada sisi suplai adalah 17.6 V maka,
Vavg bridge full-wave = 0.637 x 17.6 = 11.211 = 12.1 Volt.
Atau jika menggunakan nilai rms dari suplai sebesar 12 V maka ,
Vavg bridge full-wave = 0.900 x 12.0 = 10.80 = 10.8 Volt.
Sebagaimana pada penyearah setengah gelombang, setidaknya ada dua faktor yang harus diperhatikan pada perhitungan. Pertama adalah adanya jatuh tegangan pada diode, semakin banyak diode dalam rangkaian maka akan semakin banyak jatuh tegangan dan ketidakidealan lainnya yang berkaitan dengan adanya komponen fisik dalam rangkaian. Kedua, bahwa semua persamaan yang dipergunakan berasal dari asumsi bahwa masukan dari catu daya adalah tegangan AC dengan bentuk gelombang sinus yang ideal. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, seperti yang terlihat dari hasil pengukuran di oscilloscope.

 

PERSAMAAN RMS (root mean square)


Gambar 38. Perhitungan untuk mendapatkan persamaan rms dari penyearah gelombang penuh.

 


Gambar 39. Pengujian dan penyederhanaan untuk mendapatkan nilai rms dari penyearah gelombang penuh.

Pada Gambar 38 dan Gambar 39, hasil perhitungan memberikan informasi bahwa ternyata nilai rms untuk penyearah gelombang penuh sama dengan nilai rms untuk perhitungan satu siklus penuh dari gelombang sinus ideal. Artinya untuk nilai efektif, rms, kondisi polaritas positif atau negatif tidak memberikan perbedaan pada beban resistor. Efek panas yang dihasilkan sama saja antara keluaran penyearah gelombang penuh berupa tegangan DC maupun tegangan suplai dengan gelombang sinus, selama keduanya memiliki nilai rms yang sama.

 

Gambar 40. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar 41. catatan: .options plotwinsize=0

Gambar 42.

Gambar 43.

Gambar 44.

Gambar 45.

Gambar 46.

Gambar 47.

Gambar 48.

Gambar 49.

Berikut adalah video yang saya buat untuk memudahkan belajar mengenai pokok bahasan penyearah satu fase gelombang penuh sistem jembatan ini. Di dalamnya terdapat cuplikan sasaran dari proses belajar, simulasi rangkaian menggunakan EveryCircuit secara live, dan soal latihan.

 

 

 

 

Perhitungan nilai tegangan/arus berdasarkan sudut

 

Mari mulai dari sesuatu yang sudah dipelajari pada post sebelumnya.

Gambar 1.

Gambar 2.

Dengan bantuan software seperti Maxima (wxMaxima) maka penurunan persamaan untuk perhitungan dapat diperoleh dengan mudah dan cepat.

sqrt((1/(2*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^2, x, 0, (2*%pi))));

Gambar 3.

Gambar 4.

(1/(1*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^1, x, 0, (1*%pi)));

Gambar 5.

 

 

Sebagai contoh kasus bisa kembali melihat pada post sebelumnya mengenai penyearah setangah gelombang berbeban RL (resistor dan induktor). Tegangan rata-rata keluaran dapat dihitung dari persamaan singkat berikut:

 

screenshot_20161018-06551601.jpg.jpgGambar 6.

Dari manakah persamaan untuk mencari nilai pendekatan tersebut berasal?

Gambar 7.

Gambar 8.

 

Bagaimana dengan nilai RMS seperti pada contoh di Gambar 4?

sqrt((1/(2*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^2, x, 0, (b))));

Gambar 9.


sqrt((1/(2*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^2, x, a, b)));

Gambar 10.

Gambar 11. [Klik gambar untuk memperbesar]

https://sunupradana.info/pe/wp-content/uploads/2016/10/img_58054580541c8.pngGambar 12. [Klik gambar untuk memperbesar]

screenshot_20161019-150052.jpgGambar 13.

Pada persaman %i23 di Gambar 10, terdapat variabel “b” yang nilainya biasanya diisi dengan nilai (2π). Nilai ini adalah nilai batas atas dari persamaan integral hingga. Untuk kepentingan penyelesaian pada contoh kasus (contoh soal), nilai b bisa diperoleh dengan memperhatikan Gambar 12. Tepatnya batas paling kanan, sekitar 10.36 mS. Nilai ini dibandingkan dengan nilai satu siklus penuh untuk memperoleh nilai pendekatan 3.255 radian seperti pada Gambar 13.

Hasil perhitungan pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15 bisa dibandingkan dengan hasil simulasi pada Gambar 11. Keduanya sebanding, sedangkan mengenai selisih nilai perhitungan bisa dipelajari pada post sebelumnya. Mengenai unsur parasitik pada komponen elektronik/elektrikal bisa dicari informasinya di Internet, sebagai salah satu awalan bisa dicoba di halaman situs ini.

Gambar 14.

Gambar 15.

 

Persamaan pada Gambar 10, batas nilai a dan b (dengan nilai yang berbeda dari nilai 0 dan 2π) dapat dipergunakan untuk mempelajari sakelar (terutama sakelar elektronis) selain diode.

Gambar 16. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.] 

Gambar 17.


Gambar 18. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 19.


Gambar 20. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 21.


Gambar 22. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 23.


Gambar 24. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 25.


Gambar 26. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 27.


Gambar 28. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 29.


Gambar 30. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 31.

Persamaan pada Gambar 31 dapat dibandingkan dengan persamaan yang terdapat pada paper ini.


 

Gambar 32. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 33. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 34. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 35. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]