Simulasi boost converter

[ [ images & links ] ]

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

 

PSD Tool 4.o

Gambar 1. Rancangan awal dengan PSD.

Gambar 2. Penyederhanaan rancangan.

Gambar 1 adalah rancangan awal, parameter yang sesungguhnya hendak dicapai. Rancangan itu kemudian disederhakan seperti di Gambar 2, dengan perubahan hanya pada nilai tegangan masukan saja. Rancangan ini akan menjadi baseline untuk kemungkinan perubahan parameter lainnya.

Sebagai latihan untuk lebih memahami tentang boost converter di artikel ini akan coba disampaikan sejak dari tahapan rancangan, simulasi open-loop boost converter, dan simulasi closed-loop boost converter. Di artikel lain akan diberikan contoh konverter komersial yang banyak di jual di ‘pasaran’ saat ini, tetapi yang masih belum memiliki model untuk disimulasikan. Untuk itu nantinya hanya akan berdasarkan datasheet dan (jika ada) review dari pengguna lain.

Bagi mahasiswa, sekalipun nantinya tidak akan melakukan perancangan sendiri sistem boost converter, tetap akan mendapat manfaat jika mempelajari ini dengan baik dan benar. Sistem boost converter komersial sudah cukup banyak yang dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Tetapi untuk dapat memahami cara kerjanya, perlu memahami terlebih dahulu rangkaian dasarnya. Dengan begitu, jika dipelajari dengan baik minimal akan dapat menentukan apakah suatu sistem sedang bekerja dengan baik atau tidak. Kemudian, pelajaran semacam ini juga berperan baik untuk dapat mengantarkan mahasiswa selayaknya sebagai lulusan pendidikan KKNI level 5 atau level 6.

Di tingkat pendidikan tinggi, higher-oder thinking skills (HOTS) diutamakan untuk dikuasai. Hal itulah yang membedakannya dari jenjang pendidikan sebelumnya dan menjadi justifikasi pembiayaan rutin yang diterimanya. Termasuk untuk jenjang pendidikan tinggi vokasi seperti politeknik. Perbedaan antara pendidikan tinggi akademik dan vokasi di Indonesia adalah bahwa pendidikan tinggi vokasi tidak diselenggarakan untuk menemukan teori-teori baru dalam sains. Politeknik tidak didorong untuk menemukan hal-hal yang sama sekali baru di dunia internasional (meskipun tentu tidak dilarang). 

Pendidikan tinggi vokasi seperti politeknik didorong untuk dapat menerapkan sains dan teknologi dalam kerekayasaan. Ini bukanlah perkara yang mudah, karena justru artinya perlu pemahaman yang cukup dari ‘hulu sampai hilir’. Terutama saat ini, saat sebagian besar kegiatan vokasional sudah berdasarkan sains, tidak lagi semata-mata trial-and-error. Untuk dapat mewujudkan sesuatu dalam rangka problem solving perlu pemahaman dasar landasan teori yang baik. Untuk memahami lebih jauh tentang hal ini bisa dicari informasi mengenai taksonomi Bloom (Benjamin Bloom, David Krathwohl, Lorin Anderson).  

Pengembangan kemampuan (dan kemauan) dalam literasi menjadi sangat penting. Mahasiswa perlu didorong untuk mau membaca dan belajar dari sumber multimedia lainnya. Dengan cara itu setiap generasi bisa belajar dari pengalaman sesamanya dan juga pengalaman generasi sebelumnya. Begitulah cara sains, rekayasa, dan teknologi dikembangkan. Dengan cara itu para alumnus diharapkan mampu mengembangkan cara abstraksi untuk hal-hal riil yang ditanganinya. Terutama saat didengungkan industrial revolution 4.0 and society 5.0. Kalau tidak hati-hati maka Indonesia akan tertinggal lagi di belakang negara-negara lain yang sudah memasukinya

 

Sistem boost converter bukanlah topologi yang benar-benar baru. Ini adalah salah satu tipe dasar dari dc-dc converter. Melalui pelajaran seperti ini mahasiswa dapat difasilitasi dan dimotivasi untuk secara mandiri melakukan proses belajar. Ada banyak sumber belajar, artikel ini hanya berupaya memfasilitas dan memandu sebagai penunjuk arah sebagai pagar. Masing-masing perguruan tinggi dan pengampu memiliki titik fokus dan kedalaman yang berbeda, silakan dimanfaatkan dan disesuaikan. 

Sumber belajar termasuk persamaan mengenai boost converter dapat ditemui di banyak sumber. Misalnya untuk textbook bisa ditemui di:

  1. D. W. Hart, Power electronics, 1st ed. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2010.
  2. P. T. Krein, Elements of power electronics. New York, NY: Oxford University Press, 1997.
  3. W. P. Robbins, T. M. Undeland, and N. Mohan, Power electronics: Converters, applications, and design, 3rd ed. United States: John Wiley and Sons (WIE), 2002.
  4. M. H. Rashid, Ed., Power Electronics Handbook, Fourth Edition, 4 edition. Butterworth-Heinemann, 2017.
  5. I. Batarseh and A. Harb, Power Electronics: Circuit Analysis and Design, 2nd ed. 2018 edition. Springer, 2017.

Terdapat lebih banyak lagi sumber informasi untuk belajar selain dari textbook. Seperti yang sudah sering saya utarakan, perusahaan-perusahaan pembuat komponen / alat / sistem elektronika cukup banyak yang memberikan berbagai informasi, bahkan dalam bentuk tutorial. Hampir di setiap halaman website tentang satu komponen regulator/controller konverter terdapat banyak tautan ke sejumlah dokumen lain yang dapat dipakai untuk belajar. Semua dokumen itu biasanya bebas pakai, gratis.

Berikut ini ada beberapa dokumen yang menurut saya bagus sebagai dasar belajar boost converter. Beberapa dokumen memang memberikan detail informasi yang banyak dan berlebih untuk kepentingan awal belajar. Karena itu perlu untuk disadari benar sejak awal tentang informasi apa yang sebenarnya diperlukan. Jika terdapat kesulitan mengenai bahasa pengantar, dapat memulai dengan menggunakan bantuan Google Translate atau Bing Microsoft Translator

Gambar 3. Dokumen (link).

Gambar 4. Dokumen (link).

Gambar 5. Dokumen (link).

Gambar 6. Dokumen (link).

Gambar 7. Dokumen (link).

Gambar 8. Dokumen (link).

 

Pembahasan tentang boost converter terdapat di bagian 6.5 THE BOOST CONVERTER, halaman 211, di buku tulisan Daniel W. Hart. Di buku itu D. W. Hart mengambil pendekatan bahasan dengan mengasumsikan bahwa komponen adalah komponen yang ideal. Selain itu rangkaian beroperasi di wilayah CCM (continuous current mode), suatu pendekatan yang saya pergunakan juga di (hampir) semua artikel. Terakhir, tentu saja rangkaian yang dibahas adalah rangkaian tipe open-loop atau yang dikenali juga sebagai power stage (tanpa bagian pengendali dengan umpan balik). Di buku itu juga telah tersedia persamaan-persamaan berikut contoh soalnya.

Di bagian awal bahasan tentang boost converter D. W. Hart menyampaikan tentang hubungan analisis tegangan dan arus di boost converter. Sebagaimana layaknya sebuah analisis yang bertahap secara sistematis, Hart melakukan penyederhanaan dengan menggunakan asumsi awal sebagai berikut:

  1. Terdapat suatu kondisi tunak (steady state). Artinya ada waktu saat rangkaian mencapai konvergensi, tegangan/arus akan mencapai kondisi final (meskipun sebenarnya terdapat riak);
  2. Terdapat periode penyakelaran dengan duty cycle tertentu;
  3. Arus induktor selalu kontinyu (karenanya bernilai positif);
  4. Nilai kapasitor dianggap sangat besar. Kapasitor besar ini mampu untuk menjaga nilai tegangan menjadi konstant di level Vo.
  5. Semua komponen adalah komponen ideal. Aritnya tidak ada unsur parasitik seperti ESR maupun ESL.

Dengan kelima asumsi yang menjadi prinsip dasar tadi, Hart melanjutkan bahasan analisis tegangan dan arus dengan membagi ke dalam dua bagian besar. Bagian pertama membahas tentang kondisi saat sakelar tertutup. Bagian kedua membahas tentang kondisi pada saat terbuka. Setalah didapat pemahaman dasar dengan asumsi kondisi komponen ideal, Hart kemudian melanjutkan bahasan tentang output voltage ripple. Kondisi ideal tegangan keluaran konstan adalah kondisi ideal dengan anggapan bahwa nilai kapasitor ideal adalah sangat besar, bahkan tak terhingga. Pada kenyataannya untuk semua rangkaian/catu daya tersakelar, akan selalu terdapat riak pada tegangan dan arus.

Terakhir, Hart membahas resistansi di komponen induktor dan efeknya pada efisiensi. Sekalipun induktor di awal dapat dianggap ideal, tetapi faktanya induktor seperti juga kapasitor memiliki komponen parasitik.

 

Setelah membandingkan dengan beberapa textbook sebagai acuan standar di pendidikan tinggi, saya melihat bahwa isi materi (informasi) yang ada di dalam sejumlah dokumen dari perusahaan pembuat komponen elektronika, dapat dipakai sebagai bahan belajar. Sumber-sumber ini bebas pakai dan tetap bermanfaat sebagai bahan belajar, bahkan kadang lebih karena sebagian ditujukan untuk para practicing engineer.

Saya mulai dengan dokumen sebagimana di Gambar 3. Di dokumen ini dan beberapa dokumen lain dari perusahaan yang berbeda, terdapat dua bagian formulasi persamaan yang sebenarnya merupakan pengubahan format berdasarkan kepentingan penggunaan. Bagian pertama adalah persamaan-persamaan yang dipakai untuk menjelaskan fenomena. Bagian kedua adalah persamaan yang diubah/disusun sedemikian rupa untuk kepentingan desain/perencanaan.

Gambar 9. [AN1207] Topologi boost converter

Rangkaian boost converter adalah salah satu dari beberapa rangkaian dasar catu daya tersakelar. Berbeda dari buck converter yang berfungsi untuk menurunkan level tegangan, sehingga tegangan keluaran lebih kecil dari tegangan masukan, boost converter berfungsi sebaliknya. Suatu sistem boost converter dipakai jika diperlukan suatu sistem penaik tegangan. Misalnya kita memiliki suatu sistem elektronika yang bekerja dengan level tegangan 12 Vdc. Sementara kita ingin memberi daya dari sebuah cell (battery) lithium 18650 dengan tegangan 4 Vdc. Maka diperlukan suatu sistem step-up DC. Contoh skenario penggunaan lain adalah seperti di Gambar 1 dan Gambar 2.

Suatu boost converter adalah ciri khas dari catu daya tersakelar, dc-dc coverter. Catu daya dengan topologi buck coverter memiliki padanan di sistem satu daya linier, ada jenis-jenis regulator yang dirancang khusus untuk menurunkan tegangan. Sedangkan untuk sistem catu daya boost converter tidak memiliki padanan serupa di sistem catu daya linier (dengan perkecualian voltage doubler circuit). 

Gambar 10. [AN1207] Kondisi sakelar ON (tertutup). 

Komponen MOSFET di Gambar 1 dan Gambar 2 sesungguhnya adalah sebuah sakelar. Hal yang juga sama berlaku bagi BJT, dan IGBT di semua rangkaian utama topologi switchedmode dc-dc converter. Saat sakelar MOSFET Q1 menutup, node di sisi Drain akan dianggap terhubung singkat ke ground. Maka diode dalam kkondisi terbuka, tidak bisa menghantar. Saat awal operasi jika kapasitor dalam keadaan kosong tanpa simpanan energi maka beban resistor akan bernilai nol volt. Tetapi nantinya pada siklus-siklus berikutnya saat kapasitor telah terisi, maka di kondisi MOSFET menutup seperti ini beban akan diberi energi dari simpanan kapasitor. Akan halnya dengan induktor, di Persamaan 46, nilai tegangan di induktor akan sama dengan nilai tegangan masukan (yang dikurangi dengan nilai jatuh tegangan di MOSFET sebagai ketidakidealan).  

Gambar 11. [AN1207] Kondisi sakelar OFF (terbuka). 

Dalam skenario operasi siklus pertama ini, dari kondisi awalan di mana sakelar telah terbuka sangat lama kemudian sakelar menutup seperti di Gambar 10. Energi tersimpan dalam bentuk medan magnet di induktor L1. Kemudian sakelar dibuka seperti kondisi di Gambar 11. Jika dipahami prinsip dasar sifat induktor yang melawan perubahan arus, maka hal itu pun terjadi di kondisi seperti di Gambar 11. Induktor akan ‘berusaha’ tetap mempertahankan level arus dengan cara melakukan konversi energi yang disimpannya di medan magnet. Polaritas induktor akan terbalik di kondisi baru ini. Jika tadinya bisa dibayangkan serupa sebagai resistor ( atau sumber tegangan, jika menggunakan back-emf )maka di kondisi yang sekarang dapat dibayangkan sebagai baterai, keduanya tetap mengacu pada passive sign convention.

Masih pada operasi di Gambar 11, diode yang sebenarnya juga adalah sebuah sakelar (searah) saat ini menutup. Dalam kondisi ini (untuk rangkaian dasar) sumber terhubung langsung dengan beban. Arus dari sumber melewati induktor, melewati diode, lalu memasuki beban. Pada beberapa IC regulator dengan rancangan rangkaian yang lebih kompleks, rangkaian bisa ditambah dengan sakelar aktif yang memisahkan antara sumber dengan beban.

Gambar 12. Mode operasi dari boost converter berdasarkan arus induktor.

Kondisi CCM dan DCM dapat dilihat di Gambar 12. Kurva di kanan atas adalah contoh operasi CCM sedangkan di bawahnya adalah kurva operasi di DCM. Di kiri bawah adalah kondisi kritis peralihan antara CCM dan DCM. Dalam simulasi dengan PSD di Gambar 12, jika nilai induktor tetap maka kondisi CCM/DCM tergantung pada arus yang melewati induktor menuju beban. Secara intuitif mudah diingat bahwa jika arus menuju beban menurun (misalnya karena nilai resistansi beban meningkat) maka arus di induktor juga menurun. Jika melewati batas kritis, maka kondisi operasi beralih dari CCM ke DCM.

Gambar 13. [AN1207] Persamaan tegangan dari arus untuk CCM power stage boost converter.

Untuk persamaan yang dipergunakan untuk keperluan desain, menurut saya dokumen AN1207 dari Microchip ini kurang memadai, karena itu berikut ini mulai beralih ke dokumen SLVA372C (Basic Calculation of a Boost Converter’s Power Stage) dari Texas Instruments. Pengerjaan perhitungan berdasarkan persamaan untuk parameter rancangan di Gambar 2 akan dilakukan kemudian.

Gambar 14. [SLVA372C] Persamaan 14, 15, dan 16.

 

 

Perhitungan (1): \(\large 1-\frac{8.2}{11.6}=0.2931 \) .

Perhitungan (1) adalah perhitungan dengan persamaan (14) untuk input di Gambar 2. Nilainya akan berbeda dengan Perhitungan (2) yang telah memasukkan jatuh tegangan di diode. Hasilnya adalah 0.3333 yang sebanding dengan nilai duty cycle 33.33% oleh PSD.

Perhitungan (2): \(\large 1-\frac{8.2}{11.6+0.7}=0.3333 \) .

Perhitungan (3): Pencarian current ripple.

\(\LARGE\frac{8.2 \times 0.3333 }{85\textrm{E}3 \times 220\textrm{E}-6}=0.1461 \,\textrm{A}\) .

Perhitungan di atas adalah penerapan persamaan (15), riak arus 0.1461 A ≈ 0.15 A. Nilai perhitungan bersesuaian dengan perhitungan (Inductor) Current Ripple di PSD. Nilai induktor 220 μH adalah nilai yang dipilih oleh untuk disimulasikan, bukan nilai induktor minimal yang disarankan oleh PSD. 

Dari dokumen Texas Instruments, slyu036 Power Topologies Handbook, diperoleh persamaan 

\(\LARGE I_{ripple}=\frac{1}{L_1}\cdot V_{in} \cdot t_1\),

t1 adalah waktu saat MOSFET menutup dan arus di induktor meningkat.

\(\LARGE I_{ripple}=\frac{1}{220\textrm{E-6}}\cdot 8.2 \cdot 3.92\textrm{E-6}=0.1461\textrm{A}\)

Dari kedua persamaan ini bisa dibuktikan bahwa t1 adalah t on (sebagaimana terlihat di gambar kurva di slyu036). Diketahui \(\large D=\frac{t_{on}}{T}\). Dari kedua persamaan dari sumber yang berbeda itu, bisa dilihat dengan mudah bahwa:

\(\LARGE \frac{D}{f}=t_1\)

dan D=t1 x f. Sehingga \(\LARGE \frac{t_{on}}{T}=t_1\cdot\frac{1}{T}\).

Perhitungan Iripple cara kedua sedikit lebih ringkas untuk memeriksa perhitungan di PSD.

 

Perhitungan (4): \(\large \frac{0.15}{2} + \frac{0.35}{1-0.3333}=0.5999 \,\textrm{A}\) .

Perhitungan (4) adalah penerapan persamaan (17) untuk mencari ISW yang berdasarkan perhitungan/simulasi PSD adalah 598.08 mA.

 

Sebagaimana Perhitungan (1), untuk mendapatkan hasil yang lebih baik umumnya nilai jatuh tegangan di diode perlu diikutsertakan di setiap perhitungan yang melibatkan tegangan keluaran. Misalnya untuk perhitungan daya dan arus di Perhitungan (6).

Perhitungan (5): \(\large 0.35 \,\textrm{A} \times 11.6 \,\textrm{V} = 4.06 \,\textrm{Watt}\) .

Perhitungan daya keluaran tanpa diode.

Perhitungan (6): \(\large 0.35 \,\textrm{A} \times (11.6 \,\textrm{V} + 0.7 \,\textrm{V}) = 4.305 \,\textrm{Watt}\) .

Perhitungan daya keluaran dengan diode. Nilai jatuh tegangan di diode dipilih 0.7 V, meskipun untuk diode Schottky biasanya nilai yang dipakai adalah 0.5 V.

Perhitungan (7): \(\large  \frac{4.305 \,\textrm{W}}{8.2 \,\textrm{V}} = 0.525\,\textrm{A}\) .

Perhitungan arus masukan/input. Penting untuk diingat bahwa dalam keadaan ideal rata-rata daya yang diberikan oleh sumber adalah sama nilainya dengan rata-rata daya yang diserap oleh beban (dalam contoh beban berupa resistor). Ini tentu saja mengabaikan kondisi tidak ideal, adanya rugi-rugi saat transfer daya. Tetapi prisip ini penting untuk dipahami sebagai landasan untuk kerja komponen dan rangkaian berikutnya.

Perhitungan (8): \(\large  0.525\,\textrm{A} \times 30\textrm{%} = 0.1575 \,\textrm{A} \) .

Perhitungan nilai nilai (inductor) current ripple berdasarkan parameter target Inductor Current Ripple (dalam persen). Dapat dilihat di Gambar 2, bahwa dengan target 30% berarti nilai riak arus di induktor yang dikehendaki adalah 30% dari arus masukan. Untuk contoh ini nilai riak arus induktor adalah 0.1575 A. Di PSD nilai ini dibulatkan menjadi 0.16 A. Nilai ini akan tampil jika anda mengganti nilai induktor menjadi sebesar yang direkomendasikan oleh PSD, dari 220 μH ke 204.17 μH.

 

Perhitungan (9): \(\large \frac{8.2\times((11.6+0.7)-8.2)}{0.1575\times85\textrm{E}3\times(11.6+0.7)}\times1\textrm{E}6=204.17\textrm{μH} \).

Perhitungan dengan menggunakan persamaan (18) untuk mencari nilai induktor. Nilai ini adalah nilai yang disarankan oleh PSD untuk dipergunakan, berdasarkan dari parameter target sasaran riak arus di induktor (dalam persen) yang dimasukkan oleh pengguna. Di PSD pengguna dapat memilih nilai lain untuk dimasukkan di kotak data input. Untuk sebagai contoh, di Gambar 2 induktor yang direncanakan dipakai adalah 220 μH dari saran yang sebesar 204.17 μH. Untuk praktik produksi massal, tindakan ini bisa jadi salah karena akan mungkin menaikkan ongkos produksi. Tetapi dalam praktik di prototyping seringkali nilai yang tersedia lebih besar (atau bahkan lebih kecil) dari yang diperlukan. 

 

Arus rata-rata di induktor adalah sama dengan arus rata-rata masukan. Perhatikan penjelasan untuk Perhitungan (7). Maka, arus minimum dan maksimum untuk induktor dapat dihitung. Perhitungan (7) menghasilkan nilai yang sama untuk nilai rata-rata induktor, yaitu 0.525 A. Perhitungan (8) menghasilkan nilai riak induktor sebesar 0.1575 A. Sesuai namanya, nilai rata-rata adalah separuh dari nilai puncak-ke-puncak (riak) di induktor di boost converter.

Perhitungan (10): \(\large (0.525\,\textrm{A}+\frac{0.1461\,\textrm{A}}{2})\times 1000 = 598.05 \:\textrm{mA}\)

Perhitungan (10) menggunakan persamaan berikut: \(\large I_{max}=I_{L}+\frac{\Delta i_{L}}{2}\).

 

Perhitungan (11):\(\large (0.525\,\textrm{A}-\frac{0.1461\,\textrm{A}}{2})\times 1000 = 451.95 \:\textrm{mA}\)

Perhitungan (11) menggunakan persamaan berikut: \(\large I_{min}=I_{L}-\frac{\Delta i_{L}}{2}\).

Gambar 15. Simulasi PSD untuk riak arus di induktor.

Hasil Perhitungan (10) dan Perhitungan(11) dapat dibandingkan dengan hasil perhitungan/simulasi oleh PSD di Gambar 15.

 

Perhitungan (12): Pencarian batas arus CCM-DCM.

Untuk pelajaran pengenalan tentang dc-dc converter umumnya dipergunakan CCM. Tetapi bagi yang ingin berkhidmat di bidang perancangan sistem konverter maka ada banyak bahan informasi tentang DC yang bisa dicari dengan cara yang sama sebagaimana telah saya tunjukkan di banyak artikel. Untuk saat ini saya hanya hendak menyampaikan ulang pengenalan tentang mode operasi CCM dan DCM, terutama mengenai batas parameter yang mengakibatkan peralihan mode operasi.

Di buku W. P. Robbins, T. M. Undeland, and N. Mohan, Power electronics: Converters, applications, and design, 3rd ed. United States: John Wiley and Sons (WIE), 2002., di sub-bab 7-4-2 (halaman 173) dibahas mengenai kondisi batas (boundary) antara CCM dan DCM. Tetapi di artikel ini saya ingin (kembali) menunjukkan bukti bahwa prinsip informasi tersedia di bergagai sumber itu benar. Untuk bidang-bidang yang telah umum dibahas oleh umat manusia hingga saat ini, selama kita mampu untuk memformulasikan permasalahan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang tepat maka ada harapan besar bagi kita untuk menemukan jawabannya. Tertama sekali benar berlaku untuk bidang kerekayasaan (engineering).

Mari membuka halaman 3-5 di dokumen Under the Hood of a DC/DC Boost Converter dari Texas Instrument. Di sana akan ditemui persamaan seperti screenchot di Gambar 16.

Gambar 16. Persamaan menentukan nilai L untuk menjamin CCM.

Persamaan di Gambar 16 dipakai untuk mencari nilai L minimal yang menjamin operasi tetap di satu mode operasi. Untuk pembuktian/pemeriksaan rangkaian maka persamaan ini bisa dimodifikasi untuk mencari nilai arus keluaran minimum dengan nilai L yang sudah ditetapkan. Perhitungannya sebagai berikut:

\(\LARGE I_{out}=\frac{8.2 \times \frac{1}{85\textrm{E3}}}{2 \times 220\textrm{E-6}}\times0.3333\times(1-0.3333)\times1\textrm{E3}=48.7200\,\textrm{mA}\).

Maka jika parameter rangkaian adalah tetap seperti di Gambar 2 tetapi (karena kondisi beban) nilai arus keluaran turun hingga 48.72 mA (dari desain 350 mA), boost converter berada pada batas kritis peralilhan dari CCM ke DCM. Saat kondisi arus beban sebesar 48.72 mA maka nilai arus masukan (input ≈ induktor) dapat dihitung sebagai berikut:

\(\LARGE I_{input}= (11.6 + 0.7)\times \frac{48.72\textrm{E-3}}{8.2} \times 1\textrm{E3} = 73.08 \,\textrm{mA}\)

Perhitungan manual ini dapat dibandingkan dengan perhitungan/simulasi oleh PSD sebagai berikut:

Gambar 17. Cara pertama untuk membandingkan nilai batas kritis arus beban, CCM ke DCM.

Cara pertama seperti di Gambar 17 adalah cara yang praktis dan cepat. Pengguna hanya perlu memanipulasi slider di tampilan komponen induktor. Tetapi cara ini terganggu oleh resolusi slider yang menjadi masukan simulasi sistem. Cara berikutnya di Gambar 18 ini lebih presisi, tetapi sebagai konsekuensinya pengguna perlu mengubah parameter masukan.

Gambar 18. Cara kedua untuk membandingkan nilai batas kritis arus beban, CCM ke DCM.

Gambar 18 dan Gambar 17 dapat dibandingkan dengan Gambar 12. Untuk contoh ini, pada kondisi arus rata-rata di induktor sama dengan atau lebih kecil dari 73.08 mA maka boost converter berpindah dari mode operasi CCM ke mode operasi DCM.

 

Sebelum mencoba rangkaian dengan simulator lain, berikut ini akan ditunjukkan beberapa kutipan dari beberapa dokumen lain mengenai boost converter. Sebagaimana sering disampaikan bahwa kemampuan untuk membandingkan (sumber) informasi adalah keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh mahasiswa perguruan tinggi vokasi. Karena di jenjang KKNI 5 dan berikutnya itulah kemampuan untuk memilih metode, dan sarana untuk menyelesaikan masalah teknis menjadi syarat kelayakan.

Gambar 19. Screenshot dokumen SLVA797.

Dengan belajar dari beberapa sumber yang berbeda kita bisa belajar mengenali notasi yang berbeda untuk persamaan/rumus yang sebenarnya sama. Kita bisa belajar kedalaman pertimbangan dan bahasan dari masing-masing sumber. Belajar mengenai apa saja titik perhatian/fokus masing-masing pembahasan. Juga belajar mengenai pengalaman orang lain.

Budaya sains adalah budaya tulisan, jauh sebelum era audiovisual. Jika budaya tutur mensyaratkan kehadiran orang-orang di tempat yang sama di zaman dahulu, maka budaya tulisanlah yang membuat sains tersebar dengan lebih luas dan lebih cepat. Sebuah tulisan berupa ‘buku’ dari dedaunan, kulit binatang, atau kertas bisa disalin berulang kali dalam jumlah banyak. Bisa tersebar dengan lebih cepat dan lebih jauh daripada para ilmuwan yang mengembara. Membaca, bahkan hingga saat ini, adalah salah satu bentuk kesediaan kita untuk belajar dari orang lain, belajar dari pengalaman mereka. Cara lain sebagai tambahan adalah dengan menyaksikan tanyangan multimedia (audiovisual). Misalnya terutama untuk hal-hal yang berupa keterampilan motorik / aktivitas fisik / know-how.

 

Di bagian ini akan saya kutipkan bagian boost converter (CCM) dari isi dokumen slyu036 Power Topologies Handbook oleh Texas Instruments. 

Gambar 20. Boost converter (CCM) dari isi dokumen slyu036 Power Topologies Handbook oleh Texas Instruments. 

 

Setelah melakukan simulasi/perhitungan dengan PSD, melakukan perhitungan manual dari panduan persamaan, dan mambaca beberapa dokumen pembanding lain, sekarang akan dilakukan simulasi rangkaian dengan LTspice. Rangkaian boost converter CCM yang akan disimulasikan adalah tipe open loop yang dikenal juga sebagai power stage (tanpa pengendali dengan feedback). Di sini bisa dilihat bahwa LTspice dapat dipergunakan untuk level sistem dengan komponen-komponen idael maupun di level rangkaian elektronika dengan model-model komponen SPICE yang mendekati karakteristik komponen fisiknya.

Gambar 21. Simulasi dengan komponen ideal.

Gambar 21 adalah proof-of-concept awal bahwa rangkaian di Gambar 2 (PSD) dapat disimulasikan di sistem berbasis SPICE. Nilai duty cycle masih sama dengan yang dimasukkan di PSD seperti terlihat di Gambar 2. Sakelar yang dipakai adalah switch yang dapat diatur lebih ideal sebagai sakelar daripada model MOSFET. Begitu pun diode yang dipergunakan adalah model diode ideal D. Kemudian di satu tahap berikutnya ditunjukkan bagaimana diode D diganti dengan diode Schottky 1N5819 di Gambar 22.

Gambar 22. Simulasi dengan diode Scottky 1N5819.

Sakelar di Gambar 22 diganti dengan model  MOSFET (IRLB3034pbf) di Gambar 23. Untuk kemudahan transfer file model mosfet langsung diletakkan di halaman skematik. Saat model sakelar diganti, ternyata seperti yang telah dapat diduga, untuk kerja rangkaian berubah. Nilai tegangan dan arus tidak lagi sebagaimana yang direncanakan dengan PSD seperti terlihat di Gambar 2. Karena itu di Gambar 23, dapat dilihat upaya pertama untuk melakukan koreksi (debugging) sistem. Dicari suatu nilai rentang waktu ON yang sesuai, dengan kata lain dicari nilai duty cycle baru yang sesuai. Caranya adalah dengan melakukan stepping (sweeping) terhadap nilai ton. Rentang yang panjang akan memberikan gambaran yang lebih baik, tetapi dengan resolusi yang sama maka akan memperpanjang waktu simulasi. Karena itu resolusi stepping yang lebih tinggi sebaiknya dipakai untuk jendela simulasi yang lebih sempit, setelah gambaran kasar didapatkan dari rentang simulasi yang lebih panjang.

Gambar 23. Stepping nilai ton.

Gambar 24. Hasil stepping ton.

Gambar 25. Hasil simulasi dengan nilai ton yang baru.

Gambar 25 adalah simulasi dengan menggunakan ton yang baru dari hasil simulasi di Gambar 24. Nilai ini tentu masih akan berubah jika model yang dipergunakan berubah. Begitu pula jika rangkaian ini diwujudkan dengan komponen fisik di sistem fisik. Bahkan sekalipun memang dapat diwujudkan secara fisik, umumnya hanya dipakai untuk keperluan belajar. Sedangkan untuk keperluan yang lebih kompleks atau komersial, dipergunakan sistem yang di dalamnya sudah terdapat IC regulator/controller. Sistem itu sudah merupakan sistem closed loop dan bukan lagi sekadar power stage yang open loop.

Dengan LTspice kita dapat memahami bagaimana detail cara kerja sebuah topologi boost converter. Hubungan (correlation) antara bagian rangkaian yang bersifat causality dapat dengan lebih mudah diperhatikan. Misalnya, bagaimana kondisi tegangan dan arus di sakelar MOSFET mempengaruhi kondisi tegangan dan arus di L1, D1, C1, R1, dan bahkan C2? Anda bisa melakukan zoom-in pada hasil simulasi untuk dapat lebih fokus melihat hubungan sebab-akibat. Ini penting, karena dasar dan fondasi dari semua sistem engineering adalah hubungan sebab-akibat.

Di lain kesempatan di lain artikel akan saya coba tampilkan contoh-contoh simulasi yang lain. Juga simulasi dari sistem yang telah lebih kompleks yang sudah menggunakan regulator/controller di dalam sistemnya. Untuk sementara ini silakan mengakses dan membaca bahan-bahan pembanding di bagian sumber belajar berikut ini.

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆

Simulator rangkaian dan model LED

[ [ simulator & model LED ] ]

 

Ada dua jalan bagian untuk mempelajari tentang dasar LED driver, yang merupakan peran elektronika daya di pengembangan pemanfaatan teknologi LED. Bagian pertama adalah mempelajari tentang LED, termasuk penggunaan model SPICE-nya. Bagian kedua adalah tentang catu daya. Catu daya linier maupun catu daya tersakelar dapat dipergunakan untuk mensuplai daya ke LED, bergantung pada peruntukannya.

Catu daya linier dengan komponen regulator LM317 dapat diatur untuk bekerja dalam mode constant current. Meskipun begitu di aplikasi yang lebih umum, saat LED menjadi sumber penerangan maka catu daya tersakelar (SMPS; switch mode power supply) menjadi pilihan yang lebih umum karena lebih efisien, lebih ringkas, dan bahkan lebih murah.  Mengingat untuk sumber penerangan LED memerlukan rating daya yang lebih besar daripada penggunaannya sebagai indikator. Selain itu sumber penerangan dengan inti utama LED sering harus bekerja dengan dihubungkan ke jala-jala utilitas (seperti PLN) yang bertegangan di atas 90  V (nominal PLN 230 Vrms) dan merupakan tegangan AC.

Prinsip kerja topologi dasar SMPS telah dipelajari sebelumnya. Umumnya terdiri dari buck, boost, buck-boost (inverting/classical), non-inverting buck-boost (cascade & SEPIC), juga flyback. Dengan pemahaman fiosofi kerja rangkaian open-loop topologi dasar, diharapkan saat mengenal lebih jauh solusi SMPS yang ditawarkan secara komersial, akan menjadi lebih mudah. Telah banyak solusi off-the-shelf yang ditawarkan produsen elektronika, baik berupa komponen maupun di level sistem. Ada banyak IC regulator/controller yang memungkinkan pengguna membuat suatu closed loop SMPS dengan lebih mudah. Ditunjang dengan pemahaman topologi dasar tadi, maka proses membaca panduan/datasheet dari IC tersebut diharapkan dapat lebih mudah dilakukan. Setelah bagian ini pun dipahami baru berikutnya memasuki tahapan bagaimana memberi daya yang sesuai untuk tipe-tipe LED tertentu.

Artikel ini masih akan melanjutkan artikel sebelumnya tentang simulasi dengan model LED. Kali ini saya akan lanjut menuliskannya dari sudut pandang simulator. Ada beberapa simulator yang akan dicoba untuk melihat bagaimana simulasi dilakukan. Mengingat masing-masing simulator memiliki perbedaan pengaturan, bahkan perbadaan itu juga ada untuk simulator yang sama tetapi berbeda versi lisensi. Ini juga diperlukan agar mahasiswa mengenal tipe masing-masing ‘senjata’ dengan lebih baik. Kapan menggunakan simulator tertentu dan kapan menggunakan yang lain.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

 

PSIM

Gambar 1. Simulasi LED di PSIM.

Sepanjang yang saya ketahui, di PSIM student version simulasi LED hanya sebatas pada mode ideal saja. Simulator PSIM (setidanya versi ini) unggul dalam melakukan simulasi di level sistem, mudah dipergunakan, dan relatif mempercepat pembangunan dengan penggunaan blok sistem. Karena itu simulator ini banyak dipergunakan di elektronika daya (power electronics). Rilis terakhir memungkinkan kombinasi dengan standar SPICE, tetapi fasilitas ini hanya diberikan untuk versi profesional saja.

 

MULTISIM (LIVE)

Ada dua versi Multisim dari segi akses medianya, yang offline dan yang online (Multisim Live). Untuk yang online terdapat versi yang bisa dipergunakan secara gratis. Pengguna juga dapat melakukan upgrade ke versi online profesional yang dijual satu paket dengan lisensi produk offline. Simulator ini memudahkan pengguna yang perlu melakukan simulasi dasar. Syaratnya hanya komputer yang memiliki browser, koneksi Internet, dan akun yang dibuat dengan gratis.  Simulasi yang dibuat akan ditempatkan di dalam mode publik.

Bisa dilihat di Gambar 2, simulator versi gratis ini terbatas dalam hal model komponen, termasuk model LED. File simulasi LED ini telah tersedia, karena telah dibuat oleh orang lain di Multisim Live. Anda bisa segera mencobanya tanpa perlu membuat rangkaian sendiri. Disediakan tempat untuk memasukkan parameter model LED di kolom bagian kanan, jika anda cukup bersabar untuk melakukannya. 

Gambar 2. Simulasi dengan Multisim Live.

 

PartSim

Sama halnya dengan Multisim Live, PartSim adalah juga simulator online. Kita tidak perlu melakukan intalasi apa pun di komputer kita, cukup hanya dengan menggunakan browser saja. Sejak awal, PartSim memang sengaja dibuat bebas pakai alias gratis. Ada kemungkinan mereka bekerjasama dengan perusahaan distribusi komponen seperti Arrow sebagai mitra bisnis. Terdapat peluang penjualan komponen ke pengguna yang mempergunakan PartSim untuk membuat simulasi atau skema rangkaian.

Karena dibangun dengan tujuan yang berbeda dengan Multisim Live, filosofi yang menjadi dasar berbeda, maka cara operasionalnya pun menjadi berbeda. PartSim tampaknya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk membangun simulator online secara utuh dari awal. Mereka memililh mempergunakan mesin ngspice. Tetapi di sisi lain karena memang tampaknya dari awal layanan tidak ditujukan untuk dijual langsung ke pengguna akhir, beberapa fasilitas dibuka bagi pengguna yang hendak memanfaatkannya secara penuh. Tidak ada fasilitas yang ditutup demi agar versi komersial software terjual. Meskipun tampilannya memang masih jauh lebih sederhana daripada simulator yang pada dasarnya adalah simulator komersial professional seperti Multisim.

Gambar 3. Tampilan skema rangkaian di PartSim.

Di PartSim pengguna bisa menambahakan sendiri model komponen berbasis SPICE. Meskipun cara ini tidak sangat praktis tetapi cukup membantu dan mempermudah. Mengingat PartSim adalah simulator yang secara legal gratis bebas pakai dan juga tidak perlu diinstalasi karena berbasis online. Sebagai contoh cepat saya pergunakan kembali model SPICE komponen LED XHP70 produksi Cree yang telah diperoleh sebelumnya.

Gambar 4. Jendela Spice Model.

Jika seperti di Gambar 3 kita melakukan klik di tombol Spice Model di bagian kanan di kolom Part Properties, maka akan terbuka jendela seperti di Gambar 4. Di situ terlihat model komponen yang baru saja saya tambahkan, yaitu XHP70. Pengguna bisa melihat detail model komponen dengan melakukan klik di tombol Show Model Text. Jika melakukan klik di New Model, akan terbuka jendela Create New Model. Di jendela itu anda bisa melakukan copy-paste model SPICE. Setelah selesai (entah memilih cancle atau create) maka akan muncul tampilan jendela seperti Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. PartSim Spice Model Manager.

Gambar 6. Hasil simulasi V1 vs. IR1 XHP70 di PartSim.

Gambar 7. Hasil simulasi karakteristik hubungan Vdiode dan Idiode.

Untuk kepentingan simulasi model komponen LED, PartSim tampaknya lebih memberikan kemudahan yang fungsional bila dibandingkan dengan Multisim Live.

 

EveryCircuit

EveryCircuit adalah simulator yang dipasarkan untuk sistem Android dan iPhone, tetapi juga dapat dipergunakan untuk sistem komputer dengan browser Chrome/Chromium. Berbeda dengan dua simulator sebelumnya, simulator ini berbayar, pengguna bisa menggunakan versi online via browser setelah login ke akunnya. Keunggulan simulator ini adalah tampilannya yang menarik dan dapat dioperasikan di smartphone. Kekurangannya adalah bahwa simulator ini tidak ditujukan untuk pemakaian detail seperti Cadence Orcad, Multisim, atau bahkan LTspice. Seperti terlihat di animasi di Gambar 8, terdapat empat parameter model LED yang dapat diubah secara langsung saat simulasi.

Gambar 8. Simulasi V-I LED dengan EveryCircuit.

 

Micro-Cap 12

Gambar 9. D-LED di Micro-Cap 12.

Di Micro-Cap 12 jika anda menggunakan kata kunci LED untuk pencarian maka anda akan menemukan hasilnya seperti di Gambar 9. Hanya ada tiga model LED yang tampak bisa dipergunakan. Tetapi di Micro-Cap sebenarnya ada beberapa model komponen LED yang sudah disediakan. Meskipun keadanaannya hampir sama dengan di LTspice, sebagian model adalah untuk komponen yang sudah obsolete, sudah dinyatakan tidak lagi diproduksi oleh produsen aslinya. Sebagai contoh bisa dilihat di Gambar 10 berikut ini.

Gambar 10. Contoh model komponen LED yang telah disediakan di dalam Micro-Cap 12.  

Gambar 11. Model SPICE dari komponen XHP70 yang ditambahkan ke Micro-Cap12. 

Gambar 12. Simulasi karakteristik V-I di XHP70.

Gambar 12 adalah hasil simulasi untuk mendapatkan karakteristik hubungan antara tegangan anode-katode dan arus diode. Sama seperti LTspice, pengguna dapat memilih variabel yang akan dipakai di sumbu horizontal Micro-Cap 12. Pada percobaan ini simulasi yang dilakukan adalah dalam mode transient. Sumber tegangan AC di berikan ke resistor-diode yang terhubung seri. Perhatikan bahwa jika simulator memungkinkan, kita tidak selalu harus melakukan percobaan serupa ini dalam mode dc sweep.

 

Model LED :: Lumileds LUXEON F

Sebelum melanjutkan paparan kegiatan simulasi, saya akan beralih sementara untuk menyampaikan contoh model LED yang lain selain XHP70 dari Cree. Salah satu perusahaan yang terkemuka adalah Lumiled (yang dulu pernah dimiliki oleh Philips). Nama perusahaan ini lebih terkenal dariada Bridgelux, Epistar, atau Epileds. Terutama dengan produk seri Luxeon yang pernah menjadi brand yang sangat terkenal untuk teknologi LED.

Jika XHP70 memiliki daya maksimum sebesar 29 Watt, maka saya mencari contoh tipe LED dengan daya yang lebih rendah tetapi masih aktif diproduksi oleh produsen awalnya. Sebenarnya perusahaan Cree memiliki variasi produk yang cukup baik dan banyak yang dilengkapi dengan model komponen berformasi SPICE. Tetapi kali ini saya sekadar sengaja untuk mencari alternatif, dari perusahaan yang lain.

Di website produsennya, disampaikan bahwa LUXEON F adalah seri LED yang dibuat untuk target pasar industri otomotif.  Sebagaimana perusahaan Cree, di situs seri produk LUXEON F dari Lumileds anda bisa menemui banyak dokumen yang berisikan keterangan tambahan dan juga design resource yang berisi file model SPICE

Dari seri LUXEON F, saya ambil dua sub-seri sebagai contoh yaitu LUXEON F Cool White (product brief dan datasheet) dan LUXEON F ES Cool White (product brief dan datasheet). Dari keempat dokumen itu dapat disimpulkan bahwa kedua sub-seri LED itu hampir serupa, tetapi ada beberapa keterangan yang dapat menunjukkan perbedaan keduanya. 

Gambar 13. Perbandingan antara dua varian LED. 

Gambar 13 adalah salah satu contoh upaya untuk membandingkan antara satu produk dengan produk lain. Dengan cara ini diharapkan satu atau lebih perbedaan parameter akan lebih mudah terdeteksi. Di Internet, beberapa situs telah mempermudah pembandingan dengan mengizinkan pengguna melakukan pencarian dan perbandingan langsung berdasar pada parameter (parametric search).

Berikut ini bisa dilihat isi dua file dari ekstraksi dua file zip hasil download yang berbeda untuk dua sub-seri yang berbeda. Masing masing juga terbagi lagi ke beberapa komponen diskrit sesuai pengaturan berdasarkan parameter optiknya.

SPICE_Model_LUXEON_F_CoolWhite_(LFXH-C1A)_20141119.txt [Pastebin link]

SPICE_Model_LUXEON_F_ES_CoolWhite_(LFXH-C2B)_20141216.txt [Pastebin link]

 

Simulasi model LUXEON F

Model Luxeon F yang terdapat di blok di atas dapat disimulasikan di beberapa simulator berbasis SPICE. Kali ini saya akan terlebih dahulu mempergunakan Micro-Cap, baru kemudian disusul LTspice, dan PartSim.

Untuk melakukan simulasi perlu dipilih model varian yang akan dipakai untuk simulasi. Dua model yang akan dipakai adalah:

LUXEON F Cool White (LFXH-C1A): 50mA to 700mA

.model LFXH-C1A_VFBIN_C_min D(IS=4.562E-21 N=2.426E+00 RS=1.875E-01 XTI=-7.000E+00 EG=3.511E+00 TRS1=-1.028E-02 TRS2=5.287E-05 TNOM=25 mfg=Lumileds Type=LED)

LUXEON F ES Cool White (LFXH-C2B):   50mA to 1000mA

.model LFXH-C2B_VFBIN_C_min D(IS=7.948E-28 N=1.758E+00 RS=1.382E-01 XTI=-6.999E+00 EG=3.433E+00 TRS1=-3.313E-03 TRS2=2.130E-18 TNOM=25 mfg=Lumileds Type=LED)

Gambar 14. Model LED yang sudah dimasukkan pustaka.

Gambar 15. Rangkaian uji coba model LED.

Gambar 16. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C1A_VFBIN_C_min di Micro-Cap.

Gambar 17. Kutipan dari datasheet.

Gambar 18. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C1A_VFBIN_C_min di LTspice.

Gambar 19. Simulasi tegangan dan arus yang menghasilkan daya 1 W.

Gambar 20. Perbedaan V & I yang menghasilkan 1 W dan 2 W di LED.

Gambar 21. Laporan simulasi LFXH-C1A_VFBIN_C_min di PartSim.

Gambar 22. Kurva V vs. I LED dengan titik kursor di ~1 Watt.

Gambar 23. Kutipan dari datasheet.

Gambar 24. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C2B_VFBIN_C_min di LTspice.

Gambar 25. Simulasi LFXH-C2B_VFBIN_C_min, 1 A dan 700 mA, di Micro-Cap. 

Gambar 26. Simulasi LFXH-C2B_VFBIN_C_min, tegangan anode-katode sebesar 2.9 V, di PartSim. 

 

SIMetrix/SIMPLIS

Gambar 27. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C1A_VFBIN_C_min di SIMetrix.

Gambar 28. Hasil uji coba V vs. I,  model LFXH-C2B_VFBIN_C_min di SIMetrix.

 

 

Uji penggunaan Micro-Cap 12 dan SIMplex/SIMPLIS dengan rangkaian SEPIC

[ [ images & links ] ]

Untuk artikel kali ini saya hendak menyampaikan sekilas tentang dua simulator rangkaian dan sistem yang juga bisa dimanfaatkan untuk pelajaran elektronika daya (power electronics). Tentu saja keduanya juga bisa dipakai untuk simulasi rangkaian elektronika lainnya atau bahkan pemodelan sederhana dengan rangkaian listrik di sistem tenaga. Yang pertama adalah simulator Micro-Cap 12 dan yang kedua adalah SIMplex/SIMPLIS.

Untuk artikel ini sengaja saya menggunakan topologi SEPIC sebagai contoh karena baru saja dibahas panjang dan lebar di beberapa artikel sebelumnya. Untuk mengakses artikel-artikel tersebut silakan buka  Sumber belajar  di bagian akhir artikel ini dengan cara melakukan klik pada tulisannya. Karena itu di artikel ini saya tidak akan berpanjang lebar lagi mengenai SEPIC. Begitu pula belum akan memberikan tutorial mengenai penggunaan keduanya. Bahasan yang lebih panjang semoga bisa dilakukan di lain kesempatan.

Micro-Cap 12

Simulator Micro-Cap adalah simulator yang general untuk rangkaian listrik dan komponen/sistem elektronika. Seperti juga LTspice, simulator ini cukup baik untuk melakukan simulasi rangkaian tersakelar. Karena itu dapat dipergunakan untuk bidang power electronics terutama dc-dc converter.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Simulasi rangkaian SEPIC dengan Micro-Cap 12.

Gambar 2. Hasil simulasi transient V(out) SEPIC dengan Micro-Cap 12. 

Hasil di Gambar 2 dapat dibandingkan dengan hasil simulasi untuk parameter yang sama dengan hasil sebelumnya di LTspice dan PSIM. Berikutnya, hasil di Gambar 3 adalah untuk pengukuran riak/ripple dengan simulasi. 

Gambar 3.  Penggunaan kursor di Scope Micro-Cap 12.

Gambar 4. Penggunaan Tag Mode di hasil simulasi mode transient di Micro-Cap 12.

Gambar 5. Fasilitas Periodic Steady State.

Simulator Micro-Cap 12 memiliki fasilitas PSS (Gambar 5), yang bisa dipergunakan untuk memperoleh gambaran keadaan stabil/tunak dengan lebih cepat. Ini terutama sekali bermanfaat untuk sistem SMPS (switch mode power supply). Hasil simulasi pengaturan di Gambar 5 bisa dilihat di Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Hasil simulasi dengan menggunakan fasilitas PSS.  

Gambar 7.  Tiga pilihan cara untuk melakukan simulasi mutual inductance / coupled inductors / transformer.

Gambar 8. Hasil dari simulasi rangkaian dengan induktansi.

Gambar 8 merupakan hasil simulasi dari sistem di Gambar 7 yang merupakan contoh rangkaian yang sudah disediakan oleh perusahaan pembuat Micro-Cap. Pertama, bisa dilihat ada tiga cara untuk menempatkan komponen mutual inductance / coupled inductors / transformer di Micro-Cap 12. Kedua, bisa dilihat polaritas gelombang keluaran terhadap gelombang masukan. Bandingkan polaritas V(TOUT) terhadap V(INPUT) di Gambar 9 dengan yang di Gambar 8. 

Gambar 9. Pembalikan polaritas tegangan keluaran.

Pembalikan polaritas tegangan dilakukan dengan memberi tanda negatif pada nilai K (coupling coefficient). Ini salah satu contoh praktik mengenai pentingnya kita untuk mau membaca sumber panduan yang dikeluarkan oleh produsen.

A negative coupling coefficient is the equivalent of flipping the polarity of one side of the transformer<span class="su-quote-cite">Spectrum Software</span>

Gambar 10. Simulasi dengan hubungan induktor kopel di Micro-Cap.

Gambar 10 merupakan rangkaian simulasi yang sebenarnya sama dengan sebelumnya. Hanya saja ditambahi komponen mutual inductance, yang dipakai sebagai penanda untuk menghubungkan L1 dan L2 sebagai coupled inductors. Perlu diingat, sesuai di gambar rangkaian, nilai masing-masing induktor sengaja tidak diturunkan hingga separuhnya. Hal ini dilakukan untuk sebisa mungkin menjaga agar semua parameter/faktor lain tetap sama, yang berubah hanyalah adalah hubungan kopel dengan koefisien sebesar 0.9 pada kedua induktor. Hasil simulasinya bisa dilihat di Gambar 11, bisa diperhatikan bahwa kadang-kadang memang bagaimanapun kita perlu waktu simulasi yang lebih lama. Rentang waktu yang lebih panjang ini terutama untuk mencapai kondisi steady state atau setidaknya mendekati kondisi itu. Bisa coba dibandingkan sendiri bagaimana jika mempergunakan PSS.  

Gambar 11. Simulasi transient untuk SEPIC dengan coupled inductors.

Tampilan yang terlihat di Gambar 12 adalah hasil pembesaran dari Gambar 11, dengan rentang waktu yang diperpendek. Anda bisa bandingkan hasilnya dengan simulasi sebelumnya yang menggunakan simulator LTspice.

Gambar 12. Tampilan zoom-in simulasi rangkaian SEPIC dengan coupled inductors.

 

SIMetrix/SIMPLIS

Simulator yang kedua yang hendak saya utarakan ini sebenarnya terdiri dari dua simulator yang terpisah. Kedua perusahaan pembuatnya bekerja sama dan memasarkan dua simulator itu ke dalam satu paket. Paket (bundle) simulator ini juga telah dipakai oleh beberapa perusahaan produsen komponen elektronika untuk melayani kebutuhan dasar simulasi dari para penggunanya. Tentu saja yang diberikan adalah serupa versi demo yang memiliki keterbatasan dalam jumlah node maupun fasilitas/fitur simulasi. Sungguhpun begitu, bundle simulator ini sudah memadai untuk mempelajari bagian-bagian dari ilmu elektronika daya. 

Simulator SIMetrix pada dasarnya serupa dengan simulator keluarga SPICE lainnya, meski tentu karena proses pengembangan di masing-masing perusahaan, produk akhirnya tidak akan persis sama.

What is Simetrix?

SIMetrix is a mixed-signal circuit simulator designed for ease and speed of use.

The core algorithms employed by the SIMetrix analog simulator are based on the SPICE program developed by the CAD/IC group at the department of Electrical Engineering and Computer Sciences, University of California at Berkeley. The digital event driven simulator is derived from XSPICE developed by the Computer Science and Information Technology Laboratory, Georgia Tech. Research Institute, Georgia Institute of Technology.

Although originally derived from these programs only a tiny fraction of the overall application code can be traced to them. Nearly all of the simulator code is either new or has been rewritten in order to provide new analysis features and to resolve convergence problems.<span class="su-quote-cite"><a href="https://help.simetrix.co.uk/8.3/simetrix/user_manual/topics/introduction_whatissimetrix.htm" target="_blank">SIMetrix Technologies</a></span>

Sedangkan simulator SIMPLIS adalah simulator yang mengambil pendekatan berbeda dari keluarga SPICE untuk melakukan simulasi rangkaian. Di simulasi rangkaian oleh SIMPLIS detail komponen non-linier akan diabaikan oleh simulator. Beberapa komponen perlu diterjemahkan oleh simulator ke format yang dapat dengan lebih cepat dikerjakan oleh SIMPLIS. Sekalipun tidak mendetail, namun untuk banyak keperluan sistem penyakelaran daya simulator jenis ini justru lebih banyak berguna.

Di bidang Power Electronics sejak dulu masalah simulasi adalah masalah yang pelik, tidak semua simulator berbasis SPICE punya kemampuan yang setara untuk dapat cepat menyelesaikan simulasi dengan cepat dan tepat. Bahkan, alasan inilah yang menyebabkan simulator LTspice yang gratis namun berpenampilan antar-muka yang tidak menarik itu tetap menjadi andalan banyak desainer sistem elektronika daya. Simulator SIMPLIS mengambil pendekatan yang berbeda dengan LTspice.

What is SIMPLIS?

SIMPLIS is a circuit simulator designed for rapid modelling of switching power systems. An acronym for “SIMulation for Piecewise LInear System”, it is supplied with our SIMetrix/SIMPLIS product range.

SIMPLIS is a component level simulator like SPICE but is typically 10 to 50 times faster when simulating switching circuits. It achieves its speed by modelling devices using a series of straight-line segments rather than solving non-linear equations as SPICE does. By modelling devices in this way, SIMPLIS can characterise a complete system as a cyclical sequence of linear circuit topologies. This is an accurate representation of a typical switching power system where the semiconductor devices function as switches. However, a linear system can be solved very much more rapidly than the non-linear systems that SPICE handles. The end result is accurate, but extremely fast simulations, allowing the modelling of complex topologies that would not be viable with SPICE.

SIMPLIS has three analysis modes: Transient, Periodic Operating Point and AC. Transient analysis is similar to the SPICE equivalent but is typically 10-50 times faster. Periodic Operating Point is a unique analysis mode that finds the steady-state operating waveforms of switching systems. AC analysis finds the frequency response of a switching system without needing to use averaged models. This is especially useful for what-if studies on new circuit topologies or control schemes where the small-signal averaged model has not yet been derived.

Because non-linear devices are defined using a sequence of straight line segments, models for such devices are quite different from SPICE models. There are of course many SPICE models available and so in order to retain compatibility with these, SIMetrix/SIMPLIS has the ability to convert models for some types of device into SIMPLIS format. This conversion is performed when the device is placed on the schematic. Devices currently supported are MOSFETs, BJTs and diodes. In the case of MOSFETs and Zener diodes, the conversion is achieved by performing a sequence of simulations using the SIMetrix-SPICE simulator. This method is independent of the method of implementation of the device.

<span class="su-quote-cite"><a href="https://www.simplistechnologies.com/documentation/simplis/user_manual/topics/introduction_whatissimplis.htm" target="_blank">SIMPLIS Technologies</a></span>

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Simulasi rangkaian SEPIC dengan SIMetrix.

Gambar 2. Hasil simulasi dengan SIMetrix, pengaruh penyakelaran pada tegangan keluaran.

Gambar 3. Perubahan polaritas tegangan dua induktor dibandingkan kondisi tegangan keluaran,

Gambar 4. Perubahan polaritas arus di dua kapasitor dibandingkan kondisi tegangan keluaran.

 

Gambar 5. Simulasi rangkaian SEPIC dengan simulator SIMPLIS

Rangkaian SEPIC yang dipergunakan pada simulasi di Gambar 5 adalah rangkaian yang dasarnya sama dengan yang dipergunakan pada simulasi dengan simulator SIMetrix. Perbedaannya adalah penggunaan bahwa sumber tegangan, MOSFET, dan diode Schottky harus diterjemahkan ke dalam bentuk yang dipahami oleh SIMPLIS. Cara ekstraksi/pengisian parameter komponen telah disediakan oleh SIMPLIS, seperti di Gambar 6. Komponen MOSFET yang tadinya adalah IRL530NS diganti menjadi IRF530NS di simlasi SIMPLIS ini. Adapun penggantian tipe diode sebenarnya tidak diperlukan, hanya saja setelah percobaan awal saya ingin sekaligus secara ringkas menunjukkan penggunaan diode baru dengan kemampuan yang lebih besar. 

Gambar 6. Fasilitas ekstraksi parameter otomatis / pengisian parameter komponen secara manual.

Gambar 7. Kutipan datasheet diode Schottky 10bq040.

Gambar 8. Kutipan datasheet  diode Schottky 50wq06fn.

Gambar 9. Hasil simulasi risiko arus puncak sesaat melilntasi diode D1.

 

Gambar 10. Penggunaan fasilitas Mutual Inductor di SIMetrix. 

Gambar 10 menunjukkan penggunaan fasilitas  Mutual Inductor yang terdapat di MPLAB MINDI SIMetrix. Di gambar yang sama terlihat bahwa untuk simulasi ini D1 telah menggunakan 50wq06fn yang memiliki kemampuan lebih besar.

Gambar 11. Hasil percobaan dengan Mutual Inductor di SIMetrix, riak arus sebesar ∆ 82.03 mA.

Gambar 12. Penggunaan fasilitas Mutual Inductance di SIMPLIS

Gambar 13. Hasil simulasi dengan Mutual Inductance di SIMPLIS

Hasil simulasi rangkaian dengan menggunakan SIMPLIS di Gambar 12 dapat dilihat di Gambar 13 dengan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil simulasi SIMetrix. Hasil ini juga bisa dibandingkan dengan simulasi menggunakan Micro-Cap, LTspice, dan PSIM.

 

 

font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆ 

Penggunaan coupled inductors di rangkaian SEPIC

Sistem konverter dengan tipe SEPIC dapat diwujudkan dengan menggunakan dua buah induktor yang terpisah. Tetapi anda bisa jadi akan menemukan sistem SEPIC dengan hanya satu induktor saja. Sebelum di lain waktu akan melihat bagaimana solusi SEPIC komersial dengan tipe closed-loop, maka kali ini kita akan melihat bagian terakhir dari variasi sistem SEPIC yaitu coupled inductors.

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Perancangan SEPIC dengan TI PSD.

Gambar 1 menunjukkan bahwa di PSD ada fasilitas perhitungan untuk melakukan perancangan rangkaian SEPIC yang mempergunakan dua induktor yang dililitkan di inti yang sama (coupled inductors). Nanti akan coba kita lihat apakah benar ada perbedaan riak arus (current ripple) antara induktor yang terpisah dengan yang coupled/mutual. Setidaknya induktor yang terkopel ini dipilih untuk dipergunakan oleh produsen karena akan menggunakan tempat yang lebih sedikit di PCB dan cenderung akan lebih murah.

Gambar 2. Microchip PIC16F1788 Wireless DC/DC LED Driver.

Gambar 2 menunjukkan contoh bagaimana coupled inductors dapat membuat suatu produk menjadi lebih ringkas. Bandingkan gambar skema induktor di situ dengan L1 di Gambar 3 berikut ini. 

Gambar 3. Texas Instuments, slyt411.

Gambar 4. Microchip, AN1137 Using the MCP1631 Family to Develop Low-Cost Battery Chargers.

Gambar 5. Microchip, AN960 New Components and Design Methods Bring Intelligence to Battery Charger Applications.

Gambar 6. Simulasi dasar dengan induktor terpisah.

Seperti biasa, simulasi di Gambar 6 dipergunakan untuk dasar pembanding/baseline untuk rangkaian dan simulasi berikutnya. Mulai Gambar 7 berikut akan ditunjukkan ‘evolusi’ rangkaian dasar menuju rangkaian dengan coupled inductors/mutual inductance.

Gambar 7. Evolusi yang pertama dari rangkaian.

Gambar 8. Evolusi yang kedua dari rangkaian.

Gambar 8 adalah versi akhir rangkaian simulasi untuk open-loop SEPIC dengan coupled inductors. Meskipun menurut beberapa sumber nilai induktor kopel dapat dikurangi, namun untuk simulasi kali ini masih akan dipertahankan nilai yang sama untuk dibandingkan dengan simulasi dari TI PSD. Di Gambar 1 dapat dibaca nilai riak arus (current ripple) untuk konfigurasi dua induktor (yang masing-masing bernilai 100 μH), yaitu 160 mA. Hasil ini bisa dibandingkan dengan hasil simulasi LTspice untuk rangkaian yang serupa, Gambar 7, sebagaimana terilihat di Gambar 9 berikut ini.  

Gambar 9. Riak arus (current ripple) untuk penggunaan dua induktor 100 μH secara terpisah.  

Hasil antara simulasi di Gambar 9 adalah masih ‘in the ballpark‘ (mendekati) hasil simulasi PSD di Gambar 1. Berikutnya untuk coupled inductors kita kembali terlebih dahulu ke simulasi PSD, di Gambar 10 ini.

Gambar 10. Perhitungan/simulasi dengan PSD untuk coupled inductors.

Konfigurasi yang diatur untuk perhitungan PSD seperti di Gambar 10 akan menjadi pembanding hasil yang nanti akan diperoleh dari simulasi di LTspice di Gambar 11.

Gambar 11. Riak arus (current ripple) untuk penggunaan coupled inductors 100 μH.

Gambar 11 adalah hasil dari simulasi rangkaian SEPIC di Gambar 9 yang menggunakan coupled inductors. Untuk percobaan ini, nilai masing-masing induktor tidak diubah tetap 100 μH. Maka dapat dibandingkan dengan Gambar 10 bahwa nilai kedua simulasi, tetap mendekati nilai yang sama. Dari sini secara empiris bisa diambil kesimpulan bahwa untuk nilai induktor yang sama maka nilai ripple current akan lebih kecil jika induktor dihubungkan kopel di inti yang sama (coupled inductors). Oleh karena itu beberapa sumber menyatakan bahwa secara praktis bisa diperkirakan bahwa jika memilih mempergunakan coupled inductors, nilai induktansi pun bisa dikurangi separuhnya. Ini jelas merupakan tambahan penghematan, meskipun nilai induktor kopel yang sesungguhnya masih perlu dihitung dengan lebih teliti untuk mengakomodasi ketidakidealan rangkaian.

Gambar 12. Simulasi PSD dengan nilai induktor kopel sebesar 50 μH. 

Gambar 13. Simulasi LTspice untuk coupled inductors SEPIC (masing-masing 50 μH).

Simulasi LTspice di Gambar 13 (dan PSD di Gambar 12) menunjukkan bahwa sekalipun nilai masing-masing lilitan induktor dikurangi separuh (50 μH) pada rangkaian dengan coupled inductors, tetapi current ripple akan sebanding dengan riak arus di rangkaian SEPIC dengan induktor terpisah (yang masing-masing induktornya sebesar 100  μH). 

Catatan penting untuk simulasi dengan coupled inductors/mutual inductance di LTspice adalah mengenai pengaturan nilai kopel. Untuk semua rangkaian percobaan di atas pengaturan yang dipergunakan adalah K L1 L2 0.9.  Angka 0.9 menunjukkan nilai koefisien kopel, nilai coupling coefficient yang sempurna adalah 1. Angka 1 menunjukkan bahwa tidak ada leakage inductance, kopling sempurna antar tiap induktor, L1 dan L2. Selain dari kesulitan untuk mewujudkannya di sistem fisik, nilai coupling coefficient sebesar 1 artinya semua energi di L1 akan dipindahkan ke L2 yang akan mendatangkan masalah juga saat simulasi. Di kondisi itu tidak ada arus yang mengalir ke kapasitor kopling C1. Sehingga coupling capacitor itu memang bisa dihilangkan, tetapi sebagai akibatnya rangkaian SEPIC akan berubah menjadi rangkaian flyback yang memiliki karakteristik kerja yang berbeda. Masih bisa kita ingat bahwa pada umumnya rangkaian SEPIC tidak memerlukan tambahan snubber meskipun bekerja dengan induktor (bahkan dua induktor tunggal yang terpisah atau coupled inductors). Hanya sebagai pembanding, di Gambar 14 di bawah ini akan ditunjukkan bagaimana jika pengaturan kopling untuk Gambar 13 diubah menjadi K L1 L2 1.

Gambar 14. Percobaan dengan pengaturan K L1 L2 1.

Setiap simulator, termasuk simulator rangkaian/sistem elektronika yang berbasis SPICE, tentu memiliki pengaturannya masing-masing. Beberapa berlaku umum, beberapa spesifik di simulator yang dimaksud. Kalau anda perhatikan, di semua rangkaian coupled inductors/mutual inductance simbol/lambangnya hampir serupa/sama. Apakah memang harus demikian di LTspice? Jawabannya adalah tidak. Bagaimana anda menempatkan posisi masing-masing induktor yang terkopel tidak menjadi soal. Yang menjadi penanda perintah bagi LTspice adalah  apa yang disebut sebagai ‘K-statement’, misalnya K L1 L2 0.9. Dengan perintah itu LTspice mengetahui bahwa L1 dan L2 terhubung, coupled inductors/mutual inductance/transformer. Dari posisinya di K-statement itu diketahui bahwa L1 sebagai sisi primer, L2 sebagai sisi sekunder, dan mutual coupling coefficient adalah sebesar 0.9. Gambar 15 ini membuktikan bahwa rangkaian tidak harus dibentuk seperti di Gambar 8 (dan seterusnya), kecuali untuk mempermudah pengenalan visual saja. LTspice mengenali adanya induktor yang terhubung kopel hanya dengan mengetahui adanya ‘K-statement’.  

Gambar 15. Penggunaan K-statement.

Di kesempatan lain saya akan coba menyampaikan tentang sumber belajar Switching DC-DC Converter / SMPS (Switched Mode Power Suply) dari perusahaan-perusahaan yang memproduksi induktor/ transformer. Karena komponen ini juga merupakan salah satu komponen yang terpenting untuk suatu catu daya tersakelar selain penyakelar (regulator / controller).   

 

[su_panel border=”3px solid #39DECB” radius=”10″] [intense_tabs direction=”right” active_tab_background_color=”#000000″ active_tab_font_color=”#ffff00″ trigger=”click”] [intense_tab title=”Video01″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab] [intense_tab title=”Video02″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab] [intense_tab title=”Video03″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab] [intense_tab title=”Video04″ border=”3px solid #e8e8e8″ link_target=”_self” content_background_color=”#000000″ content_font_color=”#ffffff” icon_size=”1″ icon_position=”left”]

[/intense_tab][/intense_tabs] [/su_panel]

 


font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆ 

Penggunaan parameter sweep di LTspice untuk simulasi rangkaian open loop SEPIC

Keunggulan sistem open loop adalah ringkas dan biasanya lebih mudah dipahami karena sederhana. Kekurangannya, jelas bahwa kalau parameter utama sistem berubah maka nilai sesungguhnya (process variable) akan berubah dan bergeser dari nilai set point.

Untuk proses belajar, rangkaian/sistem open loop selalu disarankan untuk menjadi awalan. Diharapkan dengan cara ini maka korelasi dan kausalitas di sistem itu akan lebih mudah terlihat dan dipahami. Jika satu faktor/variabel berubah apa akibatnya bagi variabel lain? Apa saja variabel lain yang mempengaruhi suatu variabel/parameter operasi di suatu rangkaian/sistem? Dengan bahasa yang sangat informal, dikatakan, ” ‘Apa’ menyebabkan ‘apa’ ?” Dalam bentuk yang lebih formal, “Faktor apa saja yang menyebabkan sesuatu terjadi (atau tidak terjadi)?”  

Di artikel sebelumnya telah disampaikan bagaimana LTspice dipergunakan untuk melakukan simulasi open-loop SEPIC. LTspice bisa dipakai untuk menggantikan PSIM dalam hal ini. Kali ini akan dicoba mempergunakan LTspice untuk skenario what-if. Bagaimana jika satu (dan hanya satu) faktor yang diubah, apa akibatnya pada unjuk kerja / parameter operasi rangkaian. Ini penting untuk menanamkan pemahaman hubungan sebab-akibat yang merupakan hubungan dasar di banyak sistem engineering (rekayasa).

[ Semua gambar di bawah ini dapat dilihat versi tampilan yang lebih besar dengan cara melakukan klik-kanan di gambar lalu memilih “Open image in new tab” pada browser. ]

Gambar 1. Simulasi stepping nilai tegangan masukan.

Gambar 1 menunjukkan simulasi skenario tegangan masukan dinaikkan dari 8 V sampai 14 V dengan setiap kenaikan sebesar 2 V. Di LTspice aktivitas ini dapat dilakukan dengan memberi perintah .step param Vsource 8 14 2. Semua parameter lain dibiarkan tetap, termasuk nilai duty cycle. Hanya tegangan input saja yang nilainya diubah. Hasilnya nampak pada bagian kanan gambar yang sama. Nilai tegangan keluaran sebagai akibat dari perubahan nilai tegangan masukan juga dapat dilihat di hasil zoom in di Gambar 2.

Gambar 2. Hasil simulasi perubahan nilai tegangan sumber, zoomed-in.

 

Gambar 3. Simulasi perubahan duty cycle.

Gambar 3 menunjukkan percobaan bagaimana jika semua faktor lain tetap, sedangkan nilai duty cycle diubah. Apa pengaruhnya pada tingkat tegangan keluaran?

Hasil simulasi di bagian kanan Gambar 3 membantu membuktikan bahwa nilai tegangan keluaran pada open loop SEPIC selain ditentukan oleh nilai tegangan masukan juga ditentukan oleh nilai duty cycle. Bahkan biasanya untuk prosedur desain, nilai duty cycle yang tepatlah yang dihitung dan dicari. Ini dikarenakan biasanya nilai tegangan masukan dan keluaran sudah ditetapkan.

Percobaan di Gambar 3 menunjukkan semua nilai keluaran yang berada di atas nilai masukan. Ini serupa dengan kerja boost converter. Bagaimana cara untuk menunjukkan apakah rangkaian SEPIC bisa dipakai untuk menurunkan level tegangan seperti buck converter? Jawabannya ada di Gambar 4 berikut ini.

  Gambar 4. Uji coba step-down dan step-up dengan open-loop SEPIC.

Secara kualitatif dapat diungkapkan bagaimana pola hubungan antara nilai duty cycle terhadap nilai tegangan output di SEPIC. Jika semua parameter lain tetap, semakin besar nilai duty cycle maka akan semakin besar nilai tegangan output. Di Gambar 4, gelombang berwarna hijau adalah tingkat keluaran tegangan terendah sebagai hasil dari nilai duty cycle sebesar 30%. Gelombang berwarna ungu adalah tingkat keluaran tegangan tertinggi sebagai hasil duty cycle terbesar pada percobaan ini yaitu 57.76%. Dapatkah anda memperkirakan mengapa pada saat duty cycle sebesar 50% maka idealnya nilai tegangan output akan sama dengan nilai tegangan input

Persamaan dan contoh perhitungan untuk rangkaian/sistem SEPIC dapat ditemui di sejumlah buku textbook elektronika daya. Misalnya D. W. Hart, Power electronics, 1st ed. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2010; H. Zumbahlenas, Linear Circuit Design Handbook. Elsevier Science & Technology Books, 2008; F. L. Luo, H. Ye, M. H. Rashid, and M. H. Rashid, Digital Power Electronics and Applications. Elsevier Academic, 2005. Cara lain adalah dengan mengakses, membaca, dan menelusuri berbagai dokumen yang dikeluarkan perusahaan produsen komponen dan sistem elektronika. Misalnya dari Microchip, Texas Instruments, Analog Devices, dan XLSEMI. Anda dapat menemui banyak application note, application report, user guide, white paper. datasheet, dan banyak lagi lainnya. Sebagai contoh kasus, berikut beberapa screenshot dokumen yang menunjukkan bagian perhitungan yang melibatkan duty cycle untuk SEPIC. 

Gambar 5. Intersil AN9208 High Frequency Power Converters.

Gambar 6. Microchip AN1978 SEPIC LED Driver Demo Board for Automotive Applications.

Gambar 7.  Texas Instruments, LM3478 High-Efficiency Low-Side N-Channel Controller for Switching Regulator.

Gambar 8. Microchip, AN1261 Dimming Power LEDs Using a SEPIC Converter and MCP1631 PIC Attach PWM Controller.
 Gambar 9. Texas Instruments, AN-1484 Designing A SEPIC Converter.

Gambar 5 sampai Gambar 9 hanyalah sekadar contoh bagaimana informasi dapat ditemukan dan diperbandingkan, jika ada kemauan. Karena itu, terutama bagi mahasiswa, tidak tersedianya buku textbook yang tercetak bukanlah alasan kuat untuk tidak belajar. Semua screenshot yang ditampilkan di atas hanyalah sebagian kecil dari informasi yang tersedia.

 

Gambar 10.  Simulasi pengubahan nilai resistansi beban.

Gambar 11. Zoom-in hasil simulasi pengubahan nilai resistor beban.

Dari Gambar 10 dan Gambar 11 bisa dilihat bahwa jika nilai resistansi sebuah beban dikurangi, maka akan semakin besar arus yang bisa lewat, semakin kecil pula nilai jatuh tegangan di resistor itu. Demikian pula berlaku sebaliknya. 

Gambar 12. Percobaan dengan sumber arus ideal sebagai beban.

Percobaan sebagaimana di Gambar 12 dilakukan untuk memperoleh baseline bagi percobaan berikutnya. Pada kesempatan ini nilai arus beban sama dengan rancangan, yaitu 350 mA. Hasilnya sama dengan sebelumnya, nilai tegangan keluaran di kisaran 12 V. Bagian kanan Gambar 12 terdapat dua plot pane, yang menampilkan gelombang tegangan yang sama yaitu V(out). LTspice memiliki fasilitas bahwa masing-masing sumbu-X di setiap pane dapat diatur terpisah. Tampilan gelombang di pane bagian bawah adalah zoom-in dari gelombang di pane di atasnya. Anda bisa melihat ripple dengan lebih jelas sambil membandingkan dua tampilan gelombang yang sama.

Gambar 13. Percobaan pengaruh variasi arus beban terhadap tegangan keluaran.

Percobaan sebagaimana di Gambar 13 dilakukan dengan mencoba tiga tingkat arus beban yang berbeda. Gelombang tegangan keluaran berwarna hijau adalah hasil simulasi untuk arus beban 50 mA, sedangkan gelombang berwarna merah adalah tegangan keluaran untuk arus beban sebesar 2 A. Perlu diingat kembali, ini adalah sistem yang bertipe open-loop.

Anda bisa mencoba sendiri untuk mengubah satu-per-satu variabel/parameter rangkaian yang lain. Kemudian setelah itu bisa coba menggabungkan stepping untuk lebih dari satu parameter.


font cache: Ψ α β π θ μ Φ φ ω Ω ° ~ ± ≈ ≠ ≡ ≤ ≥ ∞ ∫ • ∆