Belajar dan pembelajaran

Salah satu masalah (tantangan) bagi siswa, mahasiswa maupun bagi siapa saja yang belajar (pelajar) adalah pemahaman mengenai apa itu belajar (juga pembelajaran). Pelajaran tentang belajar tampaknya masih belum begitu sering diulang dan dipelajari. Maka ungkapan yang umum adalah,”Pokoknya belajar.”

Yang berubah seiring pergantian tahun dan zaman tidak hanya perangkat keras teknologi yang mudah terlihat oleh mata, seperti ponsel dan komputer elektronik. Sebenarnya yang jarang teramati oleh masyarakat umum adalah perubahan, perkembangan dan kemajuan dasar-dasar terwujudnya suatu produk teknologi, yaitu sains. Sains menjadi dasar dari bidang kerekayasaan (engineering) dan juga teknologi (technology). Dan dalam sains, manusia berusaha semakin mengembangkan pemahaman mengena banyak hal di alam semesta, termasuk pada diri manusia. Pemahaman itu terus menerus diperluas, diperiksa dan diperbaiki. Dalam sains tidak dikenal pemahaman manusia yang benar-benar absolut benar. Jika terdapat cukup bukti yang kuat maka suatu pendapat yang dahulu dipercayai dan “dipegang” bisa saja diganti. Masih ingat tentang perkembangan (evolusi) teori tentang atom? Bahkan suatu teori yang diterima setelah penjelasan-penjelasan ilmiahnya dikaji dengan seksama, suatu saat bisa tidak lagi dipakai. Kadang-kadang yang menggugurkannya cukup dengan penjelasan yang lebih baik yang diperiksa oleh banyak ahli.

Gambar 1. Evolusi model atom [sumber: Wikipedia]

http://2.bp.blogspot.com/-dCKSQInAi9g/T9fuVe--FgI/AAAAAAAAAA4/i79zaSWBSPs/s1600/FG05_26.jpgGambar 2. Model-model atom [sumber: Atomic History]

Perubahan pemahaman manusia tentang atom bukanlah satu-satunya perkembangan pemahaman manusia yang dituangkan dalam struktur sains (science). Pemahaman tentang diri manusia pun terus berkembang, termasuk tentang belajar. Bagaimana manusia belajar, apa saja penyebabnya, bagaimana prosesnya dan apa saja tantangannya. Pemahaman berkembang dari yang dulunya menanggap pelajar hanya seperti ember kosong yang hendak diisi menjadi agen belajar yang aktif.

Gambar 3. “Pembelajaran” mode TCL [sumber: slideshare oleh Ridwan]

Perkembangan tentang diri manusia baik sebagai individu maupun dalam kumpulan yang besar sebagai masyarakat dipelajari dan dikembangkan melalui berbagai macam cabang bidang ilmu. Dari awalnya berupa filsafat kuno sampai terbagi ke bidang-bidang khusus yang kemudian bertemu kembali dalam bentuk kajian multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Kajian-kajian psikologi, biologi, ekonomi dan antropologi antara lain menghasilkan sinergi dalam pemahaman bagaimana manusia belajar di rentang usia, gender dan budaya. Mirip dengan perkembangan pada pokok ilmu Fisika dan Biologi, semua ilmu-ilmu ini membantu kita untuk berusaha lebih paham mengenai diri kita sebagai manusia, bagaimana kita berpikir dan bertindak dan terutama (untuk kepentingan bahasan ini) mengenai bagaimana kita belajar.

Gambar 4. Ilustrasi pengembangan pengetahuan [sumber: liorzoref.com]

PictureGambar 5. Pentingnya membaca [sumber: furqanasif.com]

Sayangnya, upaya pemahaman ini agar jarang dilakukan di proses belajar di tahap dasar. Lebih celaka lagi, di tahap lanjut pun untuk beberapa bidang, sering diabaikan pula karena dianggap bukan bagian dari kajian. Padahal sama seperti fungsi oksigen dalam udara dan proses bernapas bagi manusia, pemahaman tentang belajar dan ciri-cirinya merupakan dasar atau fondasi bagi “bangunan” di atasnya. Kelemahan pada fondasi akan membahayakan tahapan berikutnya.

Mengejar kemajuan dengan dasar (atau arah) yang salah sedari awal itu bukan hanya tidak efisien tetapi sering tidak efektif. Dan lebih dari itu sering mengundang bahaya yang besar. Jutaan orang mati, literally, disebabkan dasar pemahaman yang salah.

Gambar 6. Mengejar kemajuan dengan arah dan cara yang salah

Gambar 7. Kemajuan sering tidak berarti kalau dilakukan dengan salah

Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa sebelum mengejar kemajuan, harus diupayakan terlebih dahulu untuk menetapkan arah dan cara yang sebenar mungkin. Orang sering terpesona dan terlena dengan progress tetapi sering tidak peduli bahwa arahnya salah. Kalau arah sudah salah maka apa yang dianggap sebagai kemajuan tadi menjadi tidak berarti, bahkan lebih sering mendatangkan kerugian. Jadi, apakah kita berhasil menyelesaikan menebang pohon di hutan untuk kemudian menyadari kita menebang di hutan yang salah dan dengan arah yang salah pula? Atau, apakah kita berusaha untuk cepat menaiki tangga, padahal tangga itu kita sandarkan di dinding yang salah (seperti ilustrasi pada Gambar 8)?

Gambar 8. Memanjat tangga di dinding yang salah

 

Salah satu masalah dalam potensi masalah pembelajaran di perguruan tinggi dalam bidang yang bukan keguruan dan ilmu pendidikan adalah adanya pengabaian perkembangan dan pencapaian dalam teori/ilmu mengenai bagaimana manusia belajar. Terutama untuk bidang-bidang yang lazim dikenal sebagai eksakta, termasuk kerekayasaan (enginering) dan kerekayasaan teknologi (engineering technology). Pada satu sisi ini “bisa dipahami” karena bidang-bidang yang sering juga disebut sebagai ilmu-ilmu teknik ini dianggap sudah memiliki sejumlah besar kesulitan yang menjadi tantangan tersendiri. Karena itu ada keengganan untuk “menambahinya” dengan tantangan baru yaitu memahami cara pembelajaran. Namun demikian, seiring waktu disadari bahwa cara seperti itu tidaklah benar. Sebagaimana ada ilmu yang dikembangkan, misalnya, untuk memahami cara kerja dan pemanfaatan energi listrik, maka ada pula ilmu yang dikembangkan untuk membantu proses belajar. Dan tentu saja ilmu itu juga harus dipergunakan sebagaimana ilmu-ilmu yang lain. Pembahasan mengenai hal tersebut tercakup dalam engineering education.

Gambar 9 menampilkan contoh buku dalam Bahasa Indonesia yang relatif masih bisa diperoleh dengan mudah. Buku ini menurut saya bagus dan bermanfaat bukan saja untuk para pengajar tetapi bahkan untuk para pelajar. Dengan menggunakan buku ini, baik pengajar maupun pelajar dapat mengacu pada acuan yang sama untuk memformulasikan bagaimana proses belajar itu dapat berlangsung dengan lebih baik. Buku ini cukup ringkas dan praktis untuk dipergunakan bahkan untuk bidang engineering/engineering technology.

Beberapa bagian penting untuk fondasi proses pembelajaran saya kutip di sini semata-mata untuk keperluan pendidikan dan non komersial. Bila tertarik (dan disarankan) untuk membaca silakan membeli buku ini.

Gambar 9. Contoh sumber bacaan mengenai pembelajaran

Dikutip dari : E. Siregar, Teori belajar dan pembelajaran. Ghalia Indonesia, 2010.

A. Pengertian Belajar, Ciri-Ciri Belajar dan Mengapa Belajar?

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

 

Dengan demikian, dapat simpulkan bahwa seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat—obatan. Kecuali itu, perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja.

 

Orang yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan, istilah “proses belajar mengajar” atau ”kegiatan belajar mengajar” adalah istilah yang tidak asing lagi. Dalam kedua istilah tersebut kita lihat, adanya dua istilah yaitu ”belajar” dan “mengajar”. Keduanya seolah- olah tak terpisahkan satu sama lain, ada anggapan bahwa kalau ada proses belajar tentulah ada proses mengajar. Seseorang belajar karena ada yang mengajar. Tetapi benarkah itu? Kalau mengajar kita pandang sebagai satu-satunya kegiatan atau proses yang dapat menghasilkan belajar pada diri seseorang, pendapat tersebut tidaklah benar. Proses belajar dapat terjadi kapan saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Karena itu istilah “pembelajaran” mengandung makna yang lebih luas daripada “mengajar”, pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.

 

Gambar 10. Pengajaran VS pembelajaran

#fairUse #educational #nonCommercial


Jika pengumpamaan pelajar seperti ember kosong yang akan diisi oleh orang lain tidaklah begitu tepat, maka analogi lain dari pelajar dapat diambil. Perbedaannya adalah pada letak peran utama yang diambil. Dalam pemahaman modern seperti yang sudah dijabarkan di bagian sebelum ini hingga Gambar 10, peran utama dalam proses pembelajaran ada pada pelajar, bukan lagi pada pengajar seperti pemahaman pada zaman dahulu.

Analogi baru yang dimaksud adalah seperti pada Gambar 11 berikut. Sebagian pengguna komputer elektronik seperti desktop PC maupun laptop  pernah mengetahui perlunya melakukan format pada hard disk (HDD). Format ulang bahkan kadang diperlukan untuk melakukan instalasi sistem operasi yang berbeda, terutama pada masa lalu. Misalnya sistem operasi Microsoft Windows cocok mempergunakan format partisi FAT, FAT32 dan NTFS. Kesulitan akan terjadi kalau format partisi HDD adalah ext3, misalnya. Format ini cocok untuk OS GNU/Linux seperti Ubuntu atau Slackware.

Perbedaannya adalah analogi dini dipakai untuk menjelaskan bahwa siswa/pelajar secara aktif melakukan format ulang sendiri terhadap dirinya. Faktor di luar hanya membantu, misalnya lingkungan manusia, pengajar dan sarana penunjang lainnya. Format ulang diperlukan kalau ingin mencapai hasil yang sesuai. Karena belajar adalah berubah, maka perubahan perlu terjadi dan perlu dilakukan di atas dasar yang sesuai dan benar.

Gambar 11. Format partisi di sistem GNU/Linux


Hal lain tentang belajar adalah pengungkapan secara informal suatu kegiatan. Sebagai contoh, jika seseorang ditanya tentang apa yang sedang dilakukannya ada kemungkinan ia menjawab bahwa ia sedang belajar. Sebenarnya ia sedang membaca, dan sebagaimana yang sudah dipahami membaca belum tentu berarti belajar, sungguh-sungguh belajar.

Katakanlah kita menerima ungkapan informal seperti itu maka ungkapan belajar secara informal dapat berarti dua hal. Mempelajari sesuatu yang baru atau mengulang sesuatu (yang dulu pernah dipelajari).

Mempelajari sesuatu yang baru sama seperti hakekat belajar yang sudah dibahas, hasilnya seharusnya adalah adanya perubahan. Tanpa adanya perubahan maka sesungguhnya seseorang tidaklah bisa dianggap telah belajar (sesuatu yang baru). Yang kedua adalah mengulang sesuatu yang telah pernah “dipelajari”. Hasilnya bisa saja berupa perubahan, karena hal yang sama bisa jadi dipelajari dengan sudut pandang yang berbeda, pendekatan yang berbeda, situasi/lingkungan yang berbeda dan cara yang berbeda. Tetapi secara umum, mengulangi suatu bahan lebih akan mungkin menghasilkan peningkatan ketepatan, kecepatan dan secara umum keterampilan.

Sungguhpun pencapaian tiap individu akan berbeda-beda tetapi secara umum pola yang akan dihasilkannya sama.

Gambar 12. “Belajar”


Tantangan untuk mahasiswa D3 dan D4 akan semakin besar seiring kemajuan zaman. Semakin maju peradaban manusia dalam sains dan teknologi akan semakin banyak pola kerja manusia yang berubah/bergeser. Dengan bantuan otomatisasi dan robotika peran manusia untuk pekerjaan yang mengandalkan kemampuan motorik akan semakin berkurang di banyak bidang industri.

Sesuai KKNI, maka tingkat pekerjaan yang harusnya disasar dan memang menjadi bagian dari kompetensinya tidak lagi bertumpu pada kemampuan psikomotorik semata. Sebagai contoh, pada Gambar 13 adalah kondisi ruang monitoring dan pengendali di salah satu pembangkit listrik. Pemantauan sudah dilaksanakan dengan bantuan teknologi komputasi dan komunikasi, menggunakan komputer elektronik. Operator tentu dituntut memiliki dasar kemampuan analisis data dan situasi yang lebih baik agar dapat menilai dan memvisualisasikan kondisi operasi sistem. Gambar 14 adalah foto dari ruang kendali pada pembangkit yang lebih baru. Adanya peningkatan otomatisasi memudahkan proses pemantuan dan pengendalian oleh manusia. Untuk sebagian besar operasi rutin telah dapat ditangani oleh algoritma komputasi. Hal seperti ini sudah umum terjadi saat ini. Sehingga pembelajaran untuk mahasiswa pun perlu disesuaikan ulang.

Gambar 13. Salah satu contoh ruang kendali pembangkit listrik

Gambar 14. Ruang kendali pembangkit yang lebih baru


Proses pendidikan di perguruan tinggi sesungguhnya tidak hanya melayani kepentingan mahasiswa dan orangtua mahasiswa, tetapi juga melayani kepentingan bangsa dan negara. Adalah kepentingan negara untuk dapat memiliki penduduk yang tiap kurun waktu terdapat perbaikan dalam hal kualitas sumber dayanya. Ini penting agar negara tersebut bisa bersaing di dunia internasional, bisa meningkatkan taraf hidup penduduknya dan memajukan peradabannya.

Hasil pendidikan tinggi bukan hanya berupa kecakapan kerja operasional di bidang spesifik, seperti pelatihan keterampilan tertentu saja. Hasil utama pendidikan tinggi sesungguhnya adalah perubahan cara dan pola pikir menjadi lebih terbuka dan lebih maju, Mampu menyerap kemajuan peradaban lain dan memajukan peradaban bangsa dan negaranya sendiri.

Sebagian dari bukti adanya perubahan cara dan pola pikir dapat dengan mudah dipantau di berbagai media sosial dewasa ini. Bagaimana berita fake dan hoax sangat sering disebarkan oleh orang-orang yang bahkan telah lulus pendidikan di perguruan tinggi. Padahal ciri telah belajar adalah adanya perubahan yang nyata. Berarti masih ada kesenjangan antara capaian dari pola pembelajaran dengan hasil pendidikan tinggi. Sesuatu yang harus secara nyata dan sistematis dibenahi.

Gambar 15 saya pahami sebagai gambar canda mereka yang bergerak di bidang TI. Saat musim liburan, saat beberapa personel sedang libur, tentu diharapkan sistem tidak mengalami gangguan. Tetapi untuk tulisan ini, gambar ini saya pakai untuk menyampaikan bahwa salah satu hasil dari pembelajaran di perguruan tinggi adalah adanya perubahan cara pikir menuju penghormatan terhadap korelasi dan kausalitas. Terutama untuk mahasiswa kerekayasaan/perekayasaan teknologi (engineering technology) yang juga sering dipanggil “anak teknik”. Ada cara-cara tertentu untuk melakukan sesuatu, ada prosedur, ada sistematika yang perlu diacu dan ditaati. Misalnya, kembali ke Gambar 15, seorang teknisi/technologist tidak bisa berharap sistemnya tidak akan mengalami gangguan hanya dengan melakukan hal seperti di dalam foto bercanda itu. Ada prosedur teknis yang harus diikuti, dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan gangguan.

Gambar 15.  Bercanda, harapan sebelum ditinggal berlibur [sumber: twitter.com/Fluidityss/status/808629570115084288]

Berbeda lagi dengan Gambar 16, gambar ini dulu sering dipakai sebagai hoax dengan banyak versi tulisan (caption), menjadi meme yang viral. Setelah beberapa tahu berlalu dan faktanya sudah menjadi umum, meme serupa ini menjadi meme sarcasm yang menunjukkan kekonyolan banyak orang yang sering membagi hoax.

Image result for ular menyelamatkan ikanGambar 16. Hoax ular menyelamatkan ikan

Gambar 17 memiliki pola yang sama dengan Gambar 16, bedanya adalah dipakai untuk menunjukkan bagaimana bahkan sekarang media massa konvensional dianggap latah untuk ikut menyebarkan “berita” yang belum mereka verifikasi dengan baik sebagaimana lazimnya sebuah media massa.

Image result for ular menyelamatkan ikanGambar 17. “Ular pemberani”

Image result for ular menyelamatkan ikanGambar 18. Elang “menolong” ikan

Gambar 18 ini lebih mirip dengan Gambar 16, tentang hoax yang disebarkan tanpa memperhatikan logika dan fakta. Berita-berita palsu dan hoax seperti ini menjadi salah satu penanda berhasil tidaknya pembelajaran secara umum. Karena pembelajaran di perguruan tinggi bukan hanya berupa pelatihan keterampilan untuk satu bidang kegiatan semata. Ada pengembangan pola pikir di sana, ada pembiasaan pencarian informasi dan analisis informasi yang harusnya sudah menjadi bagian integral dari suatu pendidikan tinggi.

Sudahkah bersedia untuk berubah?

Save

05 Belajar dengan cara membaca

Membaca adalah salah catu bagian dari proses belajar yang penting. Di era Internet ini, ada beberapa sumber belajar lain selain bahan bacaan. Misalnya berbagai video instruksional yang menunjukkan bagaimana caa melakukan sesuatu. Ada pula audiobook yang membuat orang bisa mengetahui isi suatu bacaan melalui media suara, cukup dengan mendengarkan. Ada pula podcast dengan isi penyampaian dari seorang pembica atau perbincangan dari beberapa orang. Namun demikian membaca masih menjadi kegiatan yang sangat penting dari proses belajar.

Ada beberapa cara membaca dan belajar yang baik yang berguna untuk pelajar dan semua orang yang sedang belajar, termasuk mahasiswa. Di antara yang dapat dipraktikkan adalah metode PSQ5R. Metode ini memiliki beberapa variasi, (di antaranya yang bisa jadi adalah pendahulunya) semisal SQ3R seperti pada Gambar 1.

Gambar 1.Gambar 2. Contoh PSQ5R.

Gambar 2 adalah mind map yang menyederhanakan keseluruhan proses dalam PSQ5R dan dipergunakan untuk mempelajari bahan bacaan mengenai Power Electronics. Detail mengenai PSQ5R dapat dengan mudah dicari di Internet dengan mencantumkan kata-kata kunci di mesin pencari seperti Google maupun Bing.

[intense_panel shadow=”4″ title=”Penyalinan” title_color=”#ebebeb” title_font_color=”#ff0000″ border=”1px solid #cfc0c0″]

Keterangan mengenai PSQ5R berikut ini saya salin dari halaman: http://www.yugzone.ru/speed_reading/speedreading/r025.html. Disalin ulang di sini untuk menjamin ketersediaan saat belajar. Silakan menuju situs asal untuk membaca lengkap dan gunakan ScrapBook untuk lebih menjamin ketersediaan bacaan.

[/intense_panel]

[su_panel border=”2px solid #26fb8d” shadow=”1px 2px 2px #eeeeee” radius=”5″]

What is the purpose of reading
Why are you reading this article or chapter, and what do you want to get out of it? When you have accomplished your purpose, stop reading. For instance, your purpose in seeking a number in the telephone book is specific and clear, and once you find the number, you stop “reading.” Such “reading” is very rapid indeed, perhaps 100,000 word a minute! Perhaps it should be called by its proper name, “scanning”, but when it suits your purpose, it is fast and efficient. This principle, of first establishing your purpose, whether to get the Focus or Theme, or main ideas, or main facts or figures, or evidence, arguments and examples, or relations, or methods, can prompt you to use a reading method that gets what you want in the minimum time.

Survey or skim the text
Glance over the main features of the piece, the lead and summary paragraphs, look at the title, the headings, to find out what ideas, to get an overview of the piece, problems and questions are being discussed. In doing this you should find the Focus of the piece that is, the central theme or subject, what it is all about; and perhaps the Perspective, that is, the approach or manner in which the author treats the theme. This survey should be carried out in no more than a minute or two.

Ask the question
Compose questions that you aim to answer:

What do I already know about this topic? – In other words, activate prior knowledge. Turn the first heading into a question, to which you will be seeking the answer when you read. For example: “What were ‘the effects of the Hundred Years’ War’?” – and you might add “on democracy, or on the economy”? Or “What is ‘the impact of unions on wages’?”

Read the text selectively
Read to find the answers to your question. By reading the first sentence of each paragraph you may well get the answers. Sometimes the text will “list” the answers by saying “The first point is … Second point is…” and so on. And in some cases you may have to read each paragraph carefully just to understand the next one, and to find the Focus or main idea buried in it. In general, look for the ideas, information, evidence, etc., that will meet your purpose.

Recite
Without looking at the book, recite the answers to the question, using your own words as much as possible. If you cannot do it reasonably well, look over that section again.

Reduce and record
Make a brief outline of the question and your answers. The answers should be in key words or phrases, not long sentences. For example, “Effects of 100 Yrs’ War? – consolidate Fr. King’s power, Engl. off continent”. Or, “Unions on Wages? – Uncertain, maybe 10-15%”.

Reflect the information
Recent work in cognitive psychology indicates that comprehension and retention are increased when you “elaborate” new information. This is to reflect on it, to turn it this way and that, to compare and make categories, to relate one part with another, to connect it with your other knowledge and personal experience, and in general to organize and reorganize it. This may be done in your mind’s eye, and sometimes on paper. Sometimes you will at this point elaborate the outline of step 6, and perhaps reorganize it into a standard outline, a hierarchy, a table, a flow diagram, a map, or even a “doodle.” Then you go through the same process, steps 3 to 7, with the next section, and so on.

Review the text
Survey your “reduced” notes of the paper or chapter to see them as a whole. This may suggest some kind of overall organization that pulls it all together. Then recite, using the questions or other cues as starters or stimuli for recall. This latter kind of recitation can be carried out in a few minutes, and should be done every week or two with important material.

[/su_panel]

Selain metode atau cara membaca, yang juga penting dalam belajar adalah mencoba memahami bagaimana data dan informasi dapat dipertahankan dalam ingatan. Atau yang lebih baik adalah memahami mengapa kita sering perlu belajar hal yang sama berulang-ulang.

[intense_panel shadow=”4″ title=”Penyalinan” title_color=”#ebebeb” title_font_color=”#ff0000″ border=”1px solid #cfc0c0″]

Keterangan berikut merupakan salinan. Disalin ulang di sini untuk menjamin ketersediaan saat belajar. Silakan menuju masing-masing situs asal untuk membaca lengkap dan gunakan ScrapBook untuk lebih menjamin ketersediaan bacaan.

[/intense_panel]

[su_panel border=”2px solid #FFBF00″ shadow=”1px 2px 2px #FFBF00″ radius=”5″]

The curve of forgetting graph

Gambar 3. The Curve of Forgetting.

You can change the shape of the curve! Reprocessing the same chunk of information sends a big signal to your brain to hold onto that data. When the same thing is repeated, your brain says, “Oh – there it is again, I better keep that.” When you are exposed to the same information repeatedly, it takes less and less time to “activate” the information in your long term memory and it becomes easier for you to retrieve the information when you need it.

Here’s the formula and the case for making time to review material: within 24 hours of getting the information – spend 10 minutes reviewing and you will raise the curve almost to 100% again. A week later (day 7), it only takes 5 minutes to “reactivate” the same material, and again raise the curve. By day 30, your brain will only need 2-4 minutes to give you the feedback, “yes, I know that…”

–sumber: https://uwaterloo.ca/counselling-services/curve-forgetting

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #86729C” shadow=”1px 2px 2px #86729C” radius=”5″]

Gambar 4.

–sumber: http://www.byui.edu/learning-and-teaching/news/lest-they-forget

Ebbinghaus Forgetting curve - LearnThat learning curveGambar 5.

–sumber: learnthat.org

[/su_panel]

[su_panel border=”2px solid #80B3FF” shadow=”1px 2px 2px #80B3FF” radius=”5″]

What is the Spacing Effect?

When we talk about the spacing effect, we are talking about spacing repetitions of learning points over time. The spacing effect occurs when we present learners with a concept to learn, wait some amount of time, and then present the same concept again.

Spacing can involve a few repetitions or many repetitions. Spaced repetitions need not be verbatim repetitions. Repetitions of learning points can include the following:

  • Verbatim repetitions.
  • Paraphrased repetitions (changing the wording slightly).
  • Stories, examples, demonstrations, illustrations, metaphors, and other ways of providing context and example.
  • Testing, practice, exercises, simulations, case studies, role plays,  and other forms of retrieval practice.
  • Discussions, debate, argumentation, dialogue, collaboration, and other forms of  collective learning.

 

The following findings are highlighted in the report:

  1. Repetitions—if well designed—are very effective in supporting learning.
  2. Spaced repetitions are generally more effective than non-spaced repetitions.
  3. Both presentations of learning material and retrieval practice opportunities produce benefits when utilized as spaced repetitions.
  4. Spacing is particularly beneficial if long-term retention is the goal—as is true of most training situations. Spacing helps minimize forgetting.
  5. Wider spacings are generally more effective than narrower spacings, although there may be a point where spacings that are too wide are counterproductive. A good heuristic is to aim for having the length of the spacing interval be equal to the retention interval.
  6. Spacing repetitions over time can hurt retrieval during learning events while it generates better remembering in the future (after the learning events).
  7. Gradually expanding the length of spacings can create benefits, but these benefits generally do not outperform consistent spacing intervals.
  8. One way to utilize spacing is to change the definition of a learning event to include the connotation that learning takes place over time—real learning doesn’t usually occur in one-time events.

So what is the spacing effect? It is the finding that spaced repetitions produce more learning—better long-term retention—than repetitions that are not spaced. It is also the finding that longer spacings tend to produce more long-term retention than shorter spacings (up to a point where even longer spacings are sometimes counterproductive).

Note that distributing unrelated, non-repetitious learning events over time does not officially constitute the spacing effect. When we give learners a rest between learning sessions, we may limit their learning fatigue, but we’re not necessarily providing them with all the advantages that spacing can provide. Again, the spacing effect occurs when
repetitions of learning points are distributed over time.

What Causes the Spacing Effect?
Despite the fact that the spacing effect is one of the most studied phenomena in the field of learning research its causes are still being debated and discussed. The following reasonable explanations have been put forth:
1. Wider spacings require extra cognitive effort and such effort creates stronger memory traces and better remembering.
2. Wider spacings create memory traces that are more varied than narrow spacings, creating multiple retrieval routes that aid remembering.
3. Wider spacings produce more forgetting during learning, prompting learners to use different and more effective encoding strategies that aid remembering in the future.

 

— sumber: Spacing_Learning_Over_Time__March2009v1_.pdf

[/su_panel]