PWM, average & rms

Motivasi

Pada artikel sebelumnya, telah dikumpulkan alur belajar tentang frekuensi, periode, duty cycle, dan PWM. Di artikel itu diharapkan sudah dapat terselesaikan permasalahan tentang pengukuran dan pengaturan waktu pada sinyal PWM.

Di instrumen oscilloscope hasil pengukuran rentang waktu yang berlalu ditampilkan pada sumbu horizontal. Pengaturan tampilan dilakukan dengan manipulasi pada knob time/div.

Langkah berikutnya adalah menentukan besar nilai sinyal. Bisa berupa nilai arus atau yang lebih sering adalah nilai tegangan. Di oscilloscope besar sinyal diukur pada sumbu vertikal. Pengaturan tampilan dilakukan dengan memanipulasi knob volt/div.

Dapatkah anda menghitung dan memahami nilai pengukuran dari simulasi pada Tina-TI di Gambar 1?


Gambar 1. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

 Rectangular, Square, Pulse train 

Pengukuran besar sinyal tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang besar nilai (absolut), tetapi juga memerlukan pengetahuan tentang bentuk gelombang dan polaritas.

Ada beberapa istilah yang bisa menimbulkan kebingungan, misalnya:

Rectangular wave, square wave, unidirectional waveforms, bidirectional waveforms, alernating waveforms, pulse, pulse train.

Penyebutan nama gelombang biasanya juga berdasar pada tipenya secara matematis.

Image result for Square and Rectangle difference.wiki"

Gambar di atas ini mungkin akan dapat cepat mengingatkan kita akan perbedaan keduanya.

Kata rectangle dapat ditermahkan menjadi segi empat atau (yang lebih tepat) persegi panjang. Berikut ini ilustrasi yang diambil dari Wikipedia:

Rectangle Geometry Vector.svg

Sedangkan segi empat yang sama sisi disebut sebagai square. Biasa diterjemahkan sebagai persegi atau (yang lebih umum) bujur sangkar. Berikut adalah gambar dari Urban Dictionary:

Image result for

Sudahkah menjadi jelas perbedaan antara square dengan rectangle? Jika belum, lihatlah gambar yang diperoleh dari Quora berikut ini:

Dalam bahasa Indonesia, kadang-kadang beberapa penyebutan berbeda mengacu pada geometri yang sama.

Silakan baca artikel menarik dengan penjelasan rinci dari mikirbae yang salah satu gambarnya saya kutip sebagai berikut:

aneka bangun datar

Juga penjelasan dan contoh soal dari situs “ukuran dan satuan“:

Istilah atau kata kotak sendiri memiliki konsekuensi adanya volume. Tetapi kata ini sering dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memiliki bentuk dua dimensi seperti persegi/bujur sangkar dan persegi panjang. Maka sering ditemui istilah ‘gelombang kotak’.

Setelah menyegarkan kembali ingatan tentang persamaan dan perbedaan antara square (persegi atau bujur sangkar) dengan rectangle (segi empat atau persegi panjang), kita bisa melanjutkan ke penerapannya pada penamaan gelombang.

Penamaan ‘gelombang kotak’ dapat menimbulkan kerancuan jika tidak diperhatikan dan dipilah dengan baik. Untuk itu setelah frekuensi dan periode dibahas di artikel sebelumnya, kali ini kita lanjutkan dulu pembahasan mengenai penamaan gelombang berdasarkan lebar pulsanya (pulse width) baru kemudian mempelajari mengenai polaritas sinyal.


Gambar 2. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 3. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 2 yang diperoleh dari Wikipedia memperlihatkan perbandingan antara square wave dengan bentuk gelombang yang lain. Abaikan terlebih dahulu amplitudo dan polaritas gelombang. Perhatikan dulu lebar pulsanya (pulse width), perbandingan antara waktu ON (high) terhadap waktu OFF (low).

Gambar 3, yang juga diperoleh dari Wikipedia menunjukkan gelombang yang dinamakan sebagai rectangular wave atau pulse wave atau pulse train. Bisa dilihat bahwa lebar pulsa tidak lagi 50 %, meskipun bentuknya sama-sama menyerupai ‘kotak’.

Dikatakan juga bahwa square wave (gelombang persegi atau bujur sangkar) merupakan ‘kasus khusus’ dari rectangular wave. Yaitu suatu rectangular wave yang memiliki duty cycle sebesar 50 %.

Setelah memahami persamaan dan perbedaan antara square wave dengan rectangular wave berdasarkan lebar pulsa (pulse width) arau duty cycle, berikutnya kita akan melihatnya dari sisi polaritas sinyal.

Suatu sinyal (signal) dikatakan memiliki polaritas yang berbalik (alternate) jika amplitudonya berubah/berpindah dari positif ke negatif, atau sebaliknya. Bisa juga disebut sebagai bidirectional waveforms atau alernating waveforms.

Sinyal yang tidak pernah mengalami perubahan polaritas disebut sebagai unidirectional waveforms. Baik square wave maupun rectangular wave (selain square wave) dapat merupakan sinyal  yang unidirectional maupun bidirectional/alternating/bipolar.


Gambar 4. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 4 diperoleh dari situs produsen instrumen elektronik Tektronix. Pada gambar itu baik square wave maupun rectangular wave merupakan alternating wave/bidirectional wave/bipolar. Berbeda dengan Gambar 3 yang menunjukkan rectangular wave yang unipolar.

Pemahaman ini penting karena kadang-kadang ditemui keterangan/gambar yang hanya menyampaikan kombinasi yang tidak lengkap. Misalnya pada Gambar 5 berikut ini yang diperoleh dari situs yang sangat bagus dalam membahas ilmu elektrikal milik James Irvine. Pada tabel di Gambar 5 di bawah ini square wave yang ditampilkan merupkan gelombang yang alternating wave/bipolar wave/bidirectional wave. Sedangkan rectangular wave yang ditampilkan adalah unidirectional wave. Yaitu gelombang yang nilainya positif saat high, dan akan bernilai 0 saat low.


Gambar 5. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

 Unidirection Rectangular Wave 

Untuk memudahkan pembahasan, kita mengikuti filosofi bahwa sebaiknya kita belajar dengan sesuatu yang sederhana terlebih dahulu. Setelah bentuk yang sederhana dipahami barulah secara bertahap kita dapat menambah kompleksitas bahan belajar. Untuk itu, dalam belajar melakukan perhitungan amplitudo gelombang kotak (square wave/rectangular wave), kita sebaiknya mulai dari tipe unidirectional wave. Sinyal yang akan dihitung hanya berada dalam satu polaritas saja yaitu wilayah positif. Pada keadaan terendahnya sinyal ini akan bernilai 0 (nol) volt atau 0 (nol) ampere.


Gambar 6. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Dapatkah anda menghitung nilai average (rata-rata) dan rms pada Gambar 6, yang merupakan hasil simulasi dengan Tina-TI, di atas?

Gelombang pada Gambar 6 adalah square wave, yaitu sinyal PWM rectangular wave yang memilki duty cycle sebesar 50 %. Lebar pulsa, pulse width atau positive pulse width sebesar 10 ms. Periode untuk satu siklus penuh adalah 20 ms. Tegangan maksimum pada saat ON (high) adalah 5 V, sedangkan tegangan minimum saat OFF (low) adalah sebesar 0 V.

Persamaan berikut dipakai untuk mencari nilai rata-rata (average):

Untuk sinyal pada Gambar 6, perhitungan akan seperti ini:

Untuk mencari nilai rms (root-mean-square) dari gelombang kotak persegi (square wave) dapat dipakai persamaan berikut:

Untuk sinyal pada Gambar 6, akan didapat hasil:

Kedua perhitungan itu sebenarnya sama, tetapi berbeda cara dalam menyatakan pemisahan nilai desimal. Yang satu menggunakan ‘koma’ dengan tanda koma (,) sedang yang lain menggunakan tanda titik (.) untuk ‘koma’ (pemisah nilai desimal).


Gambar 7. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Pada Gambar 7, dapat dilihat gelombang kotak yang merupakan rectangular wave. Yaitu pulse train dari PWM yang duty cycle-nya tidak bernilai 50 %. Nilai pulse width (pulse active time) sebesar 5 ms, sedangkan nilai negative pulse width sebesar 15 ms, sehingga nilai periode sebesar 20 ms.

Pada bentuk sinyal seperti ini, nilai rata-rata (misalnya tegangan rata-rata) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Untuk Gambar 7, hasil perhitungan akan seperti ini:

Anda mungkin memperhatikan bahwa sekalipun hasilnya berbeda, tetapi persamaan untuk mencari nilai rata-rata pada Gambar 7 sama dengan persamaan rata-rata pada Gambar 6.  Bedanya pada square wave nilai positive pulse width selalu setengah dari besar nilai periode.

Untuk mencari nilai rms pada rectangular wave seperti pada Gambar 7 dipergunakan persamaan berikut:

Persamaan ini juga dapat dipergunakan pada unidirectionial square wave karena gelombang itu merupakan kasus khusus dari unidirectional rectangular wave.

Hasil perhitungan untuk Gambar 7 akan seperti ini:

 Bidirection Rectangular Wave 

Pada percobaan dasar di laboratorium elektronika daya, umumnya yang dipergunakan adalah unidirectionial wave. Tetapi kadang-kadang kita akan menemui gelombang yang bipolar, memiliki nilai positif dan negatif. Seperti simulasi dengan Multisim Live pada Gambar 8 berikut ini.


Gambar 8. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 9. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 10. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Untuk mempermudah belajar kita akan mencari contoh yang mudah untuk dipahami. Saya menemukan contoh yang bagus untuk dijadikan bahan belajar untuk menentukan nilai rata-rata bipolar/bidirectional rectangular wave. Gambar 9 adalah visualisasi dengan simulasi LTspice dari contoh perhitungan yang saya capture dan tampilkan pada Gambar 10. Kuncinya adalah perthitungan integral (jumlah) dari keseluruhan nilai amplitudo sinyal (misalnya tegangan) untuk seluruh rentang periode dibagi dengan periode. Pada kedua gambar dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sama dengan 1,8 V.

Untuk mencari nilai rms pada Gambar 9 di atas (klik Gambar 9 untuk memperbesar tampilan), maka diperlukan persamaan sebagai berikut:

Pada contoh Gambar 9 hasil perhitungannya akan sama dengan hasil simulasi, yaitu:

Bagaimana dengan rectangular wave yang memiliki postur simetris seperti pada Gambar 8 di atas? Kita dapat melakukan simulasi kembali dengan LTspice seperti pada Gambar 11.


Gambar 11. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Hasil simulasi LTspice pada Gambar 11 dapat dibandingkan dengan perhitungan manual. Perhitungan untuk nilai rata-rata dapat menggunakan persamaan yang sama seperti pada Gambar 10. Baik hasil perhitungan maupun penalaran sederhana akan menghasilkan nilai yang sama, yaitu 0 (nol). Luas wilayah positif sama persis dengan luas wilayah negatif, karena itu nilai rata-ratanya sama dengan nol.

Adapun hasil pada Gambar 11 yaitu 9,1667 nV merupakan ketidakidealan yang dapat diabaikan dan diartikan sama dengan nol untuk gelombang ideal. Pengukuran pada sistem fisik juga akan memberikan nilai yang hampir selalu tidak ideal. Baik karena bentuk sinyal/gelombangnya ataupun karena akurasi & resolusi sistem alat ukurnya.

Pada Gambar 11 di atas pula bisa kita lihat nilai rms yaitu sebesar 5 V. Memang untuk bidirectional square wave/bipolar pulse waveform seperti itu, nilai rms selalu sama dengan nilai puncaknya.

Jika tertarik untuk lebih lanjut mempelajari tentang perhitungan rectangular wave/square wave baik yang unidirectional maupun yang alternating / bipolar / bidirectional, dapat membaca dua artikel berikut:

  1. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  2. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.

 TEXT: 

  1. Square [Wikipedia]
  2. Square [Math is fun]
  3. Square [Britannica]
  4. Difference Between Square vs. Rectangle
  5. Rectangle [Wikipedia]
  6. Theorems about Quadrilaterals
  7. rectangle
  8. What is the difference between a square and a rectangle?
  9. Jenis dan Sifat Segiempat
  10. Berapa Jumlah Besaran Sudut dalam Suatu Bidang Segi Empat?
  11. Electropedia
  12. A Dictionary of Electronics and Electrical Engineering (5 ed.)
  13. KBBI Daring
  14. Frequency [Wikipedia]
  15. What is frequency?
  16. Frequency [earthguide]
  17. Wave Variables [Texas Gateway]
  18. Square pulse train [electropedia]
  19. Electrical Waveforms
  20. Square wave [Wikipedia]
  21. Pulse wave [Wikipedia]
  22. Square Wave
  23. Tutorial 2 – Waveforms
  24. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  25. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.
  26. Waveform and Signal Analysis
  27. What is duty cycle?
  28. Pulse Width Modulation
  29. Duty cycle [Wikipedia]
  30. Laureate Duty Cycle & Pulse Width Modulation (PWM) Meter
  31. analogWrite()
  32. Secrets of Arduino PWM
  33. Arduino-PWM-Frequency
  34. What is a Pulse Width Modulation (PWM) Signal and What is it Used For?
  35. Pulse Width Modulation
  36. Pulse-width modulation [Wikipedia]
  37. Pulse Width Modulation
  38. PWM
  39. Pulse Width Modulation [Sparkfun]
  40. What is PWM (Pulse Width Modulation)?
  41. Basic – Pulse Width Modulation (Pwm)
  42. Introduction to Pulse Width Modulation
  43. PWM – Pulse Width Modulation Tutorial | CCP Module
  44. Pulse width modulation (PWM) components
  45. Pulse Width Modulation (PWM) [Comlab]
  46. Frequency-controlled induction motor drive systems

Frekuensi, Duty Cycle, PWM

Motivasi

Di ilmu elektronika daya (power electronics) terdapat tiga komponen yang lazim dipelajari untuk penyakelaran di sistem DC (direct current). Ketiganya adalah BJT, MOSFET, dan IGBT. Untuk dapat mempelajari dasar operasi penyakelaran ketiga komponen itu kita perlu mengerti beberapa hal mendasar. Hal-hal seperti frekuensi (frequency), periode (period), gelombang kotak (square wave/rectangular wave), pulsa (pulse), PWM (Pulse Width Modulation), rata-rata/rerata (average), dan RMS (Root-Mean-Square).

Saya amati, kesulitan utama beberapa mahasiswa dalam mempelajari dasar-dasar penyakelaran di elektronika daya adalah karena kurangnya kemauan membaca. Terutama membaca ulang bahan-bahan yang sudah disediakan. Padahal di dunia modern di era kemudahan telekomunikasi data saat ini, membaca adalah salah satu bagian penting dari proses pembelajaran. Membaca, melihat/menyimak/menonton, mendengar, dan mencoba adalah bagian penting dari proses pembelajaran. Juga bagian pertama dari tahapan ATM (Amati-Tiru-Modifikasi).

Tulisan ini dimaksudkan menjadi awalan dalam bagian proses keperluan dan kewajiban mahasiswa untuk membandingkan dan menyerap informasi yang sudah sangat banyak tersedia di Internet. Informasi yang dapat dieroleh secara murah (bahkan jika saat itu sedang dapat menggunakan jaringan wifi kampus, menjadi gratis). Jika pokok bahasan dalam artikel ini tidak dapat dipahami, maka praktik di laboratorium bisa dipastikan tidak dapat berlangsung dengan baik.


 Frekuensi 

Sebagai awalan, perlu terlebih dahulu dipahami tentang istilah frekuensi. Apakah frekuensi (frequency) dan periode (period) itu?





Selain dari definisi-definisi yang telah saya kutip di atas, anda juga dapat mengetahui definisi dari persamaan sederhana seperti kutipan (screenshots) di bawah ini.


Perhitungan konversi dari frekuensi ke periode, dan sebaliknya tidaklah rumit. Dapat dilakukan dengan kalkulator sederhana, jika diperlukan. Tetapi jika diinginkan, sudah terdapat cukup banyak app (aplikasi) di Android yang juga dapat melakukan perhitungan, seperti contoh di bawah ini.


Gelombang Sinus 

Untuk memahami frekuensi dan periode, salah satu cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan gelombang sinus (sine wave).  Ini dikarenakan bentuk gelombang ini sudah sering diperkenalkan. Baik karena merupakan gelombang fundamental, maupun terlebih lagi pada dasarnya inilah bentuk gelombang listrik dari PLN.  Walaupun sebenarnya bisa dibahas lebih lanjut mengapa gelombang jala-jala PLN (transmisi dan distribusi) umumnya berbentuk sinus, tetapi itu untuk bahasan yang berbeda.


Gambar 1 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 1 adalah contoh simulasi dari suatu sumber tegangan gelombang sinus. Gambar bisa diklik untuk mendapatkan tampilan yang lebih besar dan jelas. Bisa dilihat bahwa selisih antara kursor 2 dengan kursor 1 adalah 19,981 ms (mendekati 20,000 ms). Selisih ini akibat dari resolusi dan pengaturan posisi kursor. Bisa dilihat bahwa kedua kursor tidak memotong persis tepat di garis 0 V.

Gambar 2 di bawah ini adalah gambar untuk sumber yang sama persis dengan Gambar 1. Tetapi alat ukur diganti dengan yang lebih menyerupai kerja dan tampilan dari oscilloscope sesungguhnya. Software simulator Multisim memang memiliki fasilitas seperti ini.

Secara sederhana untuk gelombang sinus seperti ini satu periode digambarkan sebagai satu ‘bukit’ dan satu ‘gelombang’. Meskipun pengukuran bisa dilakukan dari dua titik lain. Misalnya dari ‘titik’ puncak ke ‘titik’ puncak lain. Bisa juga dari satu ‘titik’ terendah di lembah ke ‘titik’ terendah di lembah lain.

Dapat dilihat bahwa periode gelombang sesungguhnya masih sama, yaitu 20 ms. Hal ini karenanya frekuensi dari gelombang adalah 50 Hz.


Gambar 2 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 3 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Sebagai tambahan yang penting, lihatlah Gambar 3. Tampilannya seolah-olah menunjukkan bahwa gelombang masukan hanya berupa sinyal datar. Padahal sebenarnya input berupa gelombang sinus 50 Hz.

Kesalahan seperti ini sering terjadi di lab, saat praktikum. Pengetahuan tentang frekuensi, periode dan pengaturan time/div masih sering diabaikan, akibatnya sangat mudah dilupakan.

Gambar 2 dan Gambar 3 sebenarnya memiliki masukan yang sama. Bedanya pada Gambar 2 nilai time/div adalah 5 ms. Artinya satu kotak (besar) di layar oscilloscope itu sebanding dengan rentang waktu 5 ms. Dengan pengaturan seperti ini, sinyal yang memiliki periode 20 ms (50 Hz) akan lebih mudah terlihat secara utuh. Sedangkan pada Gambar 3 terlihat bahwa pengaturan time/div adalah 2 μS (M 2 μS). Pengaturan ini nilainya terlalu kecil, efeknya gelombang terlalu di-zoomoverzoomed (over zoomed).

Analogi/perumpamaannya adalah seperti jika anda melihat mobil roda empat dengan jarak terlalu dekat, anda mungkin hanya melihat pintunya saja. Bahkan mungkin hanya akan dapat melihat bagian kecil dari pintu mobil itu.

Untuk menghindari hal serupa ini, akan sangat membantu kalau anda dapat mengetahui berapa nilai nominal frekuansi masukan. Atau setidaknya dapat menduga kisaran frekuensi/periode dari gelombang yang hendak diukur. Kalau sama sekali tidak memiliki dugaan kuat, maka kadang-kadang perlu malakukan percobaan perubahan nilai time/div dengan cara memperbesar dan kemudian lalu memperkecil nilainya.


 

Gelombang Kotak 

Sebelum melanjutkan membaca halaman ini, saran saya, bukalah beberapa tautan (link) berikut ini. Setidaknya lihat gambar/grafik yang baik di situs-situs ini. Gambar akan memudahkan kita memahami tentang sinyal gelombang kotak:

  1. www.electronics-tutorials.ws : Electrical Waveforms
  2. Tutorial 2 – Waveforms
  3. How to derive the rms value of pulse and square waveforms

Setelah membuka dan membaca ketiga link di atas, maka kita bisa melanjutkan ke langkah berikutnya.


Gambar 4 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 5 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 4 adalah simulasi gelombang kotak (pulse) yang dilakukan di PartSim (www.partsim.com). Simulasi seperti ini tentu dapat juga dilakukan di Multisim, seperti sebelumnya. Namun kita kali ini  menggunakan simulator yang gratis bebas pakai. Untuk menggunakannya tidak perlu proses instalasi program tetapi cukup akses Internet dan browser seperti Google Chrome. 

Gambar 5 adalah tampilan hasil dari simulasi. Telah diketahui sebelumnya dari Gambar 4 bahwa periode gelombang adalah 2 ms. Artinya, frekuensi dapat dihitung dan menghasilkan nilai frekuensi sebesar 500 Hz. Pada Gambar 5, penanda poin 1 menunjuk pada awal pengukuran salah satu periode, yaitu pada 0 second. Poin 2 menunjuk pada 2 ms. Gelombang ini periodik, terus berulang dengan nilai yang sama, Khusus untuk tampilan ini, diperlihatkan terakhir dari 8 ms sampai 10 ms. Tentu saja gelombang sebenarnya masih terus berlangsung setelah batas itu, hanya saja tidak diperlihatkan pada tampilan hasil simulasi.

Sebagai tambahan, Gambar 5 menunjukkan juga bahwa pulse berlangsung di antara dua nilai tegangan yaitu antara 0 V dan 5 V.  Gelombang juga merupakan sinyal yang memiliki duty cycle sebesar 50 %.

Apakah yang dimaksud dengan duty cycle itu?


Gambar 6 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 7 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 6 dan Gambar 7 berasal dari web site perusahaan peralatan instrumen elektrikal dan elektronik, Fluke.  Silakan mengunjungi situs itu untuk membaca keterangan yang menarik mengenai pulse width dan duty cycle.

Secara sederhana yang dimaksud dengan istilah pulse width untuk keperluan ini adalah waktu ON (aktif). Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6, rentang waktu OFF tidak dihitung sebagai pulse width.

Sebagai wawasan, penting untuk diketahui bahwa tidak semua sumber informasi menyatakan hal yang persis sama. Untuk itu perlu pengetahuan dan kewaspadaan untuk memahami apa yang sebenarnya yang dimaksud oleh para penulis. Sehingga kita bisa mengelompokkan tipe/jenis informasi.

Misalnya , pengertian mengenai pulse width di paragraf sebelumnya mengacu pada apa yang dikutip oleh Fluke. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua menyatakan hal yang sama persis. Salah satunya adalah bagaimana situs www.electronics-tutorials.ws menyatakan satu siklus penuh pulsa (satu periode) sebagai berikut.

rectangular waveform

Pertama, mudah dilihat bahwa terdapat istilah Positive Half dan Negative Half. Meskipun sebenarnya tidak satu pun yang berada di wilayah polaritas negatif. Tetapi ini bahasan untuk lain waktu di lain artikel. Kedua, yang terpenting untuk artikel ini adalah tentang lebar pulsa.

Pada situs itu disebutkan istilah positive pulse width (yang kadang disebut sebagai Mark) dan negative pulse width (juga disebut sebagai Space). Ini tentu bebeda dengan penyampaian di situs Fluke yang tegas menyatakan bahwa, “Pulse width is a measure of the actual ON time, measured in milliseconds. The OFF time does not affect signal pulse width. The only value being measured is how long the signal is ON (ground-controlled).

Meskipun ada lebih dari satu pengertian mengenai pulse width, kita bisa memakai pengertian bahwa yang dimaksud dengan istilah duty cycle adalah perbandingan antara waktu ON (pulse width = pulse active time) dengan periode.

Kedua persamaan di atas saya salin dari Wikipedia, dan dapat ditemukan perbandingannya di banyak sekali sumber.

Notasi D adalah duty cycle, PW adalah pulse width (pulse active time), dan T adalah total periode dari sinyal.  Duty cycle umumnya diukur dalam % (persen) seperti pada persamaan pertama. Meskipun juga dapat ditampilkan seperti pada persamaan yang kedua.

Bandingkanlah antara Gambar 5, Gambar 7, dan Gambar 8 berikut ini. Pada Gambar 5, nilai duty cycle adalah 50 %. Rentang waktu ON (pulse width) sama dengan rentang waktu OFF. Pada Gambar 7, terdapat gambar tampilan tiga gelombang yang masing-masing bernilai 10%, 50 %, dan 90 %. Amati keterangan detail mengenai rentang waktu pada masing-masing gelombang. Lalu berapakah nilai duty cycle pada Gambar 8?

Terdapat tiga runtutan pulsa di Gambar 8, ini adalah gambar gelombang periodik. Jika gambar diperbesar dengan cara meng-kliknya, bisa lebih mudah dilihat bahwa bagian pertama adalah dari 0 ms sampai 20 ms, berikutnya dari 20 ms sampai 40 ms, lalu dari 40 ms sampai 60 ms. Ini adalah sinyal dengan periode sebesar 20 ms (artinya memiliki frekuensi sebesar 50 Hz).

Penanda poin satu menunjuk pada awal dari pulsa yang perama, yaitu di 0 ms. Poin kedua ada di 5 ms, ini menunjukkan batas rentang waktu ON (pulse width). Point ketiga adalah akhir dari satu gelombang penuh, nilainya adalah nilai periode. Pada pengaturan seperti ini dapat dihitung bahwa nilai duty cycle adalah:

hasilnya adalah 25 % (atau 0,25).


Gambar 8 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 9 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Ada banyak sumber sinyal yang bisa memberi variasi lebar pulsa. Misalnya komponen mikrokontroler, dan alat function generator. Gambar 9 adalah hasil pengukuran dari keluaran sinyal PWM dari sistem Arduino.

Dapat dilihat bahwa pada satu papan Arduino, terdapat dua frekuensi PWM. Yang pertama 490 Hz (490,3 Hz dalam pengukuran seperti yang ditampilkandi Gambar 9), dan yang kedua adalah 980 Hz (976,8 Hz dalam pengukuran). Lalu apakah PWM itu?


 

PWM (Pulse Width Modulation) 

Meskipun ada beberapa cara dan redaksi yang dipergunakan untuk membahas mengenai PWM, di artikel ini hanya akan disajikan yang sederhana dan paling operasional saja. Selebihnya, dapat dipelajari lebih dalam dari berbagai sumber. Bisa dimulai dari sejumlah link di bagian akhir artikel ini.

Pengertian tentang PWM dapat ditinjau dari berberapa sudut pandang. Misalnya dari sudut pandang filosofi dan dari sudut pandang operasional (aksi).

Dari sisi filosofi, salah satu sumber menyatakan pada prisipnya PWM adalah suatu upaya (cara/metode) untuk mendapatkan sinyal analog dari sumber digital. Sumber lain menyatakan PWM adalah cara/metode untuk mengatur jumlah daya (power) yang tepat untuk diberikan ke beban, sehingga dapat mengurangi energi yang terbuang sia-sia. Sumber lain lagi menyatakan bahwa PWM ada cara/metode untuk bisa mendapatkan level tegangan (tegangan rata-rata) yang lebih rendah daripada nilai tegangan maksimum masukan. 

Dari sisi operasional/aksi kendali, PWM adalah metode mencacah satu sinyal masukan dan membagi-baginya ke dalam serentetan sinyal modulasi digital yang terdiri dari ON dan OFF. Pada PWM frekuensi tetap tetapi lebar pulsa yang bervariasi, tergantung pada pengaturan. Gambar 9 dan gambar-gambar sebelumnya (yang serupa) merupakan contoh penerapan PWM.

Pembahasan mengenai PWM sangat erat kaitannya dengan pembahasan frekuensi, periode, dan duty cycle. Ketiganya telah dibahas sebelumnya dan merupakan fondasi untuk mempelajari dan memahami dasar mengenai PWM.

Cara-cara untuk membangkitkan sinyal PWM tidak dibahas di artikel ini. Begitu pula mengenai tipe-tipe sinyal PWM. Beberapa tautan yang disediakan di akhir artikel ini sudah memberikan keterangan awal mengenai hal-hal tersebut.


Gambar 10

Gambar 11 [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 10 yang diperoleh dari Wikipedia memperlihatkan animasi bagaimana aksi pengubahan lebar pulsa pada PWM. Sedangkan Gambar 11 yang diperoleh dari situs Arduino menunjukkan beberapa gelombang dengan PWM dalam beberapa nilai lebar pulsa yang berbeda. Pada pengaturan yang ideal, saat 0 % tidak akan ada nilai high yang dihasilkan. Keluaran selalu dalam kondisi low (OFF). Sebaliknya pada saat 100 %, idealnya sinyal keluaran secara terus menerus tanpa jeda berada dalam kondisi high.

 

 TEXT: 

  1. Electropedia
  2. A Dictionary of Electronics and Electrical Engineering (5 ed.)
  3. KBBI Daring
  4. Frequency [Wikipedia]
  5. What is frequency?
  6. Frequency [earthguide]
  7. Wave Variables [Texas Gateway]
  8. Square pulse train [electropedia]
  9. Electrical Waveforms
  10. Square wave [Wikipedia]
  11. Pulse wave [Wikipedia]
  12. Square Wave
  13. Tutorial 2 – Waveforms
  14. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  15. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.
  16. Waveform and Signal Analysis
  17. What is duty cycle?
  18. Pulse Width Modulation
  19. Duty cycle [Wikipedia]
  20. Laureate Duty Cycle & Pulse Width Modulation (PWM) Meter
  21. analogWrite()
  22. Secrets of Arduino PWM
  23. Arduino-PWM-Frequency
  24. What is a Pulse Width Modulation (PWM) Signal and What is it Used For?
  25. Pulse Width Modulation
  26. Pulse-width modulation [Wikipedia]
  27. Pulse Width Modulation
  28. PWM
  29. Pulse Width Modulation [Sparkfun]
  30. What is PWM (Pulse Width Modulation)?
  31. Basic – Pulse Width Modulation (Pwm)
  32. Introduction to Pulse Width Modulation
  33. PWM – Pulse Width Modulation Tutorial | CCP Module
  34. Pulse width modulation (PWM) components
  35. Pulse Width Modulation (PWM) [Comlab]
  36. Frequency-controlled induction motor drive systems

 VIDEO: 

  1. Wave Period and Frequency
  2. The equation of a wave | Physics | Khan Academy

Percobaan penyakelaran N-Mosfet (Manhattan style)

Percobaan Mosfet (atau tepatnya Enhancement Mosfet n-type, nMosfet) ini ditujukan untuk menguji penggunaan nMosfet sebagai sakelar elektronik untuk aplikasi elektronika daya (power electronics).

Untuk melakukan percobaan bisa dilakukan dengan pilihan satu dari beberapa cara. Misalnya bisa dilakukan dengan menggunakan breadboard. Tetapi bisa juga dilakukan dengan menggunakan cara/metode Manhattan style seperti dalam artikel ini. Cara lainnya lagi adalah dengan menggunakan gaya dead-bug. Ketiga cara/gaya menyusun suatu rangkaian elektronik tersebut adalah alternatif dari penggunaan PCB (tercetak) yang lebih umum ditemui.

Jika tertarik untuk lebih lanjut mengetahui tentang cara/gaya merangkai dapat mencari dari berbagai sumber informasi di Internet. Mengapa, kapan, dan bagaimana masing-masing cara dipergunakan bisa dipelajari lebih dalam. Misalnya seperti pada artikel sebagaimana yang dirilis oleh Hackaday di link berikut ini.

Gambar 1

Pada Gambar 1, bisa dilihat papan percobaan yang dibuat dengan cara Manhattan style. Cara ini umum dipergunakan terutama di linkungan para aktivis RF (radio frequency). Tambahan informasi bisa dilihat di dua situs berikut: link 1 & link 2

Yang juga penting untuk diingat saat mempergunakan sistem papan ini adalah bahwa komponen tidak dirancang untuk dikenai beban mekanis yang ‘berat’. Artinya komponen jangan ditekan-tekan atau didorong untuk memasang probe oscilloscope. Juga perlu dijaga agar tidak jatuh terbanting atau tertindih benda lain. Percobaan ini bisa dianggap juga sebagai latihan untuk bisa berhati-hati menangani papan kerja di masa yang akan datang.

Gambar 2

Salah satu alternatif cara dari penggunaan Manhattan style, adalah dengan cara membuat ‘pulau-pulau’ (islands) secara langsung di PCB kosong (blank PCB). Cara lain adalah dengan menempelkan potongan-potongan PCB kosong di papan PCB kosong lainnya. Cara pertama lebih cepat dapat dikerjakan daripada cara kedua.

Gambar 2 menunjukkan salah satu contoh hasil penggunaan cara pertama. Ketiga kaki pada gambar itu adalah kaki-kaki komponen MOSFET. Sepintas kaki G, D, maupun S terhubung langsung (kontak)  dengan papan PCB kosong yang dipakai sebagai dasar. Tetapi sesungguhya hanya kaki S saja yang terhubung langsung karena memang langsung disolder ke papan PCB kosong. Sedangkan kaki G dan kaki D terisolasi dari papan PCB yang dipakai sebagai common ground.

Sebagaimana banyak hal lain di engineering, ini adalah contoh dari trade-off. Salah satu kekurangan metode ini adalah adanya risiko hubung singkat. Terutama jika seiring waktu papan PCB kosong itu terkena kontoran secara terus menerus. Maka umumnya untuk sistem RF papan PCB dilindungi dengan kotak yang memadai. 

Mengenai sejumlah keuntungan penggunaan cara/metode ini, silakan untuk membaca juga sejumlah tautan (link) yang sudah saya sediakan juga di bagian bawah artikel ini.

Gambar 3

Dokumentasi berupa foto untuk artikel ini diambil pada setup cepat sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3. Di meja praktik, anda bisa mengatur ulang agar percobaan bisa berlangsung dalam kondisi yang lebih lapang.

Percobaan dilakukan dengan mempergunakan Arduino compatible sebagai sumber sinyal pemicuan pada kaki gate dari Mosfet. Pergunakanlah sumber kode blink dari contoh kode yang telah disediakan di IDE pada Arduino.

Untuk memodifikasi kode program anda perlu mengingat dan memahami bagaimana hubungan (korelasi) antara frekuensi (frequency) dengan periode (period), bagaimana persamaannya. Kemudian bagaimana cara menentukan waktu on dan waktu off untuk tiap bagian rentang waktu tertentu berdasarkan nilai duty cycle yang diberikan.

Gambar 4
Gambar 5

Gambar 4 menunjukkan papan percobaan dari sisi bagian depan Mosfet. Jika anda melakukan percobaan di saat praktik di Laboratorium Elektronika Daya, maka anda perlu mengukur nilai dari masing-masing resistor di papan itu. Gambar 5 dapat dipakai sebagai rujukan awal. Buatlah sendiri rangkaian simulasi dengan simulator LTspice. Ganti dan sesuaikan nilai-nilai resistor berdasarkan hasil pengukuran dengan DMM (Digital Multi Meter) yang tersedia di lab.

Gambar 6

Setelah memahami topologi rangkaian dan perwujudannya di papan PCB, anda bisa menghidupkan catu daya. Seperti pada Gambar 6, aturlah tegangan hingga 9 VDC , gunakan DMM sebagai pembanding tampilan tegangan pada catu daya. Setelah itu, untuk sementara matikan catu daya.

Gambar 7

Rangkaian elektronika demo penyakelaran dengan Mosfet ini telah diperlengkapi dengan tambahan komponen pengaman. Gambar 7 menampilkan posisi komponen pengaman dari sisi masukan catu daya di papan praktik.

Gambar 8 di bawah ini menampilkan zoom dari beberapa komponen pengaman agar lebih jelas terlihat. Komponen pertama adalah ferrite bead. Di Gambar 8 posisinya terlihat di bagian kiri, tepat setelah kabel masukan daya positif yang berwarna merah. Fungsinya adalah membantu untuk memperkecil kemungkinan terikutnya sinyal noise ke dalam sistem penyakelaran. Juga sebaliknya dari rangkaian ke sistem catu daya.

Komponen kedua adalah sekring (fuse). Komponen jenis ini lazim dikenal sebagai resettable fuse. Kadang juga disebut sebagai multifuse, polyfuse atau polyswitch. Resminya komponen sekring yang dapat ‘menyambung’, normal menghantar kembali ini dinamakan PPTC (Polymeric Positive Temperature Coefficient).

Gambar 8

Mirip resistor, PPTC juga memiliki kemampuan yang berbeda beda dan ditandai sesuai dengan nilai itu. Pada Gambar 8, PPTC yang berwarna kuning memiliki tanda JK6 065. Jika dilihat pada Tabel 1 itu menandakan bahwa polyfuse itu dirancang untuk mampu bekerja normal menghantarkan arus sampai nilai maksimal 0,65 A. Setelah itu jika arus melewati ambang sampai 1,3 A maka sekring/polyfuse normalnya akan trip/putus sesaat. Setelah polyfuse menjadi lebih dingin, maka arus akan dapat kembali melewatinya.

Tabel 1

Gambar 9

Komponen berwarna hijau di belakang PPTC pada Gambar 8 adalah salah satu wujud dari komponen MOV (Metal Oxide Varistor). Tampilan yang lebih jelas pada Gambar 9 memperlihatkan penanda TNR, yang merupakan produksi dan merk dagang dari Nippon Chemi-Con. Ada banyak MOV yang diproduksi oleh perusahaan lain.

Beberapa MOV dapat lebih mudah ditemukan datasheet-nya daripada yang lain. Yang lebih sulit diperoleh informasi resmi dari pabriknya biasanya merupakan komponen tipe lama yang sudah tidak lagi diproduksi. Komponen tipe itu lalu diproduksi oleh pabrikan lain, mirip ‘obat generik’.

Pada Gambar 9, TNR 180 menandakan bahwa komponen ini bekerja di rentang tegangan 12 V sampai 14 V. Pada rentang itu, MOV TNR ini dirancang untuk tidak aktif/terpicu. TNR baru akan aktif pada tegangan 18 V, atau dalam rentang 16 V sampai 20 V. Jadi misalnya masukan catu daya masih berada di kisaran 14 Vdc maka TNR tidak akan aktif. Kemudian misalnya tegangan catu daya masukan naik menjadi 18 V maka TNR akan bekerja/terpicu, mirip seperti sakelar yang membuat hubung singkat jalur masukan. Ini dilakukan untuk melindungi sistem penerima tegangan. Dengan melakuan hubung singkat diharapkan sekring/fuse di bagian masukan akan bekerja (putus).

Gambar 10

Melanjutkan kembali tahapan praktik, anda bisa memasukkan tegangan 9 Vdc dari catu daya ke rangkaian percobaan, seperti pada Gambar 10. Hati-hati terhadap polaritas tegangan, jangan sampai terbalik.

* Di sistem yang mengizinkan adanya jatuh tegangan tambahan dari catu daya, bisa ditambahkan diode untuk mencegah akibat dari terbaliknya polaritas. Cara lain adalah dengan menggunakan sebuah Mosfet, misalnya pMosfet. [ Lihat bagian link. ] *

Gambar 11

Gambar 12

Berikutnya hubungkan Arduino compatible dengan papan percobaan penyakelaran nMosfet. Lihatlah Gambar 11, kabel USB untuk Arduino dihubungkan dengan USB port pada komputer (laptop). Hubungkan pin GND pada Arduino dengan ground pada PCB. Kedua ground pada masing-masing sistem harus terhubung sehingga level tegangan di kedua sistem dapat diacu berdasarkan nilai common ground.

Berhati-hatilah saat memasukkan pin ke papan Arduino jangan sampai salah. Lihat dan aculah gambar pinout dari Arduino Uno yang telah disediakan (click gambar untuk memperbesar tampilan). Misalnya, cari tanda GND di gambar pinout  lalu cari tandanya yang sama di papan Arduino Uno di meja kerja anda.

Hubungkan pin sinyal dari Arduino ke kaki gate pada nMosfet di PCB. Sesuaikan antara pin yang anda pakai dengan program yang anda pada akan eksekusi. Pastikan keduanya mengacu pada kaki pin yang sama pada mikrokontroler.

Hati-hati saat memasang kabel jumper pada Arduino. Lubang pada konektor (female single row PCB header) berjarak rapat, dengan penanda yang kadang tidak mudah terbaca. Jangan sampai salah memasukkan pin kabel jumper.

Gambar 13

Untuk memperoleh data dari variabel kerja rangkaian penyakelaran, hubungkan oscilloscope probe seperti pada Gambar 13. Kanal satu (Ch 1) pada osiloskop dihubungkan ke kaki input menuju resistor gate pada nMosfet. Kanal dua (Ch 2) osiloskop dihubungkan langsung ke kaki drain nMosfet. Lihat Gambar 13, lalu cari dan bandingkan dengan datasheet komponen nMosfet IRLB3034.

Jika osiloskop yang dipergunakan memiliki lebih dari dua kanal masukan, maka kanal ketiga bisa dipakai untuk memonitor nilai tegangan masukan dari catu daya. Dengan begitu nilai arus drain yang melintasi resistor (pada masing-masing bagian proses penyakelaran) dapat diketahui. Jika masih bingung, lihatlah kembali Gambar 5.

Gambar 14
Tabel 2
No Frequency (Hz) Duty Cycle (%)
1 50 0
2 50 25
3 50 50
4 50 75
5 50 100

Tabel 2 adalah contoh bagaimana anda bisa mengambil data unjuk kerja rangkaian penyakelaran. Di situ dicontohkan bagaimana anda perlu mengambil sejumlah parameter untuk tiap-tiap duty cycle yang berbeda pada satu frekuensi yang sama.

Di osiloskop digital anda bisa mengamati besaran tegangan DC yang sudah dihitungkan oleh sistem komputasi di osiloskop. Misalnya nilai rata-rata (average) dan nilai RMS. Anda juga bisa memyimpan bentuk gelombang pada masing-masing duty cycle sebagaimana yang ditunjukkan oleh osiloskop. Salah satu contoh adalah sebagaimana tampilan pada Gambar 3.

Anda bisa memperhatikan korelasi antara lebar pulsa dengan nilai tegangan pada drain. Juga pengaruhnya pada arus dan pada daya di beban (misalnya pada resistor di drain).

Dari eksperimen ini diharapkan akan lebih mudah untuk memahami mengenai dasar-dasar PWM dan penggunaannya. Juga bagaimana sebuah nMosfet dapat dipergunakan sebagai sakelar.

Jika percobaan dilakukan di laboratorium, mintalah kepada instruktur anda untuk menentukan nilai frequency dan duty cycle untuk percobaan yang anda akan lakukan.

Setelah memahami perangkat keras yang akan dipakai untuk melakukan eksperimen, berikutnya adalah memahami perngkat lunak yang akan dipakai untuk mengendalikan perangkat lunak itu.

Sebagai awal, mahasiswa harus mampu mengingat kembali dengan baik tentang frekuensi, periode, dan duty cycle. Sangat disarankan untuk membaca kembali tentang semua parameter operasi itu di artikel ini (link) . Kemudian untuk dapat menghitung dan membandingkan nilai amplitudo sinyal, silakan membaca artikel lainnya di sini (link).

Untuk dapat melakukan pemrograman dasar PWM manual dengan baik, anda cukup melihat contoh kode Blink yang tersedia di Arduino IDE. Meskipun disarankan juga untuk membaca artikel berikut ini (link).

 TEXT: 

  1. PCB Basics
  2. The Art Of “Manhattan” Style Circuit Construction
  3. Manhattan style pedalbuilding
  4. Chuck Adams’ MUPPET Construction: Manhattan-Ugly-Professional Placement Experimental Technique
  5. Membuat Pemancar MW Mini
  6. Cutting Islands Into Copper-Clad Pcbs With A Drill
  7. The Handyman’s Guide to – HOMEBREW CONSTRUCTION PRACTICES. From Copper to Manhattan (Part 1)
  8. The Handyman’s Guide to – HOMEBREW CONSTRUCTION PRACTICES. From Copper to Manhattan (Part 2)
  9. How Ferrite Beads Work and How to Choose the Right One
  10. Ferrite bead
  11. Resettable fuse
  12. PolySwitch® Resettable Devices
  13. Resettable Fuses – Multifuse® PPTC
  14. What Is A Varistor?
  15. Varistor Tutorial
  16. Metal Oxide Varistor
  17. Littelfuse Varistors
  18. Reverse-Polarity Protection in Automotive Design
  19. Reverse Polarity Protection
  20. Using MOSFETs as blocking diodes
  21. Protecting Vehicle Electronics from Reverse-Battery Connection
  22. Connector Basics
  23. Wire to Board Connectors
  24. Common Wire-To-Board, Wire-To-Wire Connectors, and Crimp Tools
  25. Dupont Crimp Tool Tutorial

 Datasheet: 

  1. METAL OXIDE VARISTORS TNR
  2. METAL OXIDE VARISTORS (TNR) , full version
  3. Radial Lead Resettable Polymer PTCs

 VIDEO: 

  1. Five reasons not to use printed circuit boards for projects
  2. Manhattan style circuit construction
  3. NorCal40A Manhattan Build by K7QO Part 01
  4. Simple Method for Making Homebrew HF RF PCBs
  5. How to protect circuits from reversed voltage polarity!

Perhitungan nilai tegangan/arus berdasarkan sudut

 

Mari mulai dari sesuatu yang sudah dipelajari pada post sebelumnya.

Gambar 1.

Gambar 2.

Dengan bantuan software seperti Maxima (wxMaxima) maka penurunan persamaan untuk perhitungan dapat diperoleh dengan mudah dan cepat.

sqrt((1/(2*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^2, x, 0, (2*%pi))));

Gambar 3.

Gambar 4.

(1/(1*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^1, x, 0, (1*%pi)));

Gambar 5.

 

 

Sebagai contoh kasus bisa kembali melihat pada post sebelumnya mengenai penyearah setangah gelombang berbeban RL (resistor dan induktor). Tegangan rata-rata keluaran dapat dihitung dari persamaan singkat berikut:

 

screenshot_20161018-06551601.jpg.jpgGambar 6.

Dari manakah persamaan untuk mencari nilai pendekatan tersebut berasal?

Gambar 7.

Gambar 8.

 

Bagaimana dengan nilai RMS seperti pada contoh di Gambar 4?

sqrt((1/(2*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^2, x, 0, (b))));

Gambar 9.


sqrt((1/(2*%pi))*(integrate((Vm*sin(x))^2, x, a, b)));

Gambar 10.

Gambar 11. [Klik gambar untuk memperbesar]

https://sunupradana.info/pe/wp-content/uploads/2016/10/img_58054580541c8.pngGambar 12. [Klik gambar untuk memperbesar]

screenshot_20161019-150052.jpgGambar 13.

Pada persaman %i23 di Gambar 10, terdapat variabel “b” yang nilainya biasanya diisi dengan nilai (2π). Nilai ini adalah nilai batas atas dari persamaan integral hingga. Untuk kepentingan penyelesaian pada contoh kasus (contoh soal), nilai b bisa diperoleh dengan memperhatikan Gambar 12. Tepatnya batas paling kanan, sekitar 10.36 mS. Nilai ini dibandingkan dengan nilai satu siklus penuh untuk memperoleh nilai pendekatan 3.255 radian seperti pada Gambar 13.

Hasil perhitungan pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15 bisa dibandingkan dengan hasil simulasi pada Gambar 11. Keduanya sebanding, sedangkan mengenai selisih nilai perhitungan bisa dipelajari pada post sebelumnya. Mengenai unsur parasitik pada komponen elektronik/elektrikal bisa dicari informasinya di Internet, sebagai salah satu awalan bisa dicoba di halaman situs ini.

Gambar 14.

Gambar 15.

 

Persamaan pada Gambar 10, batas nilai a dan b (dengan nilai yang berbeda dari nilai 0 dan 2π) dapat dipergunakan untuk mempelajari sakelar (terutama sakelar elektronis) selain diode.

Gambar 16. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.] 

Gambar 17.


Gambar 18. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 19.


Gambar 20. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 21.


Gambar 22. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 23.


Gambar 24. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 25.


Gambar 26. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 27.


Gambar 28. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 29.


Gambar 30. catatan: .options plotwinsize=0 [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 31.

Persamaan pada Gambar 31 dapat dibandingkan dengan persamaan yang terdapat pada paper ini.


 

Gambar 32. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 33. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 34. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

Gambar 35. [Klik kiri pada gambar untuk memperbesar tampilan.]

 

Pengaruh resolusi / ketelitian pada simulasi dan perhitungan.

 
[su_panel border=”3px solid #99FF66″ radius=”10″]

Mari memulai dengan suatu contoh yang sangat sederhana. Berapakan empat ditambah dengan tiga di dalam perhitungan basis sepuluh?

screenshot_20161018-214259.jpgGambar 1.

Sayangnya tidak semua perhitungan semudah dan setepat sebagaimana pada Gambar 1. Ada perbedaan pada hasil perhitungan (dan karenanya) hasil simulasi yang perlu diperhatikan sehingga tidak akan menjadi sumber kebingungan dan bahkan keraguan terhadap landasan teoritis yang sebenarnya tidak memiliki alasan yang cukup kuat. Terutama dalam engineering technology yang titik beratnya adalah untuk memanfaatkan temuan-temuan dalam sains dan teknologi.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

[/su_panel]
[su_panel border=”3px solid #80B3FF” radius=”10″]

screenshot_20161018-220353.jpgGambar 8.
[/su_panel]

[su_panel border=”3px solid #D94052″ radius=”10″]

https://en.wikipedia.org/wiki/Round-off_error

A round-off error, also called rounding error, is the difference between the calculated approximation of a number and its exact mathematical value due to rounding. This is a form of quantization error. One of the goals of numerical analysis is to estimate errors in calculations, including round-off error, when using approximation equations and/or algorithms, especially when using finitely many digits to represent real numbers (which in theory have infinitely many digits).

When a sequence of calculations subject to rounding error is made, errors may accumulate, sometimes dominating the calculation. In ill-conditioned problems, significant error may accumulate.

The error introduced by attempting to represent a number using a finite string of digits is a form of round-off error called representation error. Here are some examples of representation error in decimal representations:

Gambar 9.

[/su_panel]
[su_panel border=”3px solid #E6E600″ radius=”10″]

How to correct rounding errors in floating-point arithmetic

Many combinations of arithmetic operations on floating-point numbers in Microsoft Excel and Microsoft Works may produce results that appear to be incorrect by very small amounts. For example, the equation
=1*(.5-.4-.1)
may be evaluated to the quantity (-2.78E-17), or -0.0000000000000000278 instead of 0.

 

The IEEE 754 standard is a method of storing floating-point numbers in a compact way that is easy to manipulate. This standard is used by Intel coprocessors and most PC-based programs that implement floating-point math.

IEEE 754 specifies that numbers be stored in binary format to reduce storage requirements and allow the built-in binary arithmetic instructions that are available on all microprocessors to process the data in a relatively rapid fashion. However, some numbers that are simple, nonrepeating decimal numbers are converted into repeating binary numbers that cannot be stored with perfect accuracy.

For example, the number 1/10 can be represented in a decimal number system with a simple decimal:
.1
However, the same number in binary format becomes the repeating binary decimal:
.0001100011000111000111 (and so on)
This number cannot be represented in a finite amount of space. Therefore, this number is rounded down by approximately -2.78E-17 when it is stored.

If several arithmetic operations are performed to obtain a given result, these rounding errors may be cumulative.

[/su_panel]
[su_panel border=”3px solid #FFCC33″ radius=”10″]

Rounding Error
Jeffrey L. Popyack, June 2000

Rounding (roundoff) error is a phenomenon of digital computing resulting from the computer’s inability to represent some numbers exactly. Specifically, a computer is able to represent exactly only integers in a certain range, depending on the word size used for integers. Certain floating-point numbers may also be represented exactly, depending on the representation scheme in use on the computer in question and the word size used for floating-point numbers. Certain floating-point numbers cannot be represented exactly, regardless of the word size used.

Errors due to rounding have long been the bane of analysts trying to solve equations and systems. Such errors may be introduced in many ways, for instance:

+ inexact representation of a constant

+ integer overflow resulting from a calculation with a result too large for the word size

+ integer overflow resulting from a calculation with a result too large for the number of bits used to represent the mantissa of a floating-point number

+ accumulated error resulting from repeated use of numbers stored inexactly

 

Summary

Rounding error is a natural consequence of the representation scheme used for integers and floating-point numbers in digital computers. Rounding can produce highly inaccurate results as errors get propagated through repeated operations using inaccurate numbers. Proper handling of rounding error may involve a combination of approaches such as use of high-precision data types and revised calculations and algorithms. Mathematical analysis can be used to estimate the actual error in calculations.

 

[/su_panel]
[su_panel border=”3px solid #6666CC” radius=”10″]

https://en.wikipedia.org/wiki/Rounding

Rounding a numerical value means replacing it by another value that is approximately equal but has a shorter, simpler, or more explicit representation; for example, replacing £23.4476 with £23.45, or the fraction 312/937 with 1/3, or the expression √2 with 1.414.

Rounding is often done to obtain a value that is easier to report and communicate than the original. Rounding can also be important to avoid misleadingly precise reporting of a computed number, measurement or estimate; for example, a quantity that was computed as 123,456 but is known to be accurate only to within a few hundred units is better stated as “about 123,500”.

On the other hand, rounding of exact numbers will introduce some round-off error in the reported result. Rounding is almost unavoidable when reporting many computations — especially when dividing two numbers in integer or fixed-point arithmetic; when computing mathematical functions such as square roots, logarithms, and sines; or when using a floating point representation with a fixed number of significant digits. In a sequence of calculations, these rounding errors generally accumulate, and in certain ill-conditioned cases they may make the result meaningless.

Accurate rounding of transcendental mathematical functions is difficult because the number of extra digits that need to be calculated to resolve whether to round up or down cannot be known in advance. This problem is known as “the table-maker’s dilemma”.

Rounding has many similarities to the quantization that occurs when physical quantities must be encoded by numbers or digital signals.

A wavy equals sign (≈) is sometimes used to indicate rounding of exact numbers. For example: 9.98 ≈ 10.

[/su_panel]
[su_panel border=”3px solid #FFFF33″ radius=”10″]

https://en.wikipedia.org/wiki/Significant_figures

The significant figures of a number are digits that carry meaning contributing to its measurement resolution. This includes all digits except:

+ All leading zeros;
+ Trailing zeros when they are merely placeholders to indicate the scale of the number (exact rules are explained at identifying significant figures); and
+ Spurious digits introduced, for example, by calculations carried out to greater precision than that of the original data, or measurements reported to a greater precision than the equipment supports.

[/su_panel]