Contoh simulasi SEPIC dengan menggunakan LTspice

Pada post sebelumnya telah disampaikan bagaimana PSIM dipergunakan untuk menjelaskan unjuk kerja masing-masing komponen di rangkaian SEPIC. Di artikel yang sama itu pula telah disampaikan beberapa alternatif sakelar dan cara pemicuannya. Di artikel sebelumnya lagi, LTspice telah dipakai untuk menjelaskan kondisi rangkaian SEPIC pada saat sakelar hidup dan pada saat sakelar mati.

Di artikel ini akan dicoba untuk mempergunakan LTspice sebagai pengganti PSIM untk melakukan simulasi. Akan diperlihatkan adanya perbedaan pengaturan antara LTspice dan PSIM, misalnya tentang konvensi tanda. Juga kali ini akan mulai diperlihatkan bagaimana simulasi dengan menggunakan model SPICE komponen nyata, yang bukan merupakan model ideal. Sekalipun model ini pun tidak akan memiliki karakteristik dan unjuk kerja yang persis sama dengan komponen fisiknya, tetapi model komponen akan jauh lebih mendekati untuk masing-masing tipe komponen daripada model yang ideal. Sebagai catatan, PSIM sebenarnya sudah memberikan fasilitas untuk melakukan simulasi dengan model SPICE. Tetapi kemampuan itu hanya diberikan untuk professional version, tidak bisa diakses dari student version atau demo version. Harga lisensi PSIM Professional tidaklah murah, karena itu saya mencari alternatif yang secara legal gratis untuk dipergunakan.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ] 

Gambar 1. Gambaran umum simulasi SEPIC di LTspice.

 
Gambar 2. Zoom-in hasil simulasi awal rangkaian, dengan LTspice. 

Dapat dilihat di Gambar 1 dan Gambar 2 bahwa pertama, terdapat ripple (riak) yang cukup besar di awal operasi (kondisi transient) bila dibandingkan dengan pada saat kondisi relatif stabil. Kedua, di Gambar 2 bisa dilihat bahwa sinyal/gelombang yang tampaknya rata di Gambar 1 baru akan terlihat riaknya dengan jelas jika dilakukan pembesaran (zoom). Ini adalah hal yang umum di semua produk DC-to-DC converter. Terutama, pada tipe catu daya tersakelar seperti itu ripple akan sulit dihindari. Yang bisa dilakukan hanyalah untuk memperkecil nilainya sedemikian rupa sehingga masih masuk ke dalam rentang nilai yang dapat diterima. Nilai ini biasanya tergantung pada beban dan aplikasinya (penggunaannya). Ketiga, bisa dilihat bahwa nilai arus dan tegangan keluaran dengan duty cycle yang sama seperti pada waktu simulasi dengan PSD dan PSIM akan memberikan hasil yang berbeda. Hal ini karena di simulasi LTspice ini, tidak lagi mempergunakan semua model komponen ideal. Tetapi sudah mempergunakan model komponen yang lebih mendekati komponen fisik.

Sakelar elektronik berupa MOSFET yang dipergunakan dalam simulasi dengan LTspice ini adalah model komponen yang sudah tersedia sedari awal di LTspice XVII, sehingga tidak perlu menambahkan lagi model yang baru. Model komponen MOSFET yang dipergunakan adalah IRL530NS_L (IRL530NS/L). Komponen ini diproduksi oleh perusahaan asal Amerika Serikat, International Rectifier (www.irf.com) yang sekarang sudah digabung dengan perusahaan asal Jerman, Infineon Technologies AG (www.infineon.com). IRF sekarang menjadi Infineon Technologies Americas Corp. Datasheet untuk IRL530NS/L masih dapat ditemukan di sini.  

Pemilihan model komponen yang akan dipakai di simulasi bergantung kepada beberapa hal. Misalnya secara praktis apa saja komponen yang tersedia di ‘pasaran’ yang mungkin dipilih. Ini penting karena sebaiknya tentu saja model komponen yang dipakai dalam simulasi sebaiknya adalah model dari komponen yang nanti akan benar-benar dipergunakan, diwujudkan dalam sistem fisik. Atau setidaknya model komponen yang karakteristiknya terdekat/dekat dengan komponen fisik yang akan dipakai.

Namum demikian, kadang-kadang urutan tersebut bisa berubah sesuai keperluan. Misalnya model komponen IRL530NS_L (IRL530NS/L) ini dipergunakan karena prioritas utama adalah menggunakan model SPICE yang sudah tersedia secara default di LTspice. Urutan prioritas berikutnya baru kemudian adalah diupayakan agar model SPICE komponen yang dipakai adalah yang bertipe logic level device MOSFET. Metode ini dipakai karena tujuan utama simulasi ini adalah untuk menunjukkan bagaimana LTspice dapat dipakai untuk menggantikan PSIM dalam melakukan simulasi rangkaian SEPIC.

Gambar 3. Bagian dari datasheet IRL530NS/L.

Untuk komponen sakelar diode, di simulasi LTspice ini saya mempergunakan model komponen diode Schottky MBRS360. Untuk sistem catu daya tersakelar (SMPS) harus mempergunakan diode yang dapat disakelar dengan cepat seperti diode Schottky.

Gambar 4. Kutipan dari datasheet diode Schottky yang dipakai dalam simulasi.

Model komponen yang dipergunakan dalam simulasi haruslah dari komponen yang mampu untuk bekerja dengan tingkat tegangan, arus, dan frekuensi yang terdapat di sistem yang sedang/akan dismulasikan. Kita dapat melakukan penyesuaian dengan mengganti satu model komponen ke model yang lain yang lebih sesuai untuk rangkaian/sistem yang sedang disimulasikan. Misalnya komponen diode dapat diganti ke tipe yang mampu menangani arus yang lebih besar dan menahan tegangan balik yang lebih tinggi.

Gambar 5. Konvensi arah arus untuk simulasi SEPIC di LTspice.

Gambar 5 diperlukan agar tidak salah memahami penandaan polaritas -/+ arus di LTspice. Ini dikarenakan cara penandaan arah arus yang berbeda di LTspice, misalnya, dengan PSIM. Tanda panah yang saya beri warna merah menandakan konvensi arah arus yang mengikuti pengaturan pada textbook; D. W. Hart, Power Electronics, 1st ed. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2010. Arah ini hanya konvensi, arah arus sebenarnya untuk tiap saat pada simulasi tidak selalu sama dengan arah ini. Jika berlawanan, maka diberi tanda negatif. Jika sesuai diberi tanda positif, atau dalam praktik yang lebih umum tidak diberi tanda sama sekali. Bandingkan Gambar 5 di artikel ini dengan Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17 di post sebelumnya.

Komponen fisik resistor dan induktor tidak memiliki polaritas tegangan dan arus. Beberapa induktor (mutual inductance) diberi tanda titik (dot) untuk menunjukkan polaritas arus. Gambar 6 berikut ini menunjukkan bagaimana dot convention dipergunakan untuk menandai arah arus dan polaritas/fase pada tegangan di transformer.

Gambar 6. Dot convention dari circuitdigest.com.

Gambar 7 menunjukkan perwujudan fisik di transformer/mutual induction yang berkaitan dengan penandaan titik, dot convention.

Gambar 7. Contoh penerapan dot convention di trafo, menurut RTDS Technologies.

Gambar 8. Konvensi tanda titik (EECS Berkeley)

Gambar 9. Empat kemungkinan konfigurasi dot convention (The Citadel.edu).

Jika tertarik untuk lebih jelas mengenai dot convention untuk mutual inductance, dapat melihat tiga video berikut ini; link 1, link 2, link 3.

Di simulator PSIM, passive sign convention diperjelas dengan pemberian tanda dot (titik) di setiap komponen pasif. Bisa kembali di lihat di Gambar 9 di artikel sebelum ini. Misalnya di induktor, arah arus akan selalu dianggap memasuki komponen dari arah tanda titik (dot). Jika arus pada saat pengukuran ternyata arah arus sebenarnya ternyata berlawanan, maka akan diberi tanda negatif. Jika ternyata bersesuaian (searah) maka akan dianggap positif (biasanya tanda + tidak dicantumkan).

Pengaturan yang berbeda dilakukan untuk komponen pasif di simulator LTspice. Misalnya sekalipun komponen fisik resistor tidak memiliki polaritas dan simbol resistor di LTspice pun tidak memiliki tanda dot, tetapi untuk memenuhi passive sign convention dan mempermudah pembacaan arah arus maka model komponen resistor di LTspice memiliki ‘polaritas’. Bagi pengguna yang belum terbiasa, arah arus yang melewati resistor bisa diketahui setelah melakukan simulasi pertama untuk rangkaian yang terdapat resistor tersebut. Jika konvensi arah arus dianggap tidak cocok, maka pengguna bisa melakukan rotate untuk mengubah konvensi arah arus yang melintasi resistor itu.

Hal yang sama juga berlaku untuk komponen kapasitor non-polar. Tipe kapasitor ini jelas sesungguhnya tidak memiliki polaritas. Tetapi untuk kepentingan simulasi, sama seperti resistor, bahkan komponen non-polar capacitor ini pun memiliki konvensi arah arus yang tetap. Sama seperti resistor, pengguna simulator dapat mengubah posisi kapasitor sehingga konvensi arah arus akan sesuai dengan kehendaknya. Jika nanti hasil pengukuran simulasi menunjukkan nilai arus negatif, maka itu artinya arah arus yang sebenarnya di simulasi berlawanan arah dengan konvensi arah arus yang ditetapkan (arah/posisi kapasitor terhadap node di rangkaian). 

Pengaturan konvensi arah arus untuk induktor di PSIM mengikuti passive sign convention. Arus dianggap positif jika masuk ke induktor dari kaki yang bertanda titik (dot), dan diberi tanda negatif jika sebaliknya. Bisa dilihat kembali di Gambar 9 di post sebelumnya. Sedangkan pengaturan yang berbeda untuk simulasi di LTspice. Lihatlah Gambar 10 berikut ini, jika umumnya konvensi tanda pasif untuk induktor seperti panah berwarna merah, maka di LTspice justru mengikuti arah seperti panah berwarna hijau. Simulator PSIM menggunakan konvensi yang searah dengan panah berwarna merah di Gambar 10. Demikian juga untuk konvensi tanda rangkaian dasar SEPIC di buku Power Electronics tulisan Daniel W. Hart. Di LTspice jika kursor anda tempatkan di sekitar atas komponen maka akan muncul lambang current probe seperti di Gambar 10 ini.

Gambar 10. Konvensi penandaan arah arus untuk induktor di LTspice.

Maka ada beberapa alternatif solusi agar polaritas arus di simulasi LTspice dapat mudah dibaca dan bersesuaian dengan konvensi penandaan arus pasif. Pertama dengan memutar atau menggunakan efek cermin. Dengan cara ini, misalnya, tanda titik di induktor di Gambar 10 akan berada berpindah dari sebelah kiri ke sebelah kanan. Cara kedua adalah dengan menggunakan cara klasik keluarga simulator berbasis SPICE, yaitu dengan memasang sumber tegangan ideal. Caranya adalah dengan memasang sumber tegangan ideal secara seri dengan induktor. Arah induktor tidak diubah, tetapi hanya arah hadap (polaritas) sumber tegangan ideal saja yang disesuaikan. Sumber tegangan ideal yang akan berfungsi sebagai ampermeter itu diberi nilai 0 V. Cara ketiga yang paling mudah tanpa mengubah rangkaian adalah dengan mengganti polaritas sinyal hasil pengukuran. Misalnya dari I(L1) menjadi -I(L1), nilai absolutnya tidak akan berubah, hanya tandanya dan polaritas sinyalnya saja yang berubah. Lihatlah Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Perbandingan sinyal/gelombang antara I(L1) dan -I(L1).   

Gambar 12. Passive sign convention/sign convention for passive components (Khan Academy)

Gambar 13. Daya/power & passive sign convention (wikiversity.org)

Gambar 12 dan Gambar 13 dapat dipergunakan untuk secara cepat mengingat kembali konvensi tanda / penandaan pasif, termasuk untuk sistem catu daya. Tanda positif dan negatif hanya dipergunakan dalam konteks arah, mengirim / menerima, memberi / menyerap. 

Kembali ke Gambar 5 di bagian atas, kita akan mengikuti konvensi arah arus seperti di textbook Daniel W. Hart. Konvensi arah arus yang dijadikan patokan adalah yang berwarna merah. Pengaturan arah arus di induktor oleh LTspice yang ditandai panah berwarna hijau akan diatasi dengan mengalikan hasil pengukuran dengan -1 (membalik arah arus).  Sedangkan arah arus di kapasitor yang berubah-ubah sesuai kondisi sakelar akan tetap mengikuti passive sign convention, karena untuk kapasitor pengaturan konvensi arah arus LTspice sudah sama. Misalnya pada saat sakelar MOSFET terbuka (tidak aktif/off) maka arah arus yang melewati kapasitor sama dengan arah tanda panah berwarna merah, dianggap positif. Sedangkan saat MOSFET tertutup, arah arus sebenarnya di kapasitor berbalik arah. Arahnya berlawanan dengan panah berwarna merah, di Gambar 5 ini ditandai dengan panah berwarna kuning.

 

Gambar 14. Pengaruh pemicuan pada arus dan tegangan di beban.

Penandaan nama komponen di rangkaian di Gambar 14 telah diubah dari Gambar 1. Begitu pun nilai duty cycle telah diubah dari rancangan awalnya di PSD dan Gambar 1. Karena di LTspice rangkaian telah mempergunakan model komponen yang tidak lagi ideal, maka unjuk kerja komponen yang dimaksud pun menjadi berbeda. Penyesuaian seperti ini lazim dilakukan seiring perubahan penggunaan model komponen, parameter operasi, atau bahkan perubahan software simulator. Saat mewujudkan sistem secara fisik pun, fine tuning masih perlu dilakukan. Terutama untuk tipe open-loop, karena untuk closed-loop penyesuaian terus menerus saat kondisi operasi sudah diambil alih oleh regulator/controller.

Di Gambar 14 dapat dilihat bahwa arus dan tegangan di beban resistor adalah berbanding lurus, persis seperti yang digambarkan dalam hukum Ohm. Gambar 14 ini penting untuk sebagai awalan analisis unjuk kerja rangkaian berdasarkan kondisi penyakelaran. Di gambar ini secara sederhana dan jelas korelasi antara kondisi penyakelaran dengan kondisi arus dan tegangan di beban resistor. Ini akan dapat menjadi acuan yang mudah untuk telaah dan analisis pengaruh penyakelaran MOSFET pada kondisi komponen lain. Di sini juga bisa dilihat bahwa korelasi antara gelombang arus dan gelombang tegangan di beban adalah bersifat kausalitas dengan gelombang tegangan sebagai penyebab dan nilai electrical di beban sebagai akibat. Saat sakelar terpicu, MOSFET menutup, nilai arus dan tegangan di beban terlihat menurun. Sedangkan saat MOSFET membuka, nilai tegangan di beban justru naik. Kenapa ini terjadi? Jawabannya ada di bagian selanjutnya di bagian bawah artikel ini. Silakan melanjutkan membaca.

Gambar 15. Pengaruh pemicuan pada arus diode dan tegangan di beban.

Di Gambar 15, di pane bagian bawah diperlihatkan nilai dan gelombang tegangan pemicu MOSFET, on and off level. Sedangkan plot pane di bagian atas menunjukkan gelombang tegangan di beban dan arus diode. Nilai tegangan keluaran (gelombang hijau) dibaca mengikuti sumbu Y di sebelah kiri, sedangkan nilai arus diode (gelombang berwarna biru) dibaca mengikuti sumby Y di sebelah kanan. Bisa dilihat dan dibaca secara sederhana bahwa saat MOSFET terpicu aktif / on maka arus diode secara praktis nol, sedangkan pada saat MOSFET membuka diode mengalirkan arus (diode aktif menghantar). Ini adalah contoh analisis yang bertahap mulai dari yang paling sederhana. Di bagian selanjutnya di bawah ini akan dibahas ulang dengan lebih detail. Untuk sekarang, yang paling penting kita paham gejala hubungan antara sinyal tegangan pemicuan sakelar, sinyal arus di diode, dan sinyal tegangan di beban. 

Gambar 16. Pengaruh pemicuan pada arus di kedua kapasitor dan tegangan di beban.

Fokus di Gambar 16 adalah arus di kapasitor, dan bagaimana hubungannya dengan sinyal tegangan pemicuan sekelar MOSFET dan sinyal tegangan keluaran di beban resistor. Dapat dilihat bahwa arus di kedua kapasitor itu berbanding lurus. Kemudian dapat dilihat juga bahwa arus di kedua kapasitor itu memiliki nilai negatif dan positif. Ini artinya bahwa ada saat arus di kedua kapasitor itu berbalik arah. Arus negatif hanya berarti arahnya berlawanan dengan konvensi penandaan arah arus, demikian juga sebaliknya. Saat MOSFET menutup, arus keluar dari kapasitor. Saat MOSFET membuka, arus masuk ke kapasitor. 

Untuk tulisan ini dan banyak pembahasan di artikel saya yang lain, saat menyebut arus di kapasitor maka yang dimaksud adalah dalam konteks analisis rangkaian yang praktis. Di dalam fisik komponen kapasitor terdapat bagian isolator yang dinamakan dielectric. Karena itu jika ingin mengetahui lebih jauh dari sekadar pemahaman praktis tentang aliran arus di kapasitor, silakan mencari keterangan tambahan dengan mempergunakan search engine seperti Google atau Bing. Sebagai awalan, gunakan kata-kata kunci displacement current dan Maxwell’s equations

Gambar 17. Pengaruh pemicuan pada arus di kedua induktor dan tegangan di beban.

Gambar 17 dibuat untuk memfokuskan perhatian ke kondisi arus di kedua komponen induktor dalam rangkaian SEPIC. Pembacaan pola gelombang ini dilakukan dengan tetap menjadikan sinyal pemicuan MOSFET dan sinyal tegangan keluaran sebagai patokan acuan. Yang paling mudah dilihat adalah bahwa nilai arus di kedua induktor berbanding lurus. Ini adalah korelasi tetapi bukan hubungan kausalitas. Kedua sinyal itu dipicu oleh kerja/aktivitas MOSFET. Kemudian bisa diperhatikan adalah bahwa polaritas arus di kedua induktor tetap. Ini artinya arah arus di semua induktor itu tetap, dan searah dengan konvensi tanda arah arus. Berikutnya bisa dilihat bahwa gejala arus di semua konduktor berbanding terbalik dengan nilai tegangan di beban. Saat MOSFET aktif, besar arus di kedua induktor bertambah, tetapi justru nilai tegangan beban menurun (yang secara implisit artinya bahwa nilai arus ke beban resistor itu juga menurun). Sebaliknya saat MOSFET non-aktif, besaran arus di kedua induktor mengalami penurunan, tetapi justru nilai (arus dan) tegangan di beban resistor meningkat. Mengapa ini terjadi? Adakah penjelasan yang lebih dalam? Coba lanjutkan baca bagian di bawah ini.

Gambar 18. Simulasi dengan fokus pengaruh MOSFET on pada kondisi arus dan tegangan di tiap komponen.

Jika anda membuka Gambar 5 di new tab atau new page, anda akan lebih mudah memahami pembacaan gejala sinyal di Gambar 18. Di gambar ini, nodel2a (nodeL2a) sengaja dimunculkan dua kali di plot pane yang berbeda. Di pane bagian atas, ditampilkan gambar gelombang tegangan yang utuh di node nodel2a, yaitu dari -8.9 V sampai 12.5 V. Sedangkan di pane di bagian bawah tegangan di node nodel2a hanya diatur untuk menampilkan bagian gelombang yang negatif saja.

Saat MOSFET aktif/on maka tegangan di node nodeM1a secara praktis adalah 0 V (tepatnya di bawah 80 mV akibat ketidakidealan MOSFET), karena dihubungkan dengan ground. Saat itu aliran arus yang melintasi L1 meningkat, dari titik nilai arus terendahnya menuju ke titik nilai arus tertingginya. Dengan pertambahan arus, maka nilai tegangan di induktor L1 juga meningkat. Jika ketidakidealan sementara dapat dikesampingkan maka nilai tegangan di L1 akan sama dengan nilai tegangan di sumber, yaitu 9 V. Ini karena saat sakelar MOSFET menutup, secara praktis L1 terhubung paralel dengan sumber tegangan ideal.    

Saat MOSFET aktif/on maka kapasitor C1 akan terhubung paralel dengan induktor L2. Seandainya dalam kondisi ideal maka nilai tegangan di (kaki-kaki) L2 akan sama persis dengan nilai tegangan di (kaki-kaki) C1. Di Gambar 18, gelombang tegangan di C1 ada di pane paling atas, karena posisi C1 ada di antara nodeM1a dan nodeL2a. Nilai maksimumnya sekitar 9 V, sama dengan nilai tegangan masukan. Sedangkan posisi L2 berada antara nodeL2a dan ground. Rantang nilai tegangannya adalah -8.9 V sampai 12.5 V. Di pane kedua dari bawah, sengaja diatur agar kita bisa fokus melihat gelombang tegangan di nodeL2a dalam rentang negatifnya. Di sana bisa dilihat bahwa nilai tegangan di L2 (nodeL2a-gnd) saat sakelar MOSFET on adalah sekitar -8.9 V. Ini adalah nilai tegangan di kapasitor C1, bukti bahwa pada kondisi ini C1 dan L2 secara praktis terhubung paralel. Dengan mengingat dan memperhatikan KVL, maka nilai tegangan di loop tertutup C1 dan L2 adalah nol volt. Anda bisa lihat di hasil simulasi di Gambar 18 bahwa pada saat ini nilai V(nodel2a) bahkan negatif terhadap acuan ground. Karena itu dapat mudah dipahami bahwa pada kondisi sakelar MOSFET tertutup ini, diode D1 dalam keadaan terbuka / tidak menghantar. Nilai tegangan V(out) terhadap ground adalah sekitar 12.1 V. Tetapi nilai node di sisi anode D1 adalah -21.1 V terhadap sisi katodenya. Sisi katode D1 adalah node yang sama dengan node out beban (lihat Gambar 5).

Saat MOSFET aktif/on arah arus yang sebenarnya di C1 berlawanan dengan konvensi arah arus, karena itu diberi tanda negatif. Arah arus yang sesungguhnya adalah keluar dari kapasitor C1 menuju MOSFET kemudian lanjut menuju L2 untuk kembali lagi ke kapasitor melalui kaki C1 yang berbeda. Polaritas tegangan di C1 tidak berubah, hanya saja nilainya menurun/berkurang. Ini dikarenakan pada saat inilah kapasitor C1 mengeluarkan energi yang disimpannya dalam bentuk medan listrik melalui arus yang akan menambah cadangan energi di L2. Dengan kata lain, secara informal, C1 sedang membuang muatan ke L2.  

Gambar 19. Pengaruh MOSFET on dan MOSFET off pada kondisi arus dan tegangan di tiap komponen.

Gambar 19 ini pada dasarnya hampir sama dengan Gambar 18. Hanya saja Gambar 18 difokuskan untuk kondisi MOSFET on, sedangkan gambar terakhir ini untuk kondisi sakelar MOSFET off yang sebenarnya lebih mudah untuk dipahami. Dimulai saat tingkat tegangan pemicuan MOSFET turun ke nol volt. Maka saat itulah tegangan dan arus di beban menuju nilai maksimum. Bagaimana ini bisa terjadi?

Saat MOSFET membuka ini, nodeM1a tidak lagi terhubung ‘langsung’ dengan node ground (agar lebih mudah lihat Gambar 5 di new tab atau di new window). Polaritas konduktor L1 berbalik tanda dari tadinya positif menjadi sekarang negatif. Jika anda lupa dengan efek back EMF, lihat kembali Gambar 20 (a) berikut ini. 

Gambar 20. Perubahan polaritas di induktor (electricalacademia)

Berbeda dengan tegangan di L1, sekalipun tegangan di L2 juga berbalik tanda, tetapi arah perubahannya berbeda. Perlu juga diingat bahwa kedua kaki konduktor L1 pada dasarnya ‘mengambang’. Hanya saat MOSFET aktif saja salah, satu kakinya akan terhubung ke ground. Kondisi koneksi L1 ini tidak sama dengan L2 yang salah satu kakinya selalu terhubung ke node acuan ground. Untuk konvensi arah tanda lihatlah Gambar 5.

Di Gambar 19 terlihat bahwa tegangan di nodeL2a yang tadinya negatif terhadap ground saat MOSFET aktif, sekarang menjadi bernilai positif terhadap ground saat MOSFET non-aktif. Sebelum melanjutkan, perlu dipahami lagi bahwa penempatan dan pengaturan arah polaritas model komponen L2 berbeda dengan L1 (lihat Gambar 5). Tetapi pada keduanya terjadi pembalikan polaritas sebagaimana seharusnya.

Jika nodeL2a menjadi lebih positif sekitar 12.5 V daripada gnd, artinya bahwa saat MOSFET off polaritas tegangan di L2 berbalik tanda. Saat ini diode D1 yang tadinya off menjadi on, mengalirkan arus dari nodeL2a ke node out.  Arah arus L2 tetap dari sisi kaki node gnd ke nodeL2a.

Di Gambar 19 bisa dilihat bahwa apa pun kondisi penyakelaran MOSFET, polaritas (arah) arus di kedua konduktor tidak pernah berubah. Hanya besaran nilainya saja yang bertambah atau berkurang. Karena itu kondisi polaritas trend arus di L1 dan L2 sama. 

Saat MOSFET off ini, nilai tegangan di kapasitor C1 menurun. Tetapi polaritas tegangan di kapasitor C1 tidak pernah berubah, bisa di lihat di plot pane nomor dua dari atas di Gambar 19. Tetapi arah arus di C1 yang justru berbalik, sekarang menjadi positif karena arus masuk dari L1 ke C1. Arus ini kemudian dari C1 akan melalui D1 menuju C2 dan beban. 

Sama halnya dengan kapasitor C2 yang satu kakinya terhubung ke ground dan satu lagi terhubung ke node out. Bisa dilihat di Gambar 5 bahwa posisi C1 adalah benar-benar paralel dengan beban R1. Di saat MOSFET off ini, nilai tegangan di kapasitor C2 juga menurun. Tetapi polaritas tegangannya pun (kapasitor C2) tidak pernah berubah, bisa di lihat di plot pane paling atas di Gambar 19 (node out). Tetapi sama dengan C1, arah arus di C2 yang justru berbalik. Sekarang menjadi positif karena arus masuk dari L1 (melewati C1) ditambah arus masuk dari L2, keduanya melalui D1 menuju C2 (dan R1).

Masihkah ingat ‘eLi the iCe man’ dan teman-temannya? Dari operasi sistem rangkaian SEPIC ini, pelajaran yang mendasar (fundamental) kembali menunjukkan arti pentingnya.

Komponen inductor memiliki sifat utama inductance di samping sifat parasitic lainnya. Komponen ini menyimpan energi dalam bentuk medan magnet. Induktor melawan perubahan arus dengan cara menyimpan atau mengeluarkan energi dalam bentuk arus. Dalam operasi SEPIC ini bisa diperhatikan bahwa sesuai sifatnya, polaritas / arah arus induktor tidak pernah berubah tanda. Induktor bahkan ‘berusaha’ mempertahankan nilai besaran arus. Tetapi, polaritas tegangan induktor yang justru berubah tanda sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan arah dan besar arus. Perubahan ini terlihat jelas di Gambar 20.

Berkebalikan dan komplementer dengan induktor adalah komponen kapasitor. Komponen capacitor memiliki sifat utama capacitance di samping sifat parasitic lainnya. Komponen ini menyimpan energi dalam bentuk medan listrik. Kapasitor melawan perubahan tegangan juga dengan cara menyimpan atau mengeluarkan energi dalam bentuk arus. Dalam operasi SEPIC ini bisa diperhatikan bahwa sesuai sifatnya, polaritas / arah tegangan kapasitor tidak pernah berubah tanda. Kapasitor bahkan ‘berusaha’ mempertahankan nilai besaran tegangan di node dengan cara menyimpan kelebihan tegangan atau menambahi level tegangan. Tetapi, polaritas arus kapasitor yang justru berubah tanda sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan polaritas dan besar tegangan.

Kita juga bisa memperhatikan mengapa justru pada saat MOSFET dalam kondisi on, nilai arus dan tegangan di beban justru menurun/berkurang? Saat MOSFET aktif / menutup itu, justru beban hanya mendapat pasokan arus dari kapasitor C2. Kapasitor ini berusaha mempertahankan tingkat tegangan di node out yang juga salah satu node keluaran beban R1. Beban R1 yang paralel dengan C2 terpisah dari bagian rangkaian lainnya karena saat MOSFET menutup ini D1 akan terbuka / tidak aktif. Alasan detailnya telah dijabarkan di paragraf sebelumnya.

Sedangkan saat MOSFET off, beban R1 mendapat pasokan energi dari L1 dan L2 yang saat MOSFET on telah berkesempatan untuk menambah cadangan energinya. Karena itu pada saat MOSFET tidak aktif inilah justru nilai arus dan tegangan di beban berada pada nilai yang paling besar.

Gambar 20 menunjukkan bahwa nilai daya terbesar yang disalurkan adalah pada saat MOSFET aktif. Karena pada saat inilah sumber tegangan ideal memberikan energi dalam bentuk arus ke L1 untuk disimpan dalam bentuk medan magnet oleh induktor tersebut. Pengaturan siklus penyimpanan dan pengosongan  energi ini diatur dengan mempergunakan nilai duty cycle. Tanda negatif pada daya di sumber tegangan adalah karena LTspice mempergunakan passive sign convention, lihat kembali Gambar 13. 

Gambar 21. Power dissipation di sumber tegangan ideal.

 


font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆ 

Beberapa alternatif simulasi pemicuan sakelar di PSIM (student version)

Mari memulai dari contoh bagaimana suatu open-loop SEPIC circuit hendak dirancang.  Polanya sama dengan yang ditampilkan pada artikel sebelumnya, yaitu didahului dengan perancangan di Power Stage Designer Tool (versi 4.0).  

Tujuan rancangan awal yang diinginkan adalah untuk mendapatkan sebuah rangkaian konverter open-loop SEPIC. Rangkaian dasar ini nanti dapat dilanjutkan menjadi sebuah sistem closed-loop SEPIC. Sistem DC-DC converter SEPIC yang diinginkan adalah yang mampu mengalirkan sejumlah 0.35 A ke beban, dengan level tegangan terminal keluaran konverter sebesar 12 V. Input rangkaian berupa tegangan DC antara 8 V sampai 17 V. Operasi penyakelaran sebesar 330 kHz. Batas riak arus (current ripple) pada induktor yang diinginkan maksimum sebesar 90%. Rancangan awal dengan PSD dapat dilihat di Gambar 1 berikut ini.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Rancangan awal rangkaian dengan PSD

Gambar 2. Contoh pengaturan tegangan input dengan slider.

Di Gambar 2 bisa dilihat bahwa pengguna/perancang bisa melakukan simulasi nilai input menjadi sebesar 8.99 V dari batas rentang antara 8 V sampai 17 V. Namun cara yang lebih mudah dan tepat adalah untuk sementara mengganti semua nilai tegangan masukan menjadi sebesar 9 V seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Semua nilai input diganti menjadi 9 V.

Gambar 4. Simulasi rancangan di PSIM

Hasil rancangan awal di PSD kemudian dilanjutkan dengan simulasi di PSIM student version seperti di Gambar 4. Ini adalah salah satu bentuk alternatif pemicuan MOSFET di PSIM. Pemicuan MOSFET ideal ini dapat menggunakan ‘square-wave voltage source’, dengan detail seperti di Gambar 5.

Gambar 5. Pengaturan parameter untuk square-wave voltage source.

Nilai duty cycle sebesar 58.53% yang dengan mudah diperoleh menggunakan PSD, dimasukkan sebagai 0.5853 di PSIM. Demikian juga nilai frekuensi 330 kHz dimasukkan sebagai 330k.

Gambar 6. Nilai average dan RMS hasil simulasi PSIM (Simview).

Gambar 7. Penggunaan Parameter File di PSIM.

Simulasi di Gambar 7 pada dasarnya serupa dengan simulasi sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah penggunaan fasilitas Parameter File. Seperti terlihat dengan penggunaan fasilitas ini parameter komponen dapat dikumpulkan dengan rapi di dalamnya. Bahkan jika dikehendaki isi file dapat juga ditampilkan di schematic.

Gambar 8. Hasil simulasi, zoom-in.

Di Gambar 8 dapat dilihat bagimana pengaruh penyakelaran MOSFET pada arus di induktor L1, L2, dan arus di R1. Dari gambar ini bisa diperhatikan bagaimana kondisi pada saat MOSFET on dan juga bagaimana pada saat MOSFET off.

Gambar 9. Penggunaan bi-directional switch.

Jika sebelumnya on-off switch controller dipergunakan untuk membantu pemicuan MOSFET, maka di Gambar 9 bisa dilihat bahwa sakelar elektronik berupa MOSFET diganti dengan bi-directional switch. Sama seperti komponen lain dalam simulasi, Flag dapat diberi nilai 1 agar arus/tegangan di komponen tersebut dapat disimpan. Tetapi untuk simulasi ini akan dicontohkan penggunaan voltage probe dan current probe

Gambar 10. Hasil simulasi dengan bi-directional switch.

Gambar 11. Hasil simulasi (average & RMS) dengan bi-directional switch.

Gambar 12. Arah aliran arus melewati kapasitor saat kondisi sakelar on & off.

Gambar 12 merupakan penjelas dari Gambar 10 dan Gambar 11 khusus untuk menunjukkan perubahan arah aliran arus di kapasitor. Bisa dilihat di Gambar 10 maupun Gambar 11 bahwa arah arus yang melintasi kedua induktor adalah tetap. Begitu pun dengan arah arus di beban. Untuk arah arus di switch dan diode juga tetap tetapi ada saat mengalami discontinuity (arus dapat bernilai 0 A), lihat Gambar 13 berikut ini. 

Gambar 13. Nilai aliran arus melewati switch dan diode saat kondisi switch on & off.

Penandaan negatif mauppun positif (biasanya tidak ditulis) hanya menunjukkan arah arus sebenarnya, relatif terhadap arah arus konvensi (yang ditetapkan dari awal sebagai rujukan). Untuk mengingat kembali tentang passive sign convention, dapat melihat di halaman Wikipedia ini. Perubahan arah arus sebenarnya di kedua kapasitor yang ditunjukkan dengan kurva di Gambar 12 dapat dilihat dengan lebih jelas di Gambar 14 berikut ini. Ingat tentang kondisi posisi switch on saat arah arus ini terjadi (tanda panah hijau), sehingga nilai arus diberi tanda negatif. Jika sakelar/switch dalam posisi off maka arah arus justru akan sama dengan arah tanda panah konvensi arus yang berwana merah, maka nilai arusnya positif. Perubahan polaritas ini terus menerus terjadi selama penyakelaran terjadi.   

Gambar 14. Arah arus melewati kedua kapasitor saat kondisi switch on.

 

Gambar 15. Simulasi SEPIC di PSIM menggunakan pemicuan Gating Block.

Gambar 15 menunjukkan bahwa pemicuan juga dapat dilakukan dengan menggunakan Gating Block. Perbedaannya adalah pada penulisan pengaturan waktu pemicuan. Jika input frekuensi sama dengan nol maka switching points akan bermakna seconds, sedangkan jika nilai frekuensi tidak nol seperti contoh maka  switching points akan dihitung dalam degree. Duty cycle sebesar 58.53% sebanding nilainya dengan 210.708 derajat.

Gambar 16. Arah arus melewati kedua kapasitor saat kondisi switch on, dari  9 V ke 12 V .

Gambar 16 merupakan hasil simulasi dari sistem SEPIC di Gambar 15, saat tegangan masukan sebesar 9 V dinaikkan menjadi 12 V di keluaran yang mengalirkan arus sebesar 0.35 A di beban. Arah arus (polaritas) di kapasitor sama dengan yang diperlihatkan di Gambar 12.

Di Gambar 16 juga diperlihatkan bahwa terdapat dua pengukuran arus yang melewati induktor L2. Sekalipun nilai (absolut) sama tetapi polaritasnya berbeda. Untuk memahami fenomena ini, lihat kembali Gambar 15. Posisi polaritas alat ukur I_L2 yang diwakili oleh tanda titik (dot) berbeda dengan polaritas konvensi penanda arus komponen induktor L2. Karena itu pada saat switch on, di L2 arah arus sebenarnya adalah dari ground ke titik node pertemuan antara C1, D1, dan I_L2. Karena arah arus sebenarnya bersesuaian dengan konvensi arus yang ditetapkan (melalui penempatan posisi tanda polaritas komponen), maka nilai arus adalah positif. Tetapi perlu diingat bahwa komponen fisik yang sesungguhnya dari induktor dan resistor tidak memiliki polaritas sebagai mana seperti kapasitor elektrolit (elco). Pada induktor tanda dot dipergunakan juga untuk menunjukkan arah masuk putaran kawat di inti (core). Arah arus sebenarnya pada saat sakelar hidup ini berlawanan dengan tanda polaritas di alat ukur I_L2, karena itu sekalipun nilainya sama dengan pembacaan arus L2 tetapi bertanda negatif.

Di Gambar 17 di bawah ini anda bisa melihat hasil simulasi rangkaian yang sama di Gambar 15. Perbedaannya adalah bahwa rangkaian kali ini dipergunakan untuk menurunkan level tegangan input yang sebesar 15 V menjadi tegangan keluaran sebesar 12 V yang mengalirkan arus yang besarnya sama yaitu 0.35 A di beban. Untuk mencapai ini maka nilai sudut pemicuan diubah dari yang semula 210.708 menjadi 165.06. Bisa dilihat bahwa pola sinyal di Gambar 17 sama dengan pola sinyal di Gambar 16. Baik untuk step-up maupun step-down, cara kerja komponen akan sama walaupun nilai arus dan tegangannya berbeda.

Gambar 17. Arah arus melewati kedua kapasitor saat kondisi switch on, dari  15 V ke 12 V .

Gambar 18. Pemicuan MOSFET dengan menggunakan comparator.

Gambar 18 memperlihatkan alternatif lainnya untuk melakukan pemicuan sakelar elektronik berupa MOSFET. Cara yang diperlihatkan tidak asing lagi karena merupakan cara pembangkitan PWM yang klasik, yaitu memanfaatkan komponen comparator. Sinyal segi tiga dibangkitkan dan dihubungkan dengan sisi negatif comparator. Sedangkan nilai duty cycle diwakili oleh nilai teganan DC rata.

Gambar 19. Hasil simulasi dengan mempergunakan komponen pembanding.

Gambar 19 dapat dipakai untuk mempelajari tentang bagaimana cara kerja komponen comparator membandingkan tingkat tegangan masukan dan menghasilkan tegangan keluaran. Perhatikan juga bahwa tingkat keluaran maksimum on-off controller adalah 1 (satu) V, sekalipun nilai tengangan masukannya jauh lebih tinggi.

 

Gambar 20. Penggunaan Paramater Sweep di PSIM.

Suatu nilai/parameter di simulasi PSIM dapat diubah secara otomatis oleh sistem atas perintah pengguna. Kemudian simulasi akan dilakukan oleh PSIM untuk menghitung perubahan apa saja yang terjadi sebagai akibat dari perubahan satu parameter (atau lebih) itu tadi. Misalnya di Gambar 20 bisa dilihat bahwa saya hanya akan melakukan perubahan satu parameter saja, yaitu nilai kapasitor C1 yang diwaliki oleh variabel C1_val. Nilai ini akan diubah satu persatu secara bertahap, cara ini dinamakan stepping/sweeping. Misalnya di contoh nilai C1_val akan dinaikkan bertahap, mulai dari 1 μF sampai 10 μF, dengan setiap kali perhitungan kenaikan adalah sebesar 2 μF.

Gambar 21. Hasil simulasi stepping dengan Parameter Sweep di PSIM.

 

Demikian, di artikel ini coba dipaparkan beberapa contoh alternatif pemicuan sekaligus juga penjelasan unjuk kerja beberapa bagian dari rangkaian SEPIC. Semua simulasi ini pada dasarnya juga bisa dilakukan di simulator lain, misalnya LTspice, meskipun dengan pengaturan yang agak berbeda.

 


font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆ 

Pengerjaan contoh soal SEPIC dari buku Daniel W. Hart dengan PSDT 4.0, PSIM, dan LTspice

Salah satu (sumber) penjelasan yang baik mengenai SEPIC (Single-Ended Primary-Inductance Converter) terdapat di buku Daniel W. Hart; D. W. Hart, Power Electronics, 1st ed. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2010. Di Chapter 6, di halaman 236 terdapat contoh soal yang baik untuk dijadikan sebagai latihan pemahaman tentang bagaimana variabel-variabel (parameters) dari sebuah rangkaian SEPIC mempengaruhi unjuk kerja sistem. Di halaman tersebut sudah terdapat contoh pengerjaan manual, sehingga kali ini hanya akan dicoba dibuktikan dengan menggunakan Power Stage Designer Tool 4.0 dari Texas Instruments, PSIM 12.0.3 student version dari Powersim, dan LTspice dari Analog Devices.

Pada tulisan sebelumnya telah diperlihatkan bagaimana penggunaan  PSIM untuk rangkaian yang umum dipelajari pada mata kuliah Elektronika Daya I. Kali ini akan dicoba untuk memperlihatkan bagaimana simulasi rangkaian SEPIC dapat dilakukan dengan mempergunakan aplikasi yang secara legal diperoleh secara gratis dengan educational license

Soal dari buku Daniel W. Hart dipergunakan semata-mata untuk keperluan pendidikan, #FairUse.

Parameter rangkaian SEPIC:

Vs = 9 V
D = 0.4
f = 100 kHz
L1 = L2 = 90 μH
C1C280 μF
Io = 2 A

Carilah output voltage (tegangan keluaran) ; the average, maximum, and minimum inductor currents (arus induktor rata-rata, maksimum dan minimum); dan the variation in voltage across each capacitor (variasi tegangan di masing-masing kapasitor).

Perhitungan di buku coba direkonstruksi dengan menggunakan PSD (PSD 4.0/PSDT 4.0) yang juga bebas diperoleh gratis dari website Texas Instruments. Kapasitor C1 di soal adalah juga kapasitor C1 pada PSD 4.0, sedangkan C2 pada soal adalah Co pada rangkaian simulasi PSD 4.0. Komponen induktor L1 dan Lbersesuaian posisi pada rangkaian di PSD 4.0.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Simulasi contoh soal dengan PSD 4.0  

Gambar 2. Simulasi rangkaian SEPIC dengan PSIM.


Gambar 3. Hasil simulasi, nilai rata-rata tegangan keluaran.

Bandingkan Gambar 3 yang merupakan hasil dari simulasi PSIM dengan Gambar 4 berikut yang merupakan hasil dari rancangan awal dengan PSD 4.0.

Gambar 4. Hasil PSD 4.0, nilai tegangan keluaran dari rangkaian/sistem.
 Gambar 5. Nilai arus minimum dan maksimum di induktor L1 dengan arus keluaran rangkaian sebesar 2 A dan tegangan masukan 9 V.

Gambar 6. Nilai arus rata-rata di induktor L1 menurut simulasi PSIM.

Gambar 7. Zoom in di hasil simulasi PSIM untuk nilai arus di induktor L1.

Di Gambar 7, bisa dilihat berapa nilai maksimum, berapa nilai minimum dan juga berapa nilai selisih (delta, ∆) untuk arus di induktor L1.

 

Gambar 8. Nilai arus minimum dan maksimum di induktor L2 dengan arus keluaran rangkaian sebesar 2 A dan tegangan masukan 9 V.

Gambar 9. Zoom in di hasil simulasi PSIM untuk nilai arus di induktor L2.


Gambar 10. Nilai tegangan minimum dan maksimum di kapasitor C1 dengan arus keluaran rangkaian sebesar 2 A dan tegangan masukan 9 V.


Gambar 11. Zoom in di hasil simulasi PSIM untuk nilai arus di kapasitor C1.

Di Gambar 11, bisa dilihat berapa nilai maksimum, berapa nilai minimum dan juga berapa nilai selisih (delta, ∆) untuk tegangan di kapasitor C1.

Gambar 12. Rangkaian simulasi PSIM untuk melihat simulasi penyulutan pada gate MOSFET dan nilai tegangan keluaran rangkaian/sistem.


Gambar 13. Hasil simulasi PSIM untuk penyulutan pada gate MOSFET dan nilai tegangan keluaran rangkaian/sistem.


Gambar 14. Hasil zoom-in simulasi PSIM untuk penyulutan pada gate MOSFET dan nilai tegangan keluaran rangkaian/sistem.

Telah dapat dilihat pada rangkaian gambar sebelum ini bagaimana rancangan konverter elektronika daya berupa SEPIC yang awalnya disimulasikan dengan PSD/PSDT kemudian disimulasikan dengan simulator lain, yaitu PSIM. Berikutnya, bagaimana jika rangkaian yang sama (bersumber dari contoh soal di buku) itu disimulasikan di LTspice? Simulator LTspice adalah simulator SPICE yang secara legal dapat diperoleh secara gratis.  Dahulu installer dapat diunduh di situs Linear Technology, perusahaan pembuatnya. Namum sekarang setelah Linear Technology dibeli dan menjadi bagian dari perusahaan Analog Devices, maka simulator ini dapat di unduh di tempatnya yang baru, di sini

Gambar 15. Rangkaian simulasi SEPIC di simulator LTspice. 

Tanda panah berwarna merah di Gambar 15 menunjukkan konvensi penandaan arah arus di komponen yang terdekat dengan tanda panah itu. Konvensi ini mengikuti penandaan pada buku Daniel W. Hart, agar lebih mudah untuk memahami cara kerja open-loop SEPIC circuit berdasarkan hasil simulasi LTspice yang akan ditampilkan kemudian.

Gambar 16. Kondisi rangkaian SEPIC saat sakelar MOSFET menutup dan diode off

Gambar 17. Kondisi rangkaian SEPIC saat sakelar MOSFET terbuka dan diode on

Gambar 18. Hasil simulasi contoh soal rangkaian SEPIC dengan LTspice. 

Jika anda perhatikan pada Gambar 18, terdapat tanda negatif pada kurva untuk iL1 dan iL2. Hal ini hanya pengaturan kecil dan tidak mempengaruhi besaran nilai, hanya polaritas (arah arus) saja yang berubah. Pemberian tanda minus/negatif ini agar arah arus pada kedua induktor akan sama dengan penandaan/konvensi arah arus pada Gambar 15.

Telah dapat dilihat bahwa LTspice dapat berfungsi sama dengan PSIM untuk simulasi SEPIC. Apa fokus simulasi yang dilakukan di LTspice dapat diatur sendiri sesuai keperluan dan rasa ingin tahu. Ikuti terlebih dahulu pengaturan seperti pada Gambar 18, agar anda dapat membayangkan apa yang terjadi pada kondisi di Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17. Berikutnya anda bisa fokus pada masing-masing bagian sehingga LTspice dapat memberikan hasil seperti yang ditampilkan oleh PSIM di gambar-gambar sebelumnya.

Sebenarnya PSIM telah memiliki fasilitas untuk dapat melakukan simulasi SPICE di dalam software PSIM. Sehingga pengguna tidak perlu memanggil aplikasi lain untuk melakukan simulasi SPICE, misalnya CoolSPICE atau LTspice. Sayangnya untuk student version seperti yang dipergunakan di sini, fasilitas itu tidak diberikan. Namun demikian, telah dapat dibuktikan untuk sebatas keperluan belajar ini, versi PSIM yang diberikan masih memadai.

Gambar 19. Perbedaan fasilitas pada versi-versi PSIM.

 


font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆ 

PWM, average & rms

Motivasi

Pada artikel sebelumnya, telah dikumpulkan alur belajar tentang frekuensi, periode, duty cycle, dan PWM. Di artikel itu diharapkan sudah dapat terselesaikan permasalahan tentang pengukuran dan pengaturan waktu pada sinyal PWM.

Di instrumen oscilloscope hasil pengukuran rentang waktu yang berlalu ditampilkan pada sumbu horizontal. Pengaturan tampilan dilakukan dengan manipulasi pada knob time/div.

Langkah berikutnya adalah menentukan besar nilai sinyal. Bisa berupa nilai arus atau yang lebih sering adalah nilai tegangan. Di oscilloscope besar sinyal diukur pada sumbu vertikal. Pengaturan tampilan dilakukan dengan memanipulasi knob volt/div.

Dapatkah anda menghitung dan memahami nilai pengukuran dari simulasi pada Tina-TI di Gambar 1?


Gambar 1. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

 Rectangular, Square, Pulse train 

Pengukuran besar sinyal tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang besar nilai (absolut), tetapi juga memerlukan pengetahuan tentang bentuk gelombang dan polaritas.

Ada beberapa istilah yang bisa menimbulkan kebingungan, misalnya:

Rectangular wave, square wave, unidirectional waveforms, bidirectional waveforms, alernating waveforms, pulse, pulse train.

Penyebutan nama gelombang biasanya juga berdasar pada tipenya secara matematis.

Image result for Square and Rectangle difference.wiki"

Gambar di atas ini mungkin akan dapat cepat mengingatkan kita akan perbedaan keduanya.

Kata rectangle dapat ditermahkan menjadi segi empat atau (yang lebih tepat) persegi panjang. Berikut ini ilustrasi yang diambil dari Wikipedia:

Rectangle Geometry Vector.svg

Sedangkan segi empat yang sama sisi disebut sebagai square. Biasa diterjemahkan sebagai persegi atau (yang lebih umum) bujur sangkar. Berikut adalah gambar dari Urban Dictionary:

Image result for

Sudahkah menjadi jelas perbedaan antara square dengan rectangle? Jika belum, lihatlah gambar yang diperoleh dari Quora berikut ini:

Dalam bahasa Indonesia, kadang-kadang beberapa penyebutan berbeda mengacu pada geometri yang sama.

Silakan baca artikel menarik dengan penjelasan rinci dari mikirbae yang salah satu gambarnya saya kutip sebagai berikut:

aneka bangun datar

Juga penjelasan dan contoh soal dari situs “ukuran dan satuan“:

Istilah atau kata kotak sendiri memiliki konsekuensi adanya volume. Tetapi kata ini sering dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memiliki bentuk dua dimensi seperti persegi/bujur sangkar dan persegi panjang. Maka sering ditemui istilah ‘gelombang kotak’.

Setelah menyegarkan kembali ingatan tentang persamaan dan perbedaan antara square (persegi atau bujur sangkar) dengan rectangle (segi empat atau persegi panjang), kita bisa melanjutkan ke penerapannya pada penamaan gelombang.

Penamaan ‘gelombang kotak’ dapat menimbulkan kerancuan jika tidak diperhatikan dan dipilah dengan baik. Untuk itu setelah frekuensi dan periode dibahas di artikel sebelumnya, kali ini kita lanjutkan dulu pembahasan mengenai penamaan gelombang berdasarkan lebar pulsanya (pulse width) baru kemudian mempelajari mengenai polaritas sinyal.


Gambar 2. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 3. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 2 yang diperoleh dari Wikipedia memperlihatkan perbandingan antara square wave dengan bentuk gelombang yang lain. Abaikan terlebih dahulu amplitudo dan polaritas gelombang. Perhatikan dulu lebar pulsanya (pulse width), perbandingan antara waktu ON (high) terhadap waktu OFF (low).

Gambar 3, yang juga diperoleh dari Wikipedia menunjukkan gelombang yang dinamakan sebagai rectangular wave atau pulse wave atau pulse train. Bisa dilihat bahwa lebar pulsa tidak lagi 50 %, meskipun bentuknya sama-sama menyerupai ‘kotak’.

Dikatakan juga bahwa square wave (gelombang persegi atau bujur sangkar) merupakan ‘kasus khusus’ dari rectangular wave. Yaitu suatu rectangular wave yang memiliki duty cycle sebesar 50 %.

Setelah memahami persamaan dan perbedaan antara square wave dengan rectangular wave berdasarkan lebar pulsa (pulse width) arau duty cycle, berikutnya kita akan melihatnya dari sisi polaritas sinyal.

Suatu sinyal (signal) dikatakan memiliki polaritas yang berbalik (alternate) jika amplitudonya berubah/berpindah dari positif ke negatif, atau sebaliknya. Bisa juga disebut sebagai bidirectional waveforms atau alernating waveforms.

Sinyal yang tidak pernah mengalami perubahan polaritas disebut sebagai unidirectional waveforms. Baik square wave maupun rectangular wave (selain square wave) dapat merupakan sinyal  yang unidirectional maupun bidirectional/alternating/bipolar.


Gambar 4. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 4 diperoleh dari situs produsen instrumen elektronik Tektronix. Pada gambar itu baik square wave maupun rectangular wave merupakan alternating wave/bidirectional wave/bipolar. Berbeda dengan Gambar 3 yang menunjukkan rectangular wave yang unipolar.

Pemahaman ini penting karena kadang-kadang ditemui keterangan/gambar yang hanya menyampaikan kombinasi yang tidak lengkap. Misalnya pada Gambar 5 berikut ini yang diperoleh dari situs yang sangat bagus dalam membahas ilmu elektrikal milik James Irvine. Pada tabel di Gambar 5 di bawah ini square wave yang ditampilkan merupkan gelombang yang alternating wave/bipolar wave/bidirectional wave. Sedangkan rectangular wave yang ditampilkan adalah unidirectional wave. Yaitu gelombang yang nilainya positif saat high, dan akan bernilai 0 saat low.


Gambar 5. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

 Unidirection Rectangular Wave 

Untuk memudahkan pembahasan, kita mengikuti filosofi bahwa sebaiknya kita belajar dengan sesuatu yang sederhana terlebih dahulu. Setelah bentuk yang sederhana dipahami barulah secara bertahap kita dapat menambah kompleksitas bahan belajar. Untuk itu, dalam belajar melakukan perhitungan amplitudo gelombang kotak (square wave/rectangular wave), kita sebaiknya mulai dari tipe unidirectional wave. Sinyal yang akan dihitung hanya berada dalam satu polaritas saja yaitu wilayah positif. Pada keadaan terendahnya sinyal ini akan bernilai 0 (nol) volt atau 0 (nol) ampere.


Gambar 6. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Dapatkah anda menghitung nilai average (rata-rata) dan rms pada Gambar 6, yang merupakan hasil simulasi dengan Tina-TI, di atas?

Gelombang pada Gambar 6 adalah square wave, yaitu sinyal PWM rectangular wave yang memilki duty cycle sebesar 50 %. Lebar pulsa, pulse width atau positive pulse width sebesar 10 ms. Periode untuk satu siklus penuh adalah 20 ms. Tegangan maksimum pada saat ON (high) adalah 5 V, sedangkan tegangan minimum saat OFF (low) adalah sebesar 0 V.

Persamaan berikut dipakai untuk mencari nilai rata-rata (average):

Untuk sinyal pada Gambar 6, perhitungan akan seperti ini:

Untuk mencari nilai rms (root-mean-square) dari gelombang kotak persegi (square wave) dapat dipakai persamaan berikut:

Untuk sinyal pada Gambar 6, akan didapat hasil:

Kedua perhitungan itu sebenarnya sama, tetapi berbeda cara dalam menyatakan pemisahan nilai desimal. Yang satu menggunakan ‘koma’ dengan tanda koma (,) sedang yang lain menggunakan tanda titik (.) untuk ‘koma’ (pemisah nilai desimal).


Gambar 7. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Pada Gambar 7, dapat dilihat gelombang kotak yang merupakan rectangular wave. Yaitu pulse train dari PWM yang duty cycle-nya tidak bernilai 50 %. Nilai pulse width (pulse active time) sebesar 5 ms, sedangkan nilai negative pulse width sebesar 15 ms, sehingga nilai periode sebesar 20 ms.

Pada bentuk sinyal seperti ini, nilai rata-rata (misalnya tegangan rata-rata) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Untuk Gambar 7, hasil perhitungan akan seperti ini:

Anda mungkin memperhatikan bahwa sekalipun hasilnya berbeda, tetapi persamaan untuk mencari nilai rata-rata pada Gambar 7 sama dengan persamaan rata-rata pada Gambar 6.  Bedanya pada square wave nilai positive pulse width selalu setengah dari besar nilai periode.

Untuk mencari nilai rms pada rectangular wave seperti pada Gambar 7 dipergunakan persamaan berikut:

Persamaan ini juga dapat dipergunakan pada unidirectionial square wave karena gelombang itu merupakan kasus khusus dari unidirectional rectangular wave.

Hasil perhitungan untuk Gambar 7 akan seperti ini:

 Bidirection Rectangular Wave 

Pada percobaan dasar di laboratorium elektronika daya, umumnya yang dipergunakan adalah unidirectionial wave. Tetapi kadang-kadang kita akan menemui gelombang yang bipolar, memiliki nilai positif dan negatif. Seperti simulasi dengan Multisim Live pada Gambar 8 berikut ini.


Gambar 8. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 9. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Gambar 10. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Untuk mempermudah belajar kita akan mencari contoh yang mudah untuk dipahami. Saya menemukan contoh yang bagus untuk dijadikan bahan belajar untuk menentukan nilai rata-rata bipolar/bidirectional rectangular wave. Gambar 9 adalah visualisasi dengan simulasi LTspice dari contoh perhitungan yang saya capture dan tampilkan pada Gambar 10. Kuncinya adalah perthitungan integral (jumlah) dari keseluruhan nilai amplitudo sinyal (misalnya tegangan) untuk seluruh rentang periode dibagi dengan periode. Pada kedua gambar dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sama dengan 1,8 V.

Untuk mencari nilai rms pada Gambar 9 di atas (klik Gambar 9 untuk memperbesar tampilan), maka diperlukan persamaan sebagai berikut:

Pada contoh Gambar 9 hasil perhitungannya akan sama dengan hasil simulasi, yaitu:

Bagaimana dengan rectangular wave yang memiliki postur simetris seperti pada Gambar 8 di atas? Kita dapat melakukan simulasi kembali dengan LTspice seperti pada Gambar 11.


Gambar 11. [ Klik gambar untuk memperbesar tampilan ]

Hasil simulasi LTspice pada Gambar 11 dapat dibandingkan dengan perhitungan manual. Perhitungan untuk nilai rata-rata dapat menggunakan persamaan yang sama seperti pada Gambar 10. Baik hasil perhitungan maupun penalaran sederhana akan menghasilkan nilai yang sama, yaitu 0 (nol). Luas wilayah positif sama persis dengan luas wilayah negatif, karena itu nilai rata-ratanya sama dengan nol.

Adapun hasil pada Gambar 11 yaitu 9,1667 nV merupakan ketidakidealan yang dapat diabaikan dan diartikan sama dengan nol untuk gelombang ideal. Pengukuran pada sistem fisik juga akan memberikan nilai yang hampir selalu tidak ideal. Baik karena bentuk sinyal/gelombangnya ataupun karena akurasi & resolusi sistem alat ukurnya.

Pada Gambar 11 di atas pula bisa kita lihat nilai rms yaitu sebesar 5 V. Memang untuk bidirectional square wave/bipolar pulse waveform seperti itu, nilai rms selalu sama dengan nilai puncaknya.

Jika tertarik untuk lebih lanjut mempelajari tentang perhitungan rectangular wave/square wave baik yang unidirectional maupun yang alternating / bipolar / bidirectional, dapat membaca dua artikel berikut:

  1. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  2. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.

 TEXT: 

  1. Square [Wikipedia]
  2. Square [Math is fun]
  3. Square [Britannica]
  4. Difference Between Square vs. Rectangle
  5. Rectangle [Wikipedia]
  6. Theorems about Quadrilaterals
  7. rectangle
  8. What is the difference between a square and a rectangle?
  9. Jenis dan Sifat Segiempat
  10. Berapa Jumlah Besaran Sudut dalam Suatu Bidang Segi Empat?
  11. Electropedia
  12. A Dictionary of Electronics and Electrical Engineering (5 ed.)
  13. KBBI Daring
  14. Frequency [Wikipedia]
  15. What is frequency?
  16. Frequency [earthguide]
  17. Wave Variables [Texas Gateway]
  18. Square pulse train [electropedia]
  19. Electrical Waveforms
  20. Square wave [Wikipedia]
  21. Pulse wave [Wikipedia]
  22. Square Wave
  23. Tutorial 2 – Waveforms
  24. How to derive the rms value of pulse and square waveforms
  25. RMS of A Square Pulse Train – John Dunn, Consultant, Ambertec, P.E., P.C.
  26. Waveform and Signal Analysis
  27. What is duty cycle?
  28. Pulse Width Modulation
  29. Duty cycle [Wikipedia]
  30. Laureate Duty Cycle & Pulse Width Modulation (PWM) Meter
  31. analogWrite()
  32. Secrets of Arduino PWM
  33. Arduino-PWM-Frequency
  34. What is a Pulse Width Modulation (PWM) Signal and What is it Used For?
  35. Pulse Width Modulation
  36. Pulse-width modulation [Wikipedia]
  37. Pulse Width Modulation
  38. PWM
  39. Pulse Width Modulation [Sparkfun]
  40. What is PWM (Pulse Width Modulation)?
  41. Basic – Pulse Width Modulation (Pwm)
  42. Introduction to Pulse Width Modulation
  43. PWM – Pulse Width Modulation Tutorial | CCP Module
  44. Pulse width modulation (PWM) components
  45. Pulse Width Modulation (PWM) [Comlab]
  46. Frequency-controlled induction motor drive systems

Contoh penggunaan Buck Boost converter

Berikut ini sekadar contoh bagaimana buck-boost converter dapat dipergunakan sebagai bagian dari sistem catu daya.

Buck boost converter komersial sekarang telah banyak dijual bebas di toko-toko online lokal Indonesia. Saya dan anda dapat memanfaatkanya dengan lebih mudah untuk banyak keperluan.

Gambar 1

Sistem catu daya (power supply) dapat terdiri dari beberapa bagian (sub system). Misalnya yang ditampilkan pada Gambar 1. Beberapa bagian dari sistem catu daya dikumpukan bersama dan diwadahi dalam satu kotak.

Di era saat saya menulis artikel ini, perdagangan antar negara sudah lebih lancar dari masa-masa sebelumnya. Didukung dengan kemudahan transaksi keuangan dan kemudahan akses terhadap sarana transportasi udara, membuat lebuh banyak orang dapat dengan mudah mendapatkan barang-barang impor. Misalnya komponen dan papan sistem elektronik dari China, sudah jauh lebih mudah ditemui di toko-toko online di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera.

Kesemua papan sub sistem dan komponen itu sudah siap untuk dirangkai menjadi sistem yang lebih besar. Ini bisa dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dari sebelumnya.

Di Gambar 1, catu daya yang rangkai terdiri dari (sub) sistem yang menyearahkan tegangan AC menjadi DC dan menurunkannya dari 220 VAC menjadi sekitar 12 VDC.

Bagian sub sistem berikutnya adalah papan buck-boost converter, di kotak hanya diberi tulisan penanda sebagai “Boost”. Parameter kerja dari papan ini dapat dilihat di Gambar 2. Papan sub sistem yang ketiga adalah buck converter berbasis LM2596.

Catu daya yang dirakit (DIY: Do It Yourself) telah diperlengkapi dengan indikator tegangan. Adanya fasilitas ini cukup membantu untuk mempercepat pengaturan. Meskipun, di Gambar 1 dapat dilihat tampilan indikator ini tidak sama persis dengan yang ditunjukkan DMM (digital multimeter).

Gambar 2
Gambar 3

Pada Gambar 3, terlihat hasil pengaturan bagaiamana jika buck boost converter (ditandai sebagai “Boost”) dan buck converter diatur ke posisi tegangan output minimal (dengan potensiometer). Keluaran sekitar 1,1 V dengan masukan sekitar 12,5 V.

Pada Gambar 4 di bawah ini, semua konverter diatur ke batas keluaran maksimal. Untuk sistem ini, indikator buck converter kadang-kadang menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari nilai indikator untuk input-nya. Padahal sebenarnya tidak demikian jika diukur dengan menggunakan DMM yang memiliki akurasi yang lebih baik. Misalnya pada Gambar 5, terlihat bahwa tegangan masukan DC untuk semua dc-to-dc converter adalah 12,74 V, bukan 12,6 V.

Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7

Papan sistem pada Gambar 6 dan Gambar 7 adalah contoh sebuah papan (sub) sistem buck-boost converter. Keduanya adalah tipe yang sama yang dijual oleh toko online yang berbeda. Keterangan lebih lanjut ditempatkan di bagian link.

Gambar 8

Uji coba papan buck-coost converter yang serupa pada Gambar 6 dan Gambar 7 dilakukan dengan mempergunakan tegangan masukan sekitar 8,4 Vdc seperti yang terlihat di Gambar 8. Pada percobaan itu diatur agar tegangan keluaran sebesar 24 V (24,03 V).

Sedangkan pada percobaan seperti pada Gambar 9, tegangan masukan sebesar 8,4 V diturunkan sehingga nilai tegangan di terminal keluaran (output) menjadi 5 V (4,966 V).

Dengan mempergunakan buck-boost converter pula, suatu tingkat tegangan keluaran dapat dijaga tetap (dengan beban yang proporsional untuk kemampuan daya sistem), sekalipun nilai masukannya naik ataupun turun di bawah nilai tegangan keluaran.

Gambar 9
Gambar 10

Pada Gambar 10 dan Gambar 11 diperlihatkan bagaimana buck-boost converter berusaha untuk mempertahankan level tegangan di kisaran 7 V sekalipun tegangan masukan berubah dari sekitar 11 V menjadi sekitar 5V.

Gambar 11

TEXT:

  1. How Does a Buck-Boost Converter Work?
  2. Buck Boost Topology Tutorial: How Buck Boost Converter Works?
  3. Module 3.3 Buck-Boost Converters
  4. Buck Boost Converter Circuit Theory Working and Applications
  5. DC to DC buck-boost converter
  6. Buck–boost converter
  7. Switch Mode Power Supply
  8. Power Supply Design Tutorial (Part 1-2) – Topologies and Fundamentals, continued
  9. DIY Buck-Boost Converter
  10. Buck-Boost Click
  11. “DC Auto Step-Down / Step-Up Buck / Boost Power Converter Module”
  12. “Buck Boost XL6019 Adjustable DC Step Up Down Converter upgrade XL6009”

VIDEO:

  1. DIY Buck_Boost Converter (Flyback) __ How to step up_down DC voltage efficiently
  2. Topology Tutorial: What is a Buck Boost?
  3. Fundamentals of Power Electronics – Buck-Boost Converter Basics
  4. Onstate 207_ XL6009 SEPIC Buck-boost DC converter. Switching Waveform and Voltage Testing
  5. Lec 26 Understand Buck Boost Converter in 15 Minutes